28 (cerita liburan)

667 82 197
                                    

Beberapa hari kemudian, hari ini sekolah sudah dimulai. Fahri bersiap-siap dengan cepat agar bisa datang lebih awal.

"Mom!" panggil Fahri.

"Sudah membaik?" tanya Angelina.

"Iya dong, masa patah hati cengeng sih, kan aku cowok!" pekik Fahri dengan semangat.

"Baguslah kalau anak mom tidak sedih lagi," ucap Angelina.

"Aku jalan kaki ya ke sekolah, bareng yang lain," ucap Fahri.

"Tidak mau diantar oleh daddy?" tanya Angelo yang datang merangkul pundak Fahri.

"Enggak dulu deh," jawab Fahri.

"Jangan bolos ya," pesan Angelo.

"Yah, aku nggak pernah bolos tahu, sudah bodoh malah tambah bodoh kan nggak lucu," jawab Fahri.

"Hush, omonganmu jangan begitu," ucap Angelina.

"Hehehe, bercanda kok," tawa Fahri.

"Oh iya, abang kemana?" tanya Fahri, yang tidak melihat Roy di mana pun.

"Barusan sudah pergi duluan, ada jadwal operasi katanya," ucap Angelina.

"Ayo sarapan dulu biar semangat menjalani hidup ini yang penuh lika-liku kehidupan," ucap Angelo.

"Daddy, omongannya sangat puitis sekali," ucap Fahri.

"Biar kamu semangat, nak," jawab Angelo.

"Hehehe, makasih daddy," jawab Fahri.

"Sama-sama," jawab Angelo.

Mereka sarapan bersama-sama sambil bercanda dan tertawa. Setelah itu, Fahri pergi menuju rumah Danel untuk berangkat bersama ke sekolah.

Setelah berkumpul, mereka langsung menuju tempat menunggu angkot yang lewat, dengan langkah penuh semangat dan keceriaan khas mereka.

"Ri, sabar ya," ucap Danel dengan wajah serius.

"Jangan bahas apa-apa soal dia dulu, gua malas banget," jawab Fahri, masih dengan nada kesal yang menandakan hati yang belum sembuh.

"Di kelas kita berteman seperti biasa, tapi hati gua masih sakit aja, dia malah nikah sama kembaran gua sendiri!" keluh Fahri, dramatisnya setengah mati.

"Ri, lu tahu nggak tentang Jembatan Si Manis di Ancol?" tanya Ridho, mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Tahu lah, gua," jawab Fahri tanpa semangat, berharap bisa lupa sejenak dari masalahnya.

"Gua kayak dia kan?" tanya Ridho, dengan penuh percaya diri.

"Maksud lu?" tanya Fahri, mulai merasa ada yang aneh.

"Manis gitu, buat adem mata," jawab Ridho dengan senyum narsis yang sudah biasa dilihat, namun tetap saja mengganggu.

Mereka semua saling berpandangan bingung, tapi Ridho malah tambah narsis, tersenyum lebar dengan bangga.

"Lu bukan manis, Dho," jawab Fahri, sambil menggulung mata seolah tak percaya.

"Terus apaan dong?" tanya Ridho, kebingungan.

"Sepet, kayak buat kesemek!" jawab Fahri dengan santai, namun penuh sindiran.

"Eh, lu pernah nyobain ya?" pekik Ridho, kaget dengan jawaban Fahri.

Fahri (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang