Langkah Bigael terhenti tepat di depan pintu kamarnya. Pintu yang awalnya tertutup kini terbuka lebar.
Apakah Bigael lupa mengunci pintunya tadi, hingga daun pintu terbuka lebar. perasaan ia sudah menguncinya.
Dengan pelan Bigael berjalan mendekati pintu ia mengintip isi kamarnya takut-takut jika ada pembunuh didalam menunggunya.
Lagi-lagi wajah syok Bigael ditunjukan. Bukan hanya ranjang yang terhambur semua barang-barangnya teracak acak di lantai.
"Siapa kau sebenarnya!" pekik Bigael ia sudah tidak bisa menahan emosinya, setiap waktu dalam ketegangan bahkan untuk tidur pun Bigael susah, bayangan akan sosok Vuoto memenuhi pikirannya.
"Kapan ini berakhir!" tangis Bigael. Ia masuki kamar lalu merapikan isi kamarnya yang terlihat habis kena gempa dasyat. Tak ada hal mencurigakan selain terhamburnya barang-barang Bigael.
"Akan kuhabisik kau!" umpat Gael.
Memerlukan cukup banyak waktu, hingga kamar itu kembali bersih seperti semula, barang-barang juga tertata rapi membuat siapa saja yang melihatnya merasa nyaman. Bigael duduk di depan meja rias ia memegang kepalanya, sosok Vuoto merupakan teka-teki besar yang harus di pecahkan."Bukankah tadi penghuni rumah berkumpul di bawah! hanya pria aneh ini yang tinggal di kamarnya. Aku harus menemui pria itu, tapi kalau bukan si aneh yang melakukan aku pasti akan malu sekali." Gael hanya bisa mengusap kasar wajahnya. Entah sampai kapan ia harus bertahan dirumah ini, persediaan makanan pun mulai menipis. Bagaikan buah simalakama. Ujung-ujungnya kematian menunggu.
"Tidak makan pasti mati, makan tetap mati juga, tapi masih mending makan walau ujung-ujungnya mati." Bigael menghempaskan tubuhnya kebelakang menatap langit-langit kamar, "aku harus bergerak!" Bigael bangkit dari posisi rebahannya ia meraih ponsel. sudah beberapa hari ponsel itu di mode pesawat kan. Itu agar tak ada yang menghubungi Bigael."Tok!tok!" ketukan pintu disalah satu kamar penghuni. Cukup lama Gael mengetuk hingga pintu itu terbuka.
Pria berkaca mata berdiri tepat di depan Gael."Ada apa?" ketus pria itu.
"Aku ingin bertanya. Dimana kau saat malam kematian Anita, dan Margaret?" tanya Bigael, ponselnya kini sudah mulai merekam.
"Malam kematian Anita? Kau mengiraku sebagai pembunuhnya?! Aku berada di kantor saat malam itu terjadi, dan semalam aku ada dalam dikamar ini karena takut jadi korban saat keluar malam hari, puas! Jangan mengangguku!" pria itu menutup pintu kamarnya.
"Aku berfikiran bahwa kau pelakunya karena tak ingin di introgasi!" pekik Gael sambil menendang pintu kamar pria itu.
"Kau menuduhku!" Pria itu kembali buka pintunya.
"Bukankah seperti itu, kau takut diinterogasi, aku seperti ini karena mencari siapa pembunuh Vuoto itu, dan kau sangat mencurigakan apa salahnya memberitahu apa yang kau lakukan malam itu."
Pria itu memasang wajah kesal.
"Aku sibuk. Yang jelas aku memiliki penyakit. Trauma pada darah, apapun yang berurusan dengan luka dan darah aku pasti tak akan mendekat, melihat Margaret tadi sudah sukses mengeluarkan isi perut ku." pria itu membuka lebar pintu kamarnya, muntahan memenuhi lantai kamar pria itu. Gael merasa mual melihat situasi dalam kamar si pria."Jangan mengangguku aku mau membersihkan kamar dulu!" tanpa disuruhpun Gael langsung pergi, tak bisa dibayangkan tinggal beberapa menit dengan pemandangan seperti itu, bisa-bisa isi perut Gael ikut keluar.
"Pria jorok!" ucap Geael mematikan recorder pada ponselnya.
Ia kembali mengetuk pintu kamar seseorang.Kali ini ia tidak lama menunggu seorang wanita membuka pintu, mata wanita itu bengkak akibat menangis. Gael tahu nama wanita itu Vyra, wanita yang marah pagi tadi.
"Maaf mengganggu aku ingin bertanya sesuatu." wanita itu mempersilahkan Gael masuk ke dalam kamarnya.
"Mau bertanya apa?" tanya balik Vyra.
"Kmu ada dimana saat malam kematian Anita dan Margaret?" Vyra menetralkan dirinya dari tangis."Malam saat kak Anita tewas aku ada dirumah ini tapi sudah tidur, malam itu aku bersama Margaret, tapi semalam aku sedang menelepon keluargaku, membohongi keberedaanku pada mereka agar mereka tidak kemari karena khawatir, lihat ini durasi panggilan kami semalam." Bigael menatap ponsel Vyra ternyata benar Vyra semalam teleponan dengan keluarganya, tertulis nama Mommy di layar ponsel.
"Durasi panggilannya cuma selama tiga jam setelahnya kau melakukan apa." Vyra menggeleng.
"Aku tidur, bangun-bangun saat membuka jendela aku melihat Margaret sudah terbaring mengerikan!" tangis Vyra kembali pecah. Bigael yang menaikan alisnya menjadi tidak enak pada Vyra,karena membuat wanita itu menangis lagi, sedekat itukan Vyra dengan Margaret hingga gadis itu menangis sesenggukan.
"Baiklah, aku pamit dulu." Bigael bangkit ia merasa tidak enak pada Vyra karena datang mengganggunya.
Tepat saat keluar dari kamar Vyra, Bigael mendapati si pria misterius lewat didepannya, tampak pria itu membawa sebuah mangkok di tangannya."Tunggu!" ucap Bigael menghentikan pria misterius itu. Informasi dari Lucas kalau nama pria itu Deren.
"Deren! Aku mau bertanya sesuatu!" Gael berdiri memotong jalan Deren.
"Jangan mengajakku bicara, kita tidak saling kenal dan tak akan pernah kenal," ketus Deren ia memutar tubuhnya, dengan cepat Bigael menarik ujung Baju Deren. Walau Deren seorang pria tapi ukuran tubuh Deren tidak jauh berbeda dengan Bigael.
"Jangan menyentuhku!" sinis Deren.
"Aku cuma ingin bertanya!" balas Bigael tidak kalah sinis."Aku tidak mau berhubungan denganmu, bertanya pada yang lain saja," potong Deren meninggalkan Bigael.
"Sialan, bagaimana bisa mengetahui informasi dari mereka jika diajak bi,ara saja susah," batin Gael menatap punggung Deren menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's In The Dark
Tajemnica / ThrillerRate: 17+ menceritakan seorang gadis yang berusaha bertahan hidup dari teror pembunuh berantai. pembunuhan itu terkenal dengan nama pembunuhan Vuoto. karena di setiap korban si pembunuh meninggalkan kode Vuoto yang artinya hampa. pembunuhan yang be...