ayang, ini part delapan belas

159 71 244
                                    

18. Momen in kitchen

Kalo udah sama-sama nyaman karena adanya perasan. Lalu, my handsome crush sweetie... kapan nih menentukan tanggal jadi?

•••

Aku harus memulai ngebacot dari kata yang mana dulu nih? Nggak ada stok cerita yang mau aku bacotin hari ini. Ada yang mau request, Besttai?

Nggak ada yah?

Mau sesi tanya-menanya dulu kali? Mungkin, tentang Ayang yang cemburuan? Eng... maksudnya, ngambekan.

Oh ayolah, aku itu tipe-tipe cewek yang nggak, mau, kegeeran.

Skip!

Jadi, kamu semua pasti mengikuti dari kisah sebelumnya kalo Dimas emang nggak lagi good mood banget setelah ngantar aku pulang. Right? Dan penyebabnya tak bukan tak lain adalah, ketika aku curhat to the point topik utamanya nggak jauh-jauh Dirga. Jujurly, aku nyesel curhat tentang mantan ke Ayang tadi. Hem:)

Asal kamu semua tau, wajar aja sih Dimas marah kek sekarang, karena dia saksi mata betapa gelapnya duniaku ketika diambang rapuh. Dari segi aku hancur dan sakit hati, Dimas yang menjadi pelapor untuk aku bangkit lagi. Masa, udah bangkit karena Ayang, aku mengopen lagi tindakan Dirga sekarang? Yang... bau-baunya ngajak balikan? Lagian, tujuan aku cerita ke Dimas semalam, bukan bermaksud buat dia kesal, dasar aku-nya aja yang nanya ‘kalo gue balikan lagi sama Dirga, lo bakal marah nggak?’ itu pertanyaan yang jelas-jelas salah.

Aku baru menyadari dan meringis pelan.

Karena otakku yang gentayangan memikirkan; gimana kalo Dimas ngambek berhari-hari, terus... aku yang ditanggal tua ini harus bagaimana dong? Masa mau ngepet atau nggak, ngemis-ngemis ke jalanan agar memenuhi kebutuhan? Hei! Nggak banget anjir! Aku nggak mau kelaperan akibat kecerobohanku semalam.

Aku melirik jam dinding kamar. Pukul 05.04. Aku dari tadi ngapain coba? Udah pagi aja ternyata.

“Gue harus ngapain yah? Masa, kedap-kedip doang nggak jelas begini?Mana mata gue nggak mau merem lagi,” monologku sendiri. Aku terduduk begitu saja di atas ranjang.

Beberapa menit berikutnya aku menghela nafas panjang. Main hp? Bosen Besttai. Nyalain tv? Emangnya sinetron apa yang bagus pagi-pagi begini?

“Ha! Oke.” tanganku menjentikan jari reflek dan memasang senyum kemenangan. Besttai, jika nggak ada kerjaan ditengah keadaan yang membuat aku jadi serba salah, kenapa nggak memperbaiki keadaannya saja?

Tanpa ada drama turun kasur terpental, terjungkal, terpingkal, kakiku mendarat aman ke lantai.

Aku menuju lemari. Membukanya dengan nggak sabaran, aku mencari kunci... inget nggak pas Dimas ngobatin lukaku waktu itu? Pokoknya, inget pasti! Dia ninggalin kunci serep kontrakannya dimeja riasku. Nah! Kebetulan bannget dia nggak ngambil kembali kunci itu, aku sih mikirnya, mungkin... ada kunci kontrakan lainnya, makannya, aku simpen aja kunci kontrakan Dimas yang satunya. Aku nggak mau lagi ngulangin kesalahan yang sama—ngedor pintu kontrakan Dimas tengah-tengah sebuh—terus, aku dapet karma karena ganggu orang tidur pas bergelut dengan alam mimpinya? Nggak banget ey! Karma ganggu orang tua sadis juga ternyata. Nah lhooo, aku curhat.

Ketemu!

Anjir. Aku senyum sendiri setelah lihat kunci ditanganku. “Oke Febi. Mari, lancarkan aksi,” kataku sok puitis. Dengan drama slomo mencium kunci penuh bakteri ini, aku berjalan layaknya model keluar kontrakan Besttai.

FriendgameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang