ayang, ini part dua puluh tiga

141 54 249
                                    

23. Peka dong!

Saling berdiam diri saling mencintai. Keluar dari zona menyadari dan sok berakting berperan menjadi sahabat sejati? Indahnya dunia frindzone ini Besttai.

•••

Lo salting yah Bi? Gue bercanda doang kok tadi.

Gue bercanda doang kok tadi.

Gue bercanda.

Gue bercanda, gue bercanda, gue... bercanda.

Anj!” Aku mengumpat! Hayolah, aku ini kenapa coba? Atas ucapan Dimas dimobil nggak perlu dibawa pusing, “shhhh... haaaa. Hu! Gue lagi kerja lhooo, janganlah kek gini otak, ntar gue nggak fokus terus, ngelakuin kesalahan? Lo nggak bisa tanggung jawab, ‘kan? Malahan imbas ke seluruh badan.”

Aku menstabilkan pikiran untuk diajak sefrekuensi lantaran memikirkan Dimas teruuus semenjak tadi. Nggak tau apa orang lagi kerja!

“Ngapain lo merem-merem kek gitu? Nahan boker Bi?” Zelina bisa nggak sih, mengerti sedikit ekspresi yang aku pajang dari tadi? “Sana gih, daripada lo poop disini, bau Bi. Ingat urat malu, dipake, jangan disia-siain.”

Aku menatap Zelina yang santai bermain dengan komputernya. “Na,” panggilku. Aku mencoba untuk menjadi wanita calm. “Zelina?”

“Apa? Lo pasti nggak bisa poop pake kloset duduk yah? Oh atau nggak, lo nggak bisa cebok pake tisu doang, ‘kan? Hayolah Bi,  jangan malu-maluin gue. Hal kecil gituan aja nggak bisa, belajar dong!” Andai aja, aku punya kontak malaikat penjabut nyawa, pasti aku bakal telpon dia untuk secepatnya menjemput Zelina.

Sabar!

“Na,” panggilku lagi. Kali ini mode sedih. Lagian, aku nggak mau cari ribut Besttai.

Zelina menatapku dengan raut meneliti. “Idih, nahan boker yah?” Kesel juga aku lama-lama:)

Aku membuang pandangan dari Zelina dan... berdecak. Serahlah! Hatiku ini sedang gundah dan butuh asupan kata-kata baik yang dapat dicerna. Untuk sekarang nggak ada yang bantu kecuali Zelina. Mulutku menghela nafas berat. Pupus sudah harapan aku ingin curhat. Terlanjur nggak minat!

“Kenapa sih? Galau banget keknya.” Zelina menyenggol lenganku. Allhamdullilah, sekarang dia waras. “Coba cerita?”

Dengan raut sok tersakiti, aku menatapnya. “Na,” panggilku lagi memelas. Aku sih berharap di mengerti, namun Zelinanya...

“Lo manggil gue terus tapi nggak ada niatan yang jelas! Lo mancing emosi gue atau kurang kerjaan Bi! Heran!” alis Zelina menyambung, “gak usah panggil-panggil kalo lo cuma gabut doang!”

“Ish, gue sedih nih, merana! Perasaan gue diputer-puterin nggak jelas sama dia Na. Galau tauk!” bibirku memaksakan tersenyum pahit, “ha! Kalo lo buka telinga dan dengerin gue baik-baik bicara, cuma itu doang sih obat galaunya. Lo mau bantu gue lega nggak Na? Cuma kasih saran dan pasang telinga doang kok.”

“Curhat?” tanyanya. Tumben Zelina peka. “Ada bayarannya nggak Bi? Satu menit sepuluh ribu, mau?”

Matre jalur bestie!

“Gue cari yang ikhlas kasih saran dan pasang telinga aja, kalo lo nggak mau ya udah, gue juga nggak maksa.” Fokusku teralih ke layar komputer didepan dengan memasang raut nggak enak di pandang.

FriendgameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang