Kepergian Gea membuat ku benar benar depresi. Aku selalu terpikir dan bertanya di benak ku sendiri
"Kamu itu bodoh, kenapa tak kau bawa saja Gea kepada Pak Tetua? Kenapa tidak kau beritahu juga pada Ahmad dan Kelia tentang kutukan itu? Kau adalah pemimpin yang tidak becus!"
Rasanya sangat tak pantas untuk menyebut bahwa aku adalah seorang Pimpinan Kelompok ini. Tetapi aku hanya bisa merenung, tanpa berpikir solusi yang tepat.
Beberapa hari yang lalu, aku sedang membersihkan kamar Gea, Kulihat tubuh Gea yang terbujur kaku. Aku melihat di tangan Gea ada sepucuk kertas. Saat kubuka itu adalah sebuah surat terakhir yang Ia tulis. Mungkin pada saat itu Ia juga mendengar percakapan ku dengan Pak Tetua Tempo hari tentang Penyakit yang di derita oleh Gea. Tetapi karena kebodohanku, aku malah tak mengizinkan Pak Tetua untuk melihat keadaan Gea. Sudahlah tak ada gunanya membahas itu lagi. Isi surat yang di tulis oleh Gea adalah.
***
"Angga, Ahmad, dan Kelia Sahabat ku. Entah kenapa semakin hari penyakit ku semakin parah. Pagi ini ku dapati kaki sudah tak dapat bergerak lagi. Kaki ku seakan lumpuh total. Aku hanya bisa menulis surat ini di saat-saat terakhir.
Aku juga sebenarnya menyadari apa penyebab penyakit ini. Tak lain dan tak bukan, ini semua adalah ulah si Pengemis tempo hari yang ku caci maki. Tetapi aku tak marah padanya, aku merasa pantas atas apa yang telah ku lakukan. Aku rasa kutukan Karma Buruk itu memang benar, dan itu berarti hidupku sudah tak lama lagi. Aku hanya ingin mengucap kata "Maaf", Maaf untuk keluarga ku, Maaf untuk para sahabat dan teman-teman ku, dan Maaf untuk seluruh orang yang pernah ku temui.
Andaikan hanya dengan mengucap kata "Maaf" saja bisa menyelesaikan masalah, aku pasti akan terus mengulangi nya. Tetapi aku merasa kata Maaf ku sudah tak lagi berguna. Semuanya sudah terlambat. Sebelum seluruh Jiwa ku di tarik dari raga ku, Aku memutuskan untuk mengurung diri ku, aku tak ingin kalian melihat keadaan ku.
Biarkan saja tubuh ku disini, terbaring kaku hingga ajal menjemputku.
-Gea
***
Seketika mata ku menjadi panas, air mata pun mengalir. Rasanya sangat sedih ketika seseorang yang sangat kita sayangi pergi meninggalkan kita. Kuremas Surat itu dan Kusimpan di Kamarku.
Belakangan ini aku juga terpikir tentang Daniel, mungkinkah benar? Daniel sudah menjadi penjaga ku? Sebutan untuk Daniel saat ini bisa dibilang adalah Khodam ku. Namun, ini sangat tidak masuk akal. Semasa hidup, antara aku dan Daniel tidak berteman akrab. Aku juga jadi teringat akan kata Pak Tetua
"Arwah Teman mu tidak di terima oleh Leluhur kami. Oleh karena itu lah ia memutuskan untuk bersemayam dalam tubuh mu. Mayat teman mu yang keluar dari kubur nya, adalah pertanda dari leluhur kami yang menolak kehadiran teman mu"
Aku merasa kasihan pada Daniel...
***
Aku juga jadi teringat pada kejadian beberapa Minggu yang lalu, saat Gea mencaci maki Pengemis itu. Ahmad bersama Kelia mengerjakan tugas. Aku sedikit iri pada mereka, tetapi daripada terus mengeluh aku memutuskan untuk tak terlalu memikirkan nya. Rupanya mereka tak berhenti di sana saja. Mereka melakukan sesuatu yang lebih Buruk dari pikiran ku!
Malam tadi aku terbangun dari tidur, sekitar pukul 10 Malam. Ah benar juga, sore tadi aku tidur lebih awal karena kelelahan mengerjakan Tugas KKN yang harus Ku selesaikan sendiri. Aku juga melewati Shalat Maghrib, Aku pun sedikit Kesal dan langsung keluar dari Kamar untuk minum segelas air sembari meredahkan kekesalan ku. Setelah minum, aku pun pergi untuk mengambil Wudhu sembari melaksanakan Shalat Isya. Setelah berwudhu, aku pun hendak pergi kembali ke Kamar ku.
Saat sedang melewati Kamar Kelia, aku mendengar suara desahan seseorang. Desahan itu seperti nya berasal dari Kamar Kelia. Setelah ku teliti kembali, ternyata itu adalah Desahan Kelia. Selain mendengar desahan Kelia, aku juga mendengar desahan seorang Pria. Dan tak salah lagi, Desahan itu berasal dari Sahabat ku sendiri... AHMAD!!!
Aku sebenarnya sangat kesal, bisa-bisanya mereka melakukan hal tabu di Kampung orang. Pada awalnya aku ingin membuka pintu Kamar Kelia, tetapi tiba-tiba ku dengar suara sosok Perempuan dari arah belakang berkata.
"PERGI!!! JANGAN GANGGU MEREKA!!!"
Aku pun seketika ketakutan dan langsung berlari ke Kamar ku. Aku pun mengurungkan niat Shalat Isya ku dan langsung menutup seluruh badan ku dengan selimut.
***
Aku benar-benar masih geram pada mereka berdua. Terutama pada Ahmad yang tentunya adalah seorang anak Kyai, bisa-bisanya ia berbuat seperti itu di Kampung orang. Kelia juga membuat ku kecewa, Ia telah membuang harga dirinya untuk seorang lelaki bejat seperti Ahmad.
Entah mengapa hati ku tak merasa sakit, tetapi hati ku terasa terbakar. Hati ku berkobar dan terasa seperti menanam sesuatu. Menanam... Benih-benih Dendam!!!
"Kejadian Malam itu benar-benar membuat ku terpaksa menanam benih-benih dendam. Aku tak peduli pada resiko yang ada, jika dendam itu bisa membuat ku lebih tenang, maka aku rela menanam Benih-benih Dendam itu hinga berbuah!!!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampung Santet "Dendam Tanpa Ujung Membawa Petaka"
TerrorSemua berawal dari Dendam, Dendam Tanpa Ujung yang berakhir pada sebuah Malapetaka. Durman adalah orang yang telah membawa Dendam itu. Dendam yang berujung pada Santet yang hampir menghabisi seluruh Warga di Kampung itu. Namun sebelum Ia berhasil me...