Mendapat Tumpangan

32 12 4
                                    

Pagi ini Ibu bangun paling pagi, disusul Leona, lalu Leonel, seperti biasa. Tidak keluar dari kebiasaan pagi pula, pertengkaran kecil antara kakak beradik hadir.

“Bang, jangan lama-lama!” seru Leona di depan pintu kamar mandi.

Lima belas menit lagi adzan subuh akan dikumandangkan, Leona ingin segera mandi karena memang sudah menjadi kebiasaannya mandi sebelum solat subuh.

“Iya iya, ganti baju.”

Ya beginilah enaknya menjadi anak laki-laki, -lebih- terbebas dari pekerjaan rumah. Leona memang bangun lebih awal dari si Abang, tetapi yang masuk ke kamar mandi duluan siapa? Si Leonel. Leona harus mencuci baju semua anggota keluarga, tak terkecuali baju Leonel.

“Leona sangat luar biasa dalam memilih kata yang membuatku tertawa. Memang benar anak laki-laki lebih terbebas dari pekerjaan rumah. Haduh, jadi ingat Jawwis yang malas mencuci kaos kaki dan sepatu sekolahnya.”

“Eh Dek, di saku bajuku yang kamu cuci ada uangnya kan?” tiba-tiba Leonel teringat sesuatu.

Rezeki kamu Leona, jangan dikembalikan.”

“Iya.”

“Baguslah,” Leonel lega mendengarnya.

“Rezeki anak cantik," ujar Leona.

Bagus. Aku juga begitu tiap menemukan uang di saku Jawwis."

“Hah. Apa? ” jujur Leonel memang tidak mendengar.

“Jadi hak ku kan?” tanya Leona mencoba memancing emosi Leonel.

Leonel sudah selesai dengan urusannya di kamar mandi. Ia segera membuka pintu. Rupanya itu membuat Leona sedikit terkejut. Selesai keluar dari kamar mandi bukannya terlihat semakin tampan Leonel malah lebih mirip mayat hidup, pucat sekali.

Perempuan ini tertawa gelak.  Membayangkan wajah suaminya.

“Kaget Bang!” sambil memukul lengan sang Abang.

Leonel memperlihatkan wajah bingungnya, yang diterjemahkan oleh Leona sebagai pertanyaan, “kenapa se kaget itu?”

“Sudah putih itu jangan mandi lama-lama, jatuhnya pucat pasi, seperti haem.”

Haem? Apa itu haem? Salah tulis kali ya?”

“Haem apa?”

“I i i i i iiii....”

Oo.. Hahaha.”

Perempuan ini terpingkal-pingkal.

“I i apa? Kamu kurang sehat ya?”

“Hantu Bang, Haem.”

“Haem haem. Orang dewasa gak paham haem haem, ghost, hantu, arwah kek, demit juga paham kalau demit.”

“Oh ya Abang kasih tahu, mbok  yo kalau kaget jangan suka mukul,” lanjut Leonel.

“Spontan.”

“Spontan nya jelek banget. Oh ya, mana?”

“Apa?”

“Uang.”

“Setelah dipikir-pikir baju milik Abang kan Leona yang mencuci, tiga tahun terakhir lho Bang, Leona tidak pernah minta imbalan,” ujar Leona lalu melepas senyum lebar di penghujung kata.

Ah, betul tuh Leona. Dikira gak capek nyuci serumah.”

“Itu bukan uang dua ribu.”

(Bukan Berarti) Ia Takluk Oleh HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang