Ami histeris, dengan tergesa-gesa memasukan semua barangnya kedalam koper, ia tidak memperdulikan orang-orang yang menahannya.
"Ami, tenang. Kenapa kau seperti ini?" tanya Bigael, saat baru saja bangun ia langsung menemui Ami karena mendengar suara tangisan Ami memenuhi rumah. Dan benar Ami sedang mempersiapkan barang-barangnya.
"Aku mau pergi kak! Aku tidak sanggup, setiap hari harus begadang takut pembunuh datang dan juga aku tidak sanggup melihat mayat dengan luka mengerikan. Aku harus pergi sebelum aku berakhir seperti mereka!" Ami menutup kopernya lalu menarik koper itu pergi.
Baru saja turun dari tangga terdengar tembakan yang entah dari mana, Bigael terdiam menatap sekeliling mencoba mencari tahu asal suara.
"Ami!" panggil Bigael. Ia syok menatap Ami berdiri mematung, koper yang dipegangnya terlepas.
"Kak Bigael!" Ami berbalik menatap Bigael yang masih berada diatas tangga. Wajah Bigael memucat menatap bagian dada Ami tertancap sebuah kayu, ukuran kayu itu sebesar tangan bayi.
"Kak!" tangis Ami tak lama terdengar jeritan. Bigael dengan cepat berlari kearah Ami sebelum Ami tumbang.
"Kau tidak apa-apa?" panik Bigael memegang Ami. Nafas Ami tersengal sengal, seakan paru-parunya butuh asupan oksigen.
Penglihatan Ami perlahan menggelap, kesadaran mulai hilang membuat tubuh Ami lemas, tak berdaya. Kayu itu tertancap tepat dimana letak hati Ami.
"La... La-r...i!" ucap Ami terputus-putus Bersamaan habisnya nafas.
"Tidak! Ami! bangun! Bangun!" pekik Bigael memeluk tubuh gadis mungil itu. Selain Lucas tidak ada yang berani menghampiri Ami, mereka takut jika menjadi korban berikutnya karena ikut campur dalam urusan Ami.
"Siapapun tolong! Bawah Ami kerumah sakit ia masih bisa di selamatkan!" pekik Bigael, tak ada yang meresponnya bahkan Lucas yang sebagai penanggung jawab tidak berkata apa-apa ia hanya terdiam.
"Ayo bantu!" bentak Bigael.
"Maaf, gerbang aku kunci, siapapun yang keluar dan yang masuk akan menjadi korban, sebelum korban semakin bertambah aku menutup pintu gerbang, maaf tidak bisa membantu!" ucap Lucas.
Bigael menatap kesal Lucas. Ia yakin jika pembunuhan di rumah ini merupakan konspirasi lucas, bukannya panik melihat korban pria itu terlihat santai.
"Akan ku cari pembunuhan Vuoto! Akan kubuktikan kalau kau ada dibalik semua ini" batin Gael.
Lucas menunduk menatap kayu yang tertancap di tubuh Ami. Ia mencabut kayu itu setalah yakin Ami sudah tidak bernyawa lagi.
"Lihat. Vuoto Killers," ucap Lucas tampak di kayu itu tertulis dengan huruf kecil. "Abjad. An-Am-Bi-De-Di-Fe-Il-Lu-Ma-Ma-Th-Vy." Lucas membaca kode dalam kayu itu.
"Abjad?" ingatan akan kata-kata Ami memenuhi otaknya.
"Alphabet killers," batin Bigael menatap Lucas. Wajah Lucas tidak kalah serius. Ingin memecahkan kode pada kayu.
"Bisakah aku meminta daftar nama penghuni rumah ini?" Lucas menatap Bigael curiga.
"Akan kupecahkan kode itu. Jadi jangan mencurigaiku." Lucas mengangguk.
"Akan kuberikan padamu setelah menyelesaikan jasad Ami." Lucas berjalan kearah Ami. Meraih tubuh mungil itu kedalam gendongannya, membawa pergi.
Bigael menatap sekeliling rumah was-was jika pembunuh itu mengincarnya.
"Siapapun kamu aku akan menemukanmu!" batin Bigael.
Suara ketukan pintu, mengalihkan perhatian Bigael, tanpa sadar Bigael meraih sapu dalam kamar. "Tok!tok!tok!"
"Siapa!" tanya Bigael.
"Lucas!" Gael bernafas lega menyimpan sapu lalu membuka pintu kamar.
"Ya ada apa?" tanya Gael. Lucas memberikan sebuah kertas.
"Yang kau minta pagi tadi," balas Lucas. Gael menerima kertas itu.
"Terimakasih. Aku mau bertanya lagi, sejak kapan pagar itu terkunci?" tanya Gael.
"Sejak kematian dua polisi kemarin." Bigael mengangguk.
"Terimakasih, aku masuk kamar dulu." ucap Bigael menutup pintu.
Setelah menutup pintu Gael langsung menatap daftar nama penghuni rumah, tatapannya jatuh pada urutan nama penghuni rumah kos. Bigael, lucas, Anita, Deren. Dinael, Margaret, Ilex, Mark, Vyra, Thony, Felix,dan Ami. Lalu menatap kode yang diingatnya pagi tadi, "An-Am-Bi-De-Di-Fe-Il-Lu-Ma-Ma-Th-Vy" bisik Gael."An-Anita, Am-Ami, Bi-Bigael, De-Deren, Di-Dinael, Fe-Felix, Il-Ilex, Lu-Lucas, Ma-Mark, Ma-Margaret, Th-Thony, Vy-Vyra. Benar sesuai Alfabet. Setelah Ami berarti Aku. Tidak-tidak!" Gael menarik rambutnya frustasi, takut dirinya menjadi korban, benar ucapan Ami. Pembunuhan ini sesuai abjad nama.
"Tunggu! Bukankah cuma aku dan Ami yang mendengar cerita tentang alphabet killers, jangan-jangan benar salah satu penghuni rumah ini adalah pembunuhnya ia berhasil mendengar percakapan ku. Dari mana ia tahu susunan nama penghuni, aku saja yang sudah lama disini baru tahu nama-nama penghuni lainnya, dan bukankah kata Lucas gerbang sudah dikunci sejak kematian dua polisi itu. Apa jangan-jangan Lucas pembunuhnya, tapi dia ada saat aku melihat bayangan aneh kemarin. Aku harus memecahkan siapa pelakunya!" bisik Gael, ia meremas kertas kode yang berhasil di pecahkannya.
Malam yang cukup aman untuk Gael tidur, tak ada tanda-tanda ia akan mendapatkan teror. Tubuh dan fikiran Bigael memang butuh istirahat setelah kejadian mengerikan kemarin. Malam damai berlalu begitu saja.
"Argh!" pekik Gael, ia mengira malam yang dilaluinya damai, ternyata tidak sama sekali, saat terbangun ia mendapati tulisan di atas selimutnya 'TEMUKAN AKU' dan dua bola mata di atas pangkuannya.
Keringat dingin bercucuran membasahi tubuhnya, bukankah ia mengunci pintu kamarnya, bagaimana bisa ia mendapatkan tetor dalam kamarnya sendiri. Jawaban yang bisa mewakili pertanyaannya saat ini iyalah "Lucas!" hanya pria itu yang bisa bebas keluar masuk kamar penghuni rumah ini, karena hanya dia yang memiliki kunci cadangan setiap kamar.
"Aku harus menenangkan diriku sebelum bertemu Lucas, aku tidak boleh lemah, hanya karena sepasang bola mata ini aku terlihat lemah. Tidak aku harus kuat," bisik Bigael menguatkan dirinya. Ia melempar dua bola mata manusia yang entah punya siapa dan juga selimut yang bertuliskan dengan noda darah.
"Aku harus minta penjelasan, Lucas!" Gael turun dari ranjang dan bergegas membuka pintu. Saat membuka pintu sosok berwajah aneh berdiri didepan pintu kamarnya sambil menyeringai, kaget dengan apa yang dilihatnya Gael hanya bisa mundur sambil menenangkan dirinya dari rasa kaget. Yang membuat Gael lebih tenang karena sosok mengerikan itu tidak bergerak sama sekali, tidak menyerang atau menakutinya lebih.
"Kau siapa?" tanya Bigael. Ia memberanikan diri."Kau ternyata pencuri manekin ku!" tuduh seseorang dibalik manekin yang terpajang di depan kamar Bigael.
Mengetahui sosok mengerikan itu manekin, Bigael langsung menendang boneka itu agar menjauh darinya.
Syok menatap bonekanya teraniaya, pria itu menatap horor Gael."Apa yang ku lakukan pada kesayanganku!" bentak pria itu tidak terima.
"Emang kau mau tanggung jawab kalau aku jantungan! masalah pembunuh saja sudah membuatku gila ditambah kesayanganmu yang mirip orang gila!" pekik Gael. Pria itu hanya mengorek telinganya.
"Itu deritamu." pria itu mengangkat manekin miliknya lalu memasuki kamar miliknya, ternyata pria itu tinggal di kamar sebelah kanannya karena di kiri kamar Ami dulu.
"Pria gila, semoga kau mati lebih dulu dariku pria gila pencinta monster!" kesal Bigael keluar kamar, kembali ke tujuan awalnya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's In The Dark
Детектив / ТриллерRate: 17+ menceritakan seorang gadis yang berusaha bertahan hidup dari teror pembunuh berantai. pembunuhan itu terkenal dengan nama pembunuhan Vuoto. karena di setiap korban si pembunuh meninggalkan kode Vuoto yang artinya hampa. pembunuhan yang be...