[END]
"Jika kata adalah mantra yang mampu menembus langit maka kupinta ia tetap bersamaku. Namun sayangnya kata tidak mampu mengembalikan yang pergi"
°
°
"Nana suka dandelion kak."
"Kenapa? Ada bunga yang lebih cantik loh."
"Dandelion itu rapuh kak...
Waktu tidak akan pernah kembali mundur, ia akan terus berputar. Jika saat ini kau memiliki waktu bersamanya, temani dia. Jangan sampai kau menyesal karena ia telah pergi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Arjuna berjalan di lorong sekolahnya, dengan sebuah buku catatan dan kotak alat tulis di genggamannya. Hari ini sekolah tidak ada kegiatan pembelajaran, karena guru ada rapat mendadak. Jadilah semua siswa berhamburan. Arjuna berjalan menuju perpustakaan, ia ingin menggunakan waktu luang ini untuk belajar, mencatat hal-hal yang perlu ia catat.
Kali ini Arjuna sendiri, tanpa Jean dan Chandra. Kedua sahabatnya itu memilih untuk bermain basket.
Arjuna berada di rak-rak yang berdempetan, ia memilih beberapa buku yang dibutuhkannya. Karena harus bekerja, jam belajar Arjuna benar-benar berkurang. Sesampainya di rumah, ia hanya membuka sebentar bukunya dan langsung tidur, karena terlalu lelah.
Arjuna duduk di meja yang langsung menghadap jendela. Sebelum membuka bukunya, ia sejenak menatap langit biru yang begitu indah. Meski dunianya hampir hancur, tetapi semesta masih berjalan. Lama ia menatap langit, akhirnya buku yang sedari tadi ia abaikan dibuka juga.
Arjuna mulai bergulat dengan buku-bukunya, mengabaikan beberapa ocehan orang-orang yang sedang berbisik di sekitarnya. Karena saat ini dia hanya ingin fokus, jika di rumah maka kenangan tentang Mama dan Papa berputar begitu saja seperti kaset rusak.
Di lain tempat, bocah sembilan tahun sedang duduk termenung dia bangku di depan kelasnya. Pandangannya begitu kosong.
"Nakula kenapa?" tanya seorang anak berkulit seputih salju. Nakula yang di tanya hanya menggelengkan kepalanya.
Aji dan Caessa yang merasa cemas dengan sahabatnya, ikut duduk di bangku itu. Keduanya ikut menatap apa yang Nakula lihat. Ternyata Nakula sedang melihat seorang anak laki-laki yang di gendong oleh sang ayah, dan sang ibu tertawa di samping mereka.
"Dulu, Nakula pernah digendong kayak gitu sama Papa," ucap Nakula yang berhasil membuat kedua sahabatnya menoleh kepadanya.
Dulu Nakula memang selalu digendong di atas pundak Papa, lalu Mama tertawa di samping mereka dan Arjuna juga ikut tertawa. Dulu, Nakula pernah memiliki sebuah keluarga yang lengkap, ada Papa, Mama dan Kak Arjuna. Tapi sekarang tersisa hanya dia dan Arjuna saja.
"Nakula jangan sedih, Kula masih ada aku sama Aji. Kalau Nakula mau di gendong, biar Aji yang gendong," seru Caessa.
"Kok aku?"
"Iya kan badan kamu yang paling gede diantara kita berdua." Nakula tertawa melihat tingkah kedua sahabatnya.
"Iya, iya nanti Nakula gendong Aji. Tapi tunggu Aji gede ya. Kalau sekarang Aji masih kecil." Ketikanya akhirnya tertawa.
Interaksi ketiga bocah berusia sembilan tahun itu menjadi sebuah pemandangan bagi ketiga remaja berusia enam belas tahun. Arjuna, Jean dan Chandra memperhatikan bagaimana ketiga bocah itu berinteraksi. Terlebih Arjuna yang begitu menatap lekat ketiganya.