Penguntit

3 4 0
                                    

Lucas memasuki kamar Bigael. Ternyata benar, kamar itu baru saja dimasuki oleh seseorang. Bigael merasa ketakutan, berarti selama ini ia diperhatikan oleh seseorang, jangan-jangan hal yg intim tentang dirinya diketahui oleh Vuoto.

"Siapa! Dia. Berarti selama ini aku sudah diperhatikan." Bigael memeluk tubuhnya, ia gemetar, penguntit-an akan dirinya lebih mengerikan dari teror pembunuhan.

Lucas menatap Bigael, lalu mendekati lobang yang tertutup oleh gambaran. Lobang yang tertutup itu sangat sempurna, tidak terlihat jika di gambar itu ada lubang yang tembus dengan kamar Ami. Lucas mengernyitkan dahinya, tercium bau aneh dari dinding tepat dibawah lubang itu berada.

"Bau ini? Aku kenal," batin Lucas. Melihat Bigael ketakutan, Lucas menatap jam, ternyata sudah pukul dua dini hari, seharusnya Bigael istirahat. Melihat kondisi sekitar, tidak mungkin Lucas meninggalkan Bigael dikamar yang sudah ada tanda peringatan.

"Malam ini kau tidur ditempatku saja, melihat kondisi kamarmu aku yakin Vuoto akan datang kembali, aku tidak menjamin jika Vuoto tak mengakhiri hidupmu malam ini." Lucas menatap Bigael.

Bigael menatap Lucas dengan tatapan bahagia. Setidaknya malam ini ia bisa menyelamatkan nyawanya dari pembunuhan, mengetahui bahwa kamar sudah tak aman lagi membuat Bigael putus asa.

"Terimakasih!" Bigael bangkit dari posisinya tadi.

"Sama-sama, ayo." Karena masih gemetar, langkah Bigael terasa berat. Ia sulit bahkan hanya untuk melangkah.

"Ada apa?" tanya Lucas lagi.

"Tak tahu kakiku berat untuk jalan." tanpa kata Lucas mengangkat tubuh Bigael.

"Kita bisa kepagian jika menunggumu berjalan."

Bigael terdiam tak berniat membalas ucapan Lucas. Pria itu benar bisa kepagian jika menunggu Bigael untuk berjalan.

Lucas mengangkat tubuh Bigael seakan Bigael seringan bantal. Tak ada percakapan diantara keduanya, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Istirahat lebih dulu, aku akan berjaga di luar," ucap Lucas menurunkan tubuh Bigael di atas ranjang.
"Terimakasih, aku tidak tahu harus membalas apa," ucap Bigael ia menutup wajahnya menggunakan bantal.
"Cukup kau hidup saja, itu sudah cukup untukku." Lucas berjalan keluar kamar meninggalkan Bigael yang sedang menahan kehangatan dihatinya. Untuk pertama kalinya ada pria yang memperhatikan dirinya bahkan siap ikut campur dalam urusan pembunuhan.

"Terimakasih," ucap Bigael sekian kalinya.

Lucas menyalakan korek apinya, mendekatkan rokor yang sudah bertengger di bibirnya, membakar ujung rokok hingga bara melekat pada rokok itu. Asap keluar dari mulut Lucas saat pria itu menghembuskan nafas.
"Licin sekali, apa benar Deren pelakunya? Dia memang aneh dan sedikit mengerikan, tapi aku tidak bisa menilai nya dari sikap dan penampilannya, itu namanya diskriminasi penampilan," bisik Lucas ia kembali menghisap rokok, menghembuskan nafas keatas membuat bentuk lingkaran pada asap-asap rokok yang melayang ke udara.

"Kenapa rumah ini harus kemasukan pembunuh, menggelikan sekali," hembusan nafas kembali Lucas lakukan.

"Aku harus melihat apakah wanita itu baik-baik saja," batin Lucas ia menghisap rokoknya agar cepat habis.

Bigael menggeleng ia merasakan tubuhnya sulit untuk bergerak dan penglihatannya gelap. Tak ada siapa-siapa suasananya sunyi.

"Tolong!" suara Bigael tertahan sudah sering ia berteriak tetapi suaranya tidk bisa keluar, tertahan pada kerongkongan.

Takut, itu yang dirasakannya, sendiri dalam ruangan gelap, terikat bahkan hanya untuk bernafas Bigael sulit lakukan. Tak ada suara kesunyian seakan memecahkan gendang telinga Bigael.

"Wanita bodoh!" suara aneh tapi tak asing untuk Bigael.

"Kau lagi!" kali ini suaranya berhasil keluar.

"Tolong! Selamatkan aku!" pekik Bigael. Terdengar tawa seorang pria, tawa itu mengelegat dan begitu menghina.

"Teriaklah sebisamu! Karena disini hanya ada kita berdua! Hahahah!" tawa pria itu lagi.

"Lepaskan aku Berengsek! Apa kau puas melihatku menderita seperti ini!" pekik Bigael, bukan jawaban yang Bigael dapatkan, melainkan sebuah pukulan diwajahnya.
"Wanita sialan! Kau tidak tahu dirimu kotor untuk hidup!" bentak pria itu dingin. Tubuh Bigael merasakan getaran hebat, ia tidak bisa membohongi dirinya bahwa kini ia ketakutan.

"Kau hanya tau bermain gelap! Lepaskan aku! kita bermain adil!" teriak Bigael.

"Tak perlu menentangku karena kau sudah berada di pintu neraka. Sedikit lagi kau bisa habis," ucap pria itu.

Terasa jelas, leher Bigael terkena sesuatu tajam maju sedikit benda tajam itu akan berdiam di dalam kerongkongannya.

"Tiga!" hitung Pria itu sambil menekan benda tajam itu.

"Dua!" tambahnya lagi menghitung.

"Sa...."

"Tidak!" potong Bigael.

Lucas menatap Bigael bergerak kesana kemari dengan tubuh gemetar. Tampak wanita itu berteriak kata 'tidak'
"Bigael bangun!" ucap Lucas panik ia menepuk pelan wajah wanita itu. Keringat dingin memenuhi tubuh Bigael. Kulitnya lengket akibat keringat.

"Kau kenapa!" panik Lucas lagi ia memukul wajah Bigael sedikit lebih keras.

Pukulan yang Lucas layangkan berhasil membangunkan Bigael.

Bigael terlonjak kaget, menatap Lucas. Ia bangun lalu memeluk tubuh pria itu.

"Lindungi aku, selamatkan aku!" ucap Bigael gemetar. Lucas mengelus pundak Bigael menenangkan wanita itu dari mimpi buruknya. Mungkin akibat kejadian tadi membuat Bigael trauma hingga terbawah kealam mimpi.

"Tenang aku akan menjagamu, itu janjiku!" ucap Lucas menenangkan.

He's In The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang