Hujan di luar membuat udara lebih dingin dari biasanya dan suasana menjadi lebih tenang untuk jiwa-jiwa yang dilanda pemikirian runyam. Tidak terkecuali dengan gue yang sekarang memilih untuk duduk di dekat jendela kamar sembari memperhatikan banyaknya rintik hujan yang tanpa henti menghantam tanah.
Ada banyak yang berkecamuk, alih-alih menyesap teh atau susu hangat.. lebih memilih mengusap perut yang masih tanpa mengurangi rasa tak percaya bahwa ada sesuatu yang berkembang di dalamnya. Belum terlalu besar apalagi terlihat, tapi bisa dengan sangat jelas dirasa ada yang hidup disana.
Menimbang-nimbang apa yang harus dilakukan nanti, omongan Mingyu tentang ajakannya untuk pergi dari sini dan tinggal berdua tentu ga akan bisa gue anggap sebagai angin belaka semata. Karena mungkin memang itu satu-satunya jalan untuk tetap mempertahankan bayi ini dan juga hubungan gue dan Mingyu.
Kalau keluarga gue tau, hal yang akan terjadi adalah kemungkinan terburuknya. Bayi ini bisa diaborsi, dilahirkan dan dibuang, bayi ini dititipkan, sekolah gue putus, dan hubungan gue dan Mingyu berakhir tanpa ampun. Parahnya mungkin setelah bayi ini hilang, Mingyu juga ikut hilang dari jarak pandang gue untuk selamanya.
Mingyu dan calon anak kita ini bukan pilihan. Mereka hidup gue.
Untuk kesekian kalinya, hembusan nafas berat lagi-lagi terdengar di kamar yang sepi ini. Haruskah gue mengikuti apa yang dipinta Mingyu? Toh dia bukan pria yang lari dari tanggung jawab. Dia sudah mantap memutuskan untuk memulai hidup baru bersama-sama.
Tok tok tok!
Pintu kamar diketuk pelan dan langsung memperlihatkan Jaehyun yang masuk dengan dua mangkuk yang gue tebak adalah mie rebus.
"Gue masakin mie nih. Enak mumpung ujan." ucapnya sembari naro mangkuk diatas meja.
Gue senyum dan berjalan menghampiri dia. "Tumben ya baik."
"Emang kapan gue ga baik sama lo?" dia mulai menyeruput kuah mie yang masih terlihat kepulan asapnya.
"Dibawah sepi sih. Papa mama keluar?" tanya gue yang juga mulai makan.
"Iya. Mau ke rumah temennya papa."
Gue cuman ngangguk pelan dan menikmati mie dengan tenang. Setidaknya gundah gue sedikit teralihkan.
"Mingyu tadi minta ijin, pengen datang kesini." kata Jaehyun.
Sejenak gue terdiam. "Terus diijinin?"
"Hmm. Diijinin datang, bukan diijinin buat hubungan sama lo lagi."
Jaehyun masih tetap menentang keras hubungan gue sama Mingyu. Buat dia sekarang, Mingyu hanyalah sekutunya untuk jadi pelindung gue dari jangkauan Dohwan. Jaehyun emang yakin kalo Mingyu memang sekuat itu untuk lindungin gue, dia sadar bahwa dia emang butuh Mingyu dalam urusan ini.
"Dohwan gimana, bang?" tanya gue pelan.
"Serius? Lo beneran peduli sama dia?"
"Gue udah bilang kan kalo dia lagi nebus kesalahannya sama gue. Dia nemenin gue berobat ke psikiater."
"Tetep aja sampai kapapun dia cuma bajingan ga berguna buat gue."
Masih sangat jelas sorot penuh dendam dari mata Jaehyun. Nada bicaranya emang tenang dan santai, tapi gue bisa rasain adanya getaran emosi yang kuat disana. Ya kembali lagi, mana ada kakak yang bisa maafin seseorang yang udah ngerusak hidup adiknya dengan mudah.
Cklk!
Perhatian kita berdua terusik oleh sosok yang tiba-tiba muncul dibalik pintu kamar.
Mingyu.
![](https://img.wattpad.com/cover/178031939-288-k437756.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Really Bad Boy✔️✔️
Fiksi PenggemarKetika Sungyoung harus berurusan dengan pria yang merupakan pria paling brengsek yang pernah ia temui. Sialnya, ia harus jatuh cinta! 🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞