Rumah mewah terlihat dari bangunannya yang menyerupai rumah bangsawan eropa, outdoor dan interior yang dirancang sedetail mungkin membuat banyak pasang mata iri. Bukan hanya rumah yang besar, perkarangan rumah terhitung luas. Di kelilingi pagar tembok yang siapa saja melihat pasti akan mengira bahwa rumah itu aman dari perampok.
Siapa saja yang melihat rumah itu akan mengatakan hal sama 'surga bagi kaum kos' dan kata surga itu hilang seketika sejak terjadinya inside Anita.
Kematian Anita menjadi masalah, penghuni rumah menjadi takut bahkan was-was. Rumah yang awalnya menjadi surga untuk mereka pulang seketika berubah menjadi neraka hanya karena satu peristiwa. Yaitu pembunuhan Anita dengan cara keji.
Pihak kepolisian sudah membereskan kan masalah kematian Anita dan menyelidiki siapa pembunuhnya, tapi belum ada hasil apapun.
Sama halnya Bigael, Ia masih trauma akan peristiwa Anita, ia tidak berani pulang malam takut jika dirinya menjadi korban.
Tok! tok! tok! Ketukan dari pintu buat Bigael terlonjak kaget. Ia baru saja memejamkan mata dan suara ketukan itu membuatnya kaget.
"Ya! Siapa?" tanya Gael membuka pintu. Tampak seoarang wanita berdiri. Wanita itu bukan lain Ami penghuni sebelah kamarnya.
"Anu Kak, disuruh ngumpul di bawah, pihak kepolisian datang," ucap Ami. Gael mengangguk.
"Makasih informasinya." kedua ya bersama-sama ke lantai bawah tampak penghuni lain sudah kumpul mendengarkan sang polisi. Gael ikut mendengarkan.
"Pembunuhan yang terjadi pada Anita kami menyebutnya pembunuhan Vuoto, karena tidak ada bukti lain selain kata Vuoto. Kami mau bertanya apa sosok Anita memiliki musuh?" tanya salah satu polisi.
Sesama penghuni rumah saling tatap lalu menggeleng.
"Bicara soal musuh, kami tidak tahu. Tapi sepertinya mustahil karena sosok Anita sangat baik." jawab pria si penanggung jawab rumah.
Kedua polisi itu mencatat apa yang keluar dari mulut si pria.
"Apa ada tamu saat kejadian malam itu, kami kewalahan mencari karena di lokasi kejadian tidak ada bukti dan juga rekaman CCTV tidak menunjukan sesuatu dari pembunuh itu. Kami bahkan berfikir jika pembunuh Vuoto adalah salah satu dari kalian." Bigael menatap orang-orang yang ada disekitarnya, ucapan anggota kepolisian ada benarnya, pembunuhan yang terjadi begitu rapi. Secara logika bagimana bisa pembunuh itu bisa masuk masuk ke rumah ini yang secara nyata terlihat keamanannya yang ketat.
"Jadi bagaimana dengan kami, bagaiman jika pembunuh itu datang lagi?" tanya Ami. Terlihat jelas wanita itu gemetar ketakutan.
"Kami akan membantu keamanan dirumah ini, kami pamit pergi. Telepon kami jika terjadi hal mencurigakan." kedua polisi itu bangkit dari duduknya, pamit pergi.
Setelah anggota kepolisian itu pergi, sesama penghuni rumah saling tatap, terlihat jelas di wajah mereka rasa curiga satu sama lain. Bigael juga demikian, ia mengambil jarak dari orang-orang itu. Selain Ami ia tidak kenal siapapun, kesibukannya pada pekerjaan membuat Bigael lupa untuk berkenalan satu sama lain.
"Jangan bilang kau mencurigai kami," ucap seorang pria. Bigael menggeleng.
"Tidak aku hanya ingin istirahat, lelah seharian." Bigael bergegas meninggalkan orang-orang.***
Seperti hari biasa, Bigael bangun tidur, sarapan, bersiap kekantor. Sepertinya pergi dari rumah ini sedikit menenangkan untuk Bigael, berada di luar membuatnya lebih aman, selagi pembunuh itu belum tertangkap maka Bigael harus berhati-hati.
"Pagi kak Bigael!" sapa Ami, penampilan gadis itu rapi bersiap untuk ke kampusnya.
"Pagi juga Ami, kelas pagi?" tanya Bigael berjalan beriringan.
"Kelas siang, aku lebih nyaman di luar, kayaknya tidak lama lagi aku keluar dari rumah ini, setiap malam harus begadang takut di datangi pembunuh," ucap Ami megang wajahnya.
"Uss ngomong apa, lagian mana kita tahu pembunuh itu datang kembali, mentang-mentang ada yang mati kamu berfikirnya akan ada lagi korban." Ami tersenyum geli.
"Ya siapa tahu kan dia pembunuh berantai kayak di film film, membunuh seisi rumah satu persatu, bicara tentang pembunuhan berantai aku langsung ingat tentang alphabet murders, yang membunuh korban sesuai alphabet lokasi. Jangan jangan disini alphabet murders juga tapi sesuai urutan nama. Ah jangan kan aku yang jadi korban selanjutnya jika sesuai abjad kak Bigael setelah aku." Bigael menepuk kepala Ami.
"Kau terlalu banyak menghayal. Seharusnya kau mengatakan semoga ngak ada korban lagi, malah cerita tentang Alphabet murders." langkah Bigael terhenti menatap dua anggota kepolisian semalam, kini berdiri di depan Ami dan Bigael dengan kondisi leher terikat, kedua bola mata hilang, mulut keduanya terjahit dan jari-jari tangannya hilang.
Ami dan Bigael ambruk seketika menatap kedua mayat polisi itu.
"Argh!" jerit Ami histeris, berbeda dengan Bigael yang syok seketika, jangankan berteriak, menggerakan tangannya saja ia tidak bisa. Beberapa penghuni rumah ada yang keluar ada juga yang sembunyi, seakan mereka tahu tapi pura-pura tidak tahu."Astaga!" ucap pria berambut sedikit panjang. Di lengan kedua polisi itu tertulis kata Vuoto.
"Vuoto killers!" ucap Ami. Ia meraih buku hasil penyelidikan sang polisi yang tergeletas saat membukanya sebuah tulisan dari kulit tertulis 'silahkan ikut campur, maka kalian ikut bergabung'.
"Tidak!" teriak Ami.
"Tenang, kita harus sembunyikan hal ini, jika orang lain tahu mereka akan ikut jadi korban. Sial!" pria itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia frustrasi melihat orang yang membantunya memecahkan kasus kini jadi korban.
Bigael menatap kedua anggota kepolisian yang tergantung, lalu menatap sekeliling. Mata Bigael menangkap sosok aneh sepersekian detik sebelum sosok itu bersembunyi.
"Dia ada dalam rumah ini, aku melihatnya!" bruak! Tubuh Bigael seketika tumbang, syok berat melandannya, siapa yang tidak syok mendapati dua mayat yang tergantung dengan penampilan mengerikan. Tangis Ami pecah, samar-samar terdengar jika anak itu akan pergi dari rumah ini. Ia tidak sanggup untuk bertahan.Perlahan-lahan, mata Bigael terbuka, matanya menatap situasi asing, dengan cepat Bigael bangkit dari baringnya.
"Aku dimana!" panik Bigael. Pria tampan berdiri tidak jauh darinya, pria itu tersenyum.
"Kau ada di ruanganku, tadi kau pingsan karen tidak tahu mau membawamu kemana aku bawah kesini saja. Soalnya kamarmu terkunci." Bukannya berterimakasih, Bigael malah menunjuk pria itu sambil berteriak.
"Kau siapa!" pertanyaan yang sukses membuat si pria tertawa sambil menatap heran.
"Kamu tidak tahu siapa aku?" tanya pria itu menunjuk dirinya sendiri. Bigael menggeleng, tapi ia tidak asing dengan wajah pria itu.
"Sepertinya efek benturan saat kau pingsang berakibat fatal. Kau melupakanku si penanggung jawab rumah kos ini." Bigael mencoba mengingat.
"Aah aku ingat, tapi siapa namamu?" tawa mengejek dari pria itu terdengar.
"Bukannya kita sudah saling kenal saat kau mendaftar untuk tinggal dirumah ini, oh ia masalah tadi jangan beritahu siapapun, korban akan semakin bertambah jika kejadian ini diketahui orang luar. Oh iya namaku Lucas, jangan sampai lupa lagi." Bigael mengangguk.
"Tapi polisi tadi?" tanya Bigael lagi.
"Sudah kami bereskan, kamu tinggal diam saja."
"Tapi kan, itu sama halnya membantu aksi si pembunuh," protes Bigael.
"Kau mau kalau orang lain tahu maka korban bertambah lagi, aku akan memberitahu pihak kepolisian jika pembunuhnya sudah di temukan, aku tidak mau bertambah korban yang tidak bersalah, dan membuat rumah ini memiliki nilai buruk."
KAMU SEDANG MEMBACA
He's In The Dark
Misterio / SuspensoRate: 17+ menceritakan seorang gadis yang berusaha bertahan hidup dari teror pembunuh berantai. pembunuhan itu terkenal dengan nama pembunuhan Vuoto. karena di setiap korban si pembunuh meninggalkan kode Vuoto yang artinya hampa. pembunuhan yang be...