Bab 18 : Sandekala

299 3 1
                                    

Aku tak peduli lagi tentang resiko yang harus ku terima dalam menanam Benih Dendam ini, aku siap menerimanya. Aku sangat tak rela tas apa yang telah di lakukan Ahmad dan Kelia pada malam tadi. Aku tak habis pikir atas Ahmad, dia adalah anak seorang Kyai bisa-bisanya Ia berbuat bejat di kampung orang. Kelia juga tak sebaik yang ku kira, Ia ternyata juga hanya memakai kulit untung melindungi isi nya, nyatanya Kelia sama saja dengan para Pelacur di Kota. perbedaan nya adalah, Para pelacur itu melakukan hal tabu untuk Uang, sedangkan yang Kelia lakukan saat ini adalah menyerahkan Kesucian nya dengan Seseorang yang belum resmi.

Entah apa lagi yang akan menghinggapi kepala ku, mulai dari Kematian Daniel, muncul Hantu Noni Belanda yang selalu mengikuti ku setiap Shalat, Gea yang raganya terbujur kaku, dan sekarang kedua orang teman ku melakukan hal-hal di luar nalar. Aku begitu dendam pada Ahmad, Ia telah merebut seseorang yang seharusnya menjadi milik ku. Aku tak peduli atas seluruh resiko itu, tidak lagi!

***

"Sandekala" bagi kalian kata ini mungkin terdengar asing. Sandekala pada dasarnya mirip dengan kata Senjakala. Yaitu waktu menjelang Maghrib. Mengapa aku memasukkan bagian ini ke dalam cerita? Tentunya karena Bagian ini berkaitan erat dengan Teror di Kampung Santet.

Satu Hari Setelah Kejadian Bab Sebelumnya

Aku baru saja selesai membersihkan rumah, setelah kepergian Gea rumah ini sangat jarang di bersihkan atau sekadar di sapu. Biasanya setelah membersihkan rumah, aku akan menghampiri kamar Ahmad dan Kelia untuk mengobrol tentang Kegiatan KKN. Tetapi setelah kejadian kemarin, aku kehilangan selera untuk mengobrol dengan mereka. Aku pun langsung pergi ke kamar ku.

Ku lihat Jam di Handphone ku sudah menunjukkan pukul 18:03, sudah mau Maghrib. Dalam perjalanan ke kamar ku, aku melihat Kamar Kelia di buka. Biasanya sangat jarang Kelia membuka pintu Kamarnya, karena ku rasa ada sesuatu yang seharusnya tak kami lihat. Aku pun mengintip ke dalam Kamar nya. Kelia tampak sedang membawa handuk, sepertinya Ia akan Mandi. Untuk sesaat aku hanya bersikap tak peduli namun, sebelum berjalan terlalu jauh aku jadi ingat pada salah satu peraturan di Kampung ini.

"Kalian tidak boleh melakukan aktivitas apapun pada saat Sandekala, kecuali Beribadah dan Mengaji. Menurut leluhur kami, Kutukan Sandekala akan menghampiri orang yang melanggar peraturan ini"

Aku pun langsung memutar balik arah dan langsung masuk ke Kamar Kelia, Ia tampak terkejut karena aku masuk tanpa mengetuk pintu. Ia sedikit marah tentang itu, tetapi aku tak terlalu peduli. Aku pun langsung bertanya pada Kelia.

Aku : Lo mau ngapain Kel?

Kelia : Mau mandi nih badan gua sumpek, baru bangun tidur soalnya. Lo reseh juga ya ngga, masuk kamar orang ga pake ketuk pintu.

Aku : Persetan dengan itu, kamu tidak ingat peraturan dari Pak Tetua? Sandekala! Entar malem aja Lo mandinya.

Kelia : Ah, Percaya amat lu Ama yang begituan. Kita udah di Abad 20 dan Lo masih aja percaya yang begituan. Itu gak lebih dari Takhayul yang di katakan oleh orang-orang Bodoh seperti si Tua Bangka itu.

Aku : Iya gua tau itu cuma peraturan konyol, tetapi sebagai seorang Pendatang ada baiknya kita hormati aja peraturan itu. Jangan malah di langgar entar yang ad... (Kelia langsung memotong)

Kelia : Ah Bacot, denger ya ngga! Lo emang Ketua Kelompok KKN ini, tetapi Lo tetep ga berhak untuk mengatur ini dan itu soal gue. Ngerti Lo! Udah sekarang Lo keluar dari Kamar Gue! Gue mau mandi.

Kampung Santet "Dendam Tanpa Ujung Membawa Petaka"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang