[END]
"Jika kata adalah mantra yang mampu menembus langit maka kupinta ia tetap bersamaku. Namun sayangnya kata tidak mampu mengembalikan yang pergi"
°
°
"Nana suka dandelion kak."
"Kenapa? Ada bunga yang lebih cantik loh."
"Dandelion itu rapuh kak...
"Tidak Inginku sakiti dirimu dengan apapun. Aku tidak ingin kehilanganmu, sakit ini biarkan tetap menjadi sakit"
-Nakula-
[•••]
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seperti yang telah dijanjikan, Nakula kembali lagi ke rumah sakit. Nakula keluar dari ruangan tempat dokter berada dengan wajah lesu. Satu amplop coklat besar ia pegang dengan erat. Langkahnya masih berat. Tubuhnya masih terbalut seragam putih abu-abunya. Perkataan yang dokter susun begitu rapi terus terngiang dalam kepalanya. Sepertinya akan menjadi isi otak yang akan terus tertanam.
Saat nama Nakula disebut, ah seperti dejavu. Nakula berjalan memasuki ruang yang kemaren pernah ia kunjungi. Duduk seorang dokter muda yang tidak lama ini Nakula kenal. Ia membolak-balik beberapa kertas dan foto rontgen. Nakula sudah menebak itu miliknya.
"Nakula? Duduklah." Dokter Dimas mempersilahkan Nakula duduk. Tepat di depannya ada sebuah layar besar yang menampilkan beberapa organ tubuh, yang Nakula tidak paham maksudnya.
"Suster, tolong persilahkan wali dari saudara Nakula untuk masuk," pinta dokter Dimas.
Setelahnya masuklah seorang laki-laki muda menggunakan jas hitam. Laki-laki itu duduk di samping Nakula.
"Anda wali dari saudara Nakula? Jika boleh tahu apa hubungan anda dengan pasien?"
Laki-laki muda di samping Nakula menoleh ke arah Nakula yang masih duduk termangu. Bagaimana tidak? Hasil rontgen belum dijelaskan, dokter sudah menyebut Nakula seorang pasien.
"Saya Kakaknya dokter." Dokter Dimas mengangguk setelah mendengar jawaban laki-laki muda di hadapannya.
"Nakula, bisa kamu tunggu di luar? Biar saya bisa bicara dengan kakak mu," pinta dokter Dimas.
"Saya juga mau dengar Dok, saya ingin kondisi saya sendiri."
"Kamu yakin?" Nakula mengangguk. Sedangkan pemuda yang sedari berada di antara mereka wajahnya semakin menegang, entah apa yang akan ia dengar di ruangan ini.
"Baiklah kalau begitu saya jelaskan." Dokter Dimas mulai menunjuk beberapa gambar yang sedari tadi sudah muncul di layar. Beberapa istilah yang dokter Dimas sebutkan ada yang tidak dimengerti keduanya, paham dengan ekspresi keduanya, dokter Dimas kembali menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti.
"Sebaiknya Nakula, dilakukan pemeriksaan sacara berlanjut, untuk mengetahui kondisinya setiap saat." Dokter Dimas mengakhiri penjelasannya.
"Baik dokter, saya pastikan Nakula akan rutin melakukan pemeriksaan."
"Ini ada beberapa resep obat dari saya, silahkan diminum sesuai apa yang sudah tertulis. Jangan sampai ada yang terlewat." Laki-laki muda yang hampir seumuran dengan dokter Dimas mengangguk mengerti. Laki-laki itu menjabat tangan dokter Dimas pertanda mereka akan mengakhiri pertemuan hari ini.