26. Spinocerebellar Ataxia

501 77 11
                                    

.

05

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


05.45

Arjuna berjalan menuju kamar Nakula, tangannya sibuk menyimpul dasi yang terikat di lehernya.

"Dek, lihat map Kakak semalam gak?" teriak Arjuna di depan kamar Nakula. Arjuna masih sibuk dengan dasinya, tidak menyadari si pemilik kamar tidak ada di dalam.

"Dek? Loh gak ada orang ternyata." Arjuna mendengar guyuran air di dalam kamar mandi dengan suara nyanyian Nakula yang begitu nyaring. Arjuna geleng-geleng mendengar nyanyian Nakula dari kamar mandi.

Arjuna berjalan masuk ke kamar Nakula yang pintunya tidak tertutup. Arjuna menyisir ruangan itu. Mencari map yang ia maksud.

"Ah ini mapnya." Arjuna mengambil map miliknya yang tergeletak di atas meja belajar Nakula. Sebelum pergi Arjuna melihat laci Nakula tidak tertutup rapat. Ada sebuah map putih berlogo sebuah rumah sakit. Dalam hatinya, Arjuna bertanya map apa itu.

Dengan hati-hati Arjuna membuka laci belajar Nakula, mengambil map putih yang sedari tadi menyita perhatiannya.

"Map apa ini?" Arjuna melihat nama yang tercetak di sampul map itu, jelas nama itu adalah nama Nakula. Semakin penasaran Arjuna membuka dan melihat isi dari map itu.

Semakin lama Arjuna membaca isi map itu, semakin nafas Arjuna tersengal-sengal. Dia juga melihat foto rontgen yang tercetak. Tanganya sedikit bergetar. Apakah benar ini milik adiknya? Kenapa Nakula menyembunyikan hal ini darinya? Tapi apakah benar adiknya mengidap penyakit ini? Arjuna menahan air matanya, sebisa mungkin agar tidak menetes.

Suara langkah kaki menyadarkan Arjuna dengan terburu-buru ia meletakkan kembali map itu. Menenangkan dirinya agar adiknya tidak merasa khawatir.

"Kak Juna? Kakak ngapain?" Arjuna memutarkan tubuhnya mencoba terlihat normal di depan Nakul.

"Ini, Kakak nyari map Kakak. Ternyata ada di kamar kamu."

"Oh itu, kan semalam Nana yang bawakan."

"Iya Kakak lupa. Yasudah kamu cepet siap-siap nanti telat loh." Nakula mengangguk. Arjuna berjalan keluar dari kamar Nakula. Syukurlah Nakula tidak menyadari kegugupannya. Arjuna berjalan menuruni anak tangga dengan langkah lunglai. Pikirannya masih berkecamuk dengan apa yang baru saja dia baca. Tapi dia harus kuat, bukankah Nakula juga kuat? Mungkin saja ada alasan kenapa adiknya belum bisa memberitahunya.

Arjuna menyetater mobilnya, dan membawa kendaraan beroda empat itu kembali menyusuri jalan aspal. Sekarang tujuannya benar-benar ke kantor. Meski matanya masih sedikit berat, dia harus bekerja. Dia harus mengumpulkan banyak uang untuk biaya rawat Nakula. Ditariknya nafasnya begitu panjang.

"Kamu harus kuat Juna, demi Nakula. Kamu anak pertama. Kamu harus mampu berdiri dengan kami sendiri. Ingat pesan Mama dan Papa," ucapnya untuk menyemangati dirinya sendiri.

DANDELION [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang