Bab 14 : Mulutmu Harimaumu

322 3 0
                                    

Sudah beberapa hari ini kami tinggal di Rumah Baru di Kampung ini. Lega rasanya karena tidak tinggal di Rumah Pak Tetua yang begitu menyeramkan dan mengingatkan ku pada Kematian Daniel. Aku dan Teman-teman beristirahat selama beberapa hari di Rumah baru sembari membiasakan diri di Rumah itu sekaligus juga untuk mengumpulkan Energi untuk mulai melaksanakan Kegiatan ku. Sayang sekali, sejak datang ke Kampung ini tak ada satu Pesan pun yang terkirim ke Orang Tua, Dosen, dan orang-orang yang ku kirimi pesan. Karena meskipun di tempat ini sudah ada aliran listrik tetapi sinyal Internet sangat terbatas disini. Besok kami akan segera melaksanakan kegiatan KKN dan berdasarkan hasil Diskusi ku bersama Ahmad, Gea, dan Kelia, Kami akan pergi ke Pasar untuk menganalisa Dagangan para warga di Kampung ini. Aku hanya berharap kegiatan bisa berjalan lancar sebagaimana mestinya.

***

Pagi ini setelah Sarapan kami akan bersiap untuk pergi ke Daerah Pasar Kampung ini. Tempat pertama yang akan kami kunjungi untuk kegiatan KKN ini. Yaah seperti yang ku bilang malam hari tadi, Aku hanya berharap Kegiatan ini Berjalan lancar. Karena, Aku Khawatir kegiatan ini akan Sulit terselesaikan jika Aku dan Teman-temanku terus mengulur waktu.

Siang Harinya, Kami telah tiba di Pasar itu. Aku berniat untuk membagi anggota ku dalam bentuk tim. Tetapi saat aku melihat kondisi pasar yang lumayan Ramai, aku memutuskan untuk menyuruh teman-temanku secara individu saja untuk mencatat Dagangan yang ada. Ahmad, Gea, dan Kelia pun menganggukkan Kepala tanda setuju dengan Pendapat ku.

Aku baru mencatat beberapa hal di Pasar ini. Yaah aku rasa Jenis Sayuran disini masih begitu Hijau dan Segar, aku juga membeli beberapa untuk dimasak oleh Gea. Sedangkan Jenis Protein Hewani seperti Ayam, Ikan, dsb, juga tak kalah segar seperti sayurnya. Tetapi karena uang yang kupakai harus dihemat, aku memtuskan untuk tak membeli terlalu banyak Daging. Tak lama kemudian Suara Teriakan Ahmad sayup-sayup terdengar. Ahmad seperti sedang memanggil ku. Aku melambaikan tangan seraya menyatu teriakan nya. Ahmad tampak tergopoh-gopoh berlari ke arah ku. Sambil menarik napas perlahan Ahmad berkata

"Ga, tolongin si Gea tuh, dia lagi di kepung orang-orang"

Mendengar penuturan Ahmad, tanpa berbasa-basi aku dan Ahmad langsung berlari menuju tempat dimana Gea berada. Sesampainya disana, aku sedang melihat Gea berbicara dengan Bahasa yang sedikit Kasar.

"DASAR PENGEMIS GA TAU DIRI!!! UDAH MISKIN MAKSA MINTA DUIT LAGI, LAGIAN GUA JUGA GA PUNYA RECEH BUAT NGASIH LU!!!"

Gea pun mengepalkan tangannya kepada Orang itu yang Kuduga adalah seorang Pengemis. Aku dan Ahmad bergegas berlari dan berusaha menahan tangan Gea yang hendak memukul Pengemis itu. Belum sempat mengatakan kata "Maaf", tiba-tiba Pengemis itu pun melotot sembari berkata

"Nak, aku pancen Pengemis lan Wong Miskin. Nanging aku uga duwe ajining dhiri, pancen ora bisa males kowe. Nanging Panjenengané bakal males kowé. Mungkin Karma Buruk sing paling apik kanggo sampeyan saiki Nak."

Pengemis itupun pergi dengan Ekspresi Datar. Gea pun melepas dekapan tangan ku dan Ahmad lalu pergi meninggalkan Pasar. Orang-orang disekitar turut memelototi kami tanpa suara. Beberapa orang lagi hanya mengelus dada mendengarkan kata kata yang di Ucapkan Gea.

Aku pun menyuruh Ahmad untuk pergi menyusul Gea Pulang dan membantu menenangkannya. Tetapi Perintah ku di tolak oleh Ahmad dengan alasan

Kampung Santet "Dendam Tanpa Ujung Membawa Petaka"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang