Bab 24 : Pulang

233 3 0
                                    

Aku sudah menyiapkan seluruh Perbekalanku dalam Perjalanan Pulang. Berkat Kelia, Aku sudah membulatkan Keputusanku untuk Pulang. Selain untuk mengucap Maaf kepada Keluarga Teman-temanku, Aku juga berencana untuk melaporkan seluruh hal yang menimpa kami kepada Pihak berwajib. Selain itu, Aku juga ingat bahwa Hal yang paling kutakutkan selama ini adalah Kematian! Aku tahu bahwa jika aku Siap ataupun Tidak Siap, Kematian itu akan tetap datang. Tetapi jika aku Mati sia-sia, maka perjalanan Hidupku tak akan berarti. 

Aku kembali merencanakan Perjalanan Pulangku, Kali ini dengan lebih matang. Menilai Kejadian yang terjadi beberapa hari yang lalu yaitu Kegagalan ku dalam rencana untuk melarikan diri dari Kampung ini, Sekarang aku mengubah rencanaku yang semula Melarikan Diri menjadi Pulang. Pukul 00:00 kemungkinan bukan waktu yang strategis untuk Pulang. Aku juga ingat bahwa para Leluhur itu datang bertepatan pada pukul 01:00, Sehingga aku memutuskan untuk Keluar pada Pukul 02:00. Rencana yang cukup nekat bukan? bisa dibilang begitu, Tetapi ini adalah Rencana yang sudah kupikirkan secara matang. Aku hanya bisa berlari dari Rumah hingga Gerbang Masuk Kampung karena tidak ada kendaraan yang masuk ke Kampung ini. 

"Dug...Dug....Dug..."

Tunggu sebentar, ada sesuatu di Atas Plafon. Seingatku Durman sudah melepaskan diri dari Tubuh Ahmad, Lantas siapa yang berada di atas? Entah mengapa saat ini aku begitu terpancing dengan bunyi apapun. Aku pun berjalan ke atas lalu membuka Pintu Plafon. Aku masuk dan menyenteri setiap sudut di Atas sana. Aku tak melihat apapun selain Bangkai Ahmad yang mulai di hinggapi lalat dan telah dimakan Belatung serta bau Bangkai yang begitu menyengat. Hingga tiba-tiba kusenteri arah belakangku dan Aku begitu terkejut! Sesosok Pria Tua tengah berdiri di depanku memasang wajah mengerikan. Ia memelototi ku dan membisikkan sesuatu di Telingaku.

"Sampeyan bakal mati, Bengi iki"

Tak salah lagi! Dia adalah Durman. Tali Tambang yang melingkar di lehernya adalah ciri Khasnya. Meski aku tak pandai berbahasa Jawa, tetapi aku mengerti apa yang dikatakan olehnya. Sial! lagi-lagi aku terlambat dalam mengambil Keputusan. Aku lantas bertanya pada Durman 

"Lalu Apa yang harus kulakukan? Aku tidak mungkin berlari sekarang, Warga Kampung pasti akan dengan mudah memergokiku."

Durman menggelengkan kepala, lalu berkata

"Tidak ada, mereka akan datang Malam ini juga. Kamu terlalu lamban mengambil Keputusan"

Durman pun pergi. Aku tak menyangka bahwa Prakiraan ku dan Durman salah. Durman juga tak memberikan solusi padaku. Lantas apa yang harus kulakukan? Jika aku berlari sekarang, Itu sama sekali tak ada gunanya. Waktu Siang adalah waktu para Warga Kampung itu masih beraktivitas, Mereka bisa langsung menangkap dan menyerahkan aku kepada Pak Tetua dan Para Leluhur Kampung. Ah sudahlah, Tak ada gunanya memikirkan hal itu. Aku hanya harus melaksanakan semua sesuai Rencana. 

Tak terasa, Waktu sudah menunjukkan Pukul 19:08, Saatnya aku tidur agar aku punya cukup energi untuk berjalan saat waktunya tiba.

***

Dia berpikir bahwa melarikan Diri dari Kampung ini adalah hal yang mudah. Tentunya aku tak akan membiarkan dia melarikan diri semudah itu. Para Leluhur telah mengilhami apa yang aku inginkan, Kematiannya! Dengan Kematian Anggara, Dia tidak akan membocorkan Rahasia Kampung ini pada Orang-orang di luar sana. Aku telah membuat Sebuah Boneka dengan ciri Khas yang sama Persis dengan nya! Boneka ini akan kugunakan sebagai media untuk membunuhnya.

"Anggara, Kamu tidak akan bisa lari dari takdirmu! KEMATIAN!!"

-Karman

Kampung Santet "Dendam Tanpa Ujung Membawa Petaka"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang