Bab 22 : Pulang Atau Mati?

234 2 0
                                    

Memasuki Lorong Waktu Durman ternyata telah membuka rahasia kelam. Ternyata Durman tak seburuk yang dibicarakan oleh Para Warga. Dia tak lebih hanya sebagai Kambing Hitam atas seluruh masalah yang di timbulkan oleh Karman. Aku juga lupa menuliskan bahwa Orang yang membujuk Sunija untuk membunuh dirinya dan anak-anaknya adalah Karman, Hanya Karman. Ternyata Kang Karman yang begitu di dewakan oleh para Warga Kampung ini menyimpan Rahasia Busuk. Setidaknya aku juga tahu penyebab Kematain Teman-teman dan Keanehan yang selalu menimpaku ternyata berasal dari orang yang Kami Panggil Pak Tetua, Yang tak lain adalah Kang Karman itu sendiri. 

Setelah ku pikir-pikir Hidupku dan Durman tak terlalu jauh berbeda. Hanya saja Durman lebih sengsara dari diriku. Setidaknya dengan memasuki Lorong Waktu Durman, Aku bisa pindah dari Alam Sunyaruri ke Alam Realita. Dia memang Jahat dan berusaha melukai ku, Tetapi setidaknya aku bisa mengorek Seluruh Rahasia Kelam itu dari Durman. Sekarang hanyaterlintas Dua Pilihan di benakku...

"Aku harus Pulang dan melaporkan seluruh Kejadian yang menimpa aku dan Teman-Teman ku di Kampung ini, Atau Menunggu Kematian ku yang sia-sia karena Guna-guna yang mungkin akan Menghabisi nyawa ku secara perlahan."

Aku harus berpikir Panjang untuk menentukan Pilihan yang tepat untuk diriku. Jika aku harus Pulang berarti aku harus melanjutkan hidup ku di Dunia yang fana ini, Tetapi jika aku harus mati maka aku hanya akan terjebak selamanya di Kampung ini atau Mendekam di Neraka menunggu Kiamat Tiba.

***

Aku akhirnya membulatkan Tekat ku untuk pulang. Setelah dipikir-pikir aku tak terlalu kuat untuk menahan rasa Sakit yang harus kuderita Jika harus mati secara sia-sia di Kampung ini. Mungkin kata "Pergi" dari Durman adalah pengingat ku agar tak menunggu Kematian ku di Kampung ini. Tetapi saat ini bagaimana cara nya aku Pulang? Aku tak mungkin memesan Taxi ataupun Ojek Online ke Tempat ini, Jelas karena saat ini aku sedang berada dalam Kawasan Tanpa Kendaraan. Belum lagi kata-kata Durman yang mengatakan bahwa Santet yang akan membunuhku Tak Lama lagi akan benar-benar datang. 

"Saat ini aku begitu gundah. Ternyata aku juga masih takut akan Kematian. Bagaimana aku Pulang dari Tempat ini?"

Ah aku berpikir sebuah ide, mungkin aku harus Berjalan Kaki dari Rumah ke Gerbang Kampung saja. Tetapi kurasa tak mungkin melakukan hal itu di Pagi hingga Sore Hari, karena para Warga tak akan membiarkan ku pergi begitu saja. Bagaimana aku tahu? Ya sebaiknya kalian menyimak ceritaku beberapa hari Sebelumnya.

***

Aku merasa Pikiran ku semakin mengembara liar, Aku tak lagi bisa berpikir jernih. Sosok yang kerap kupanggil Pak Tetua ternyata tak lain dan tak bukan adalah Kang Karman. Aku benar-benar tak menyangka bahwa Kang Karman adalah Dalang atas Peristiwa Santet yang menghabisi seluruh Warga Kampung ini. Kepala ku dipenuhi oleh banyak pertanyaan, Jika memang Kang Karman adalah Sosok Pembantai Kampung ini lantas mengapa para Warga malah memuji dan mendewakan Karman? Jika memang seluruh Warga Tewas akibat ulah Durman lalu siapa yang kulihat di Kampung ini? 

Kepala ku rasanya akan meletus! Aku tak akan rela mati di Kampung ini. Belum lagi Teman-teman ku yang harus mati akibat Santet dari Durman, begitupula dengan ku yang juga terkena Santet olehnya. Aku tak tahu kapan persis aku akan mati. Tuhan jika kau memang ada, Bantulah aku untuk Pulang! Batinku sudah lelah menjerit kata yang sama pada mu 

"Aku Ingin Pulang!"

Tak perlu banyak berbasa-basi Aku segera mengemasi barang-barangku di hari itu pula. Awalnya aku berpikir akan langsung pergi Siang itu juga, Tetapi aku baru ingat terakhir kali mengunjungi Gerbang Kampung aku melihat ada yang menjaga Gerbang itu. Setidaknya aku harus menunggu hingga malam tiba. Aku memutuskan untuk Tidur setelah Shalat Maghrib, setidaknya agar aku punya persediaan energi untuk pergi berjalan kaki ke Gerbang Kampung saat Malam tiba. 

Kampung Santet "Dendam Tanpa Ujung Membawa Petaka"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang