Adit punya rencana. Salah satu rencana besar dalam hidupnya. Ia akan meminta restu ibu dan kakeknya terkait hubungannya dengan Fadilla. Bahkan ini akan menjadi pertama kalinya ia mengenalkan seorang wanita pada keluarganya. Tapi, bukankah keluarganya sudah mengenal Fadilla?
Akhir pekan, Adit berkendara menuju rumah kakek. Ia optimis dengan dukungan kakek tapi berbeda dengan ibunya. Ia sadar, ibunya adalah karakter antagonis di dalam kisahnya.
Sambutan hangat ia terima saat tiba di kediaman kakeknya yang luas. Sang kakek tengah memberi makan ikan koi nya. Situasi yang bagus unyuk berbicara santai namun serius. Adit berpikir berbicara dengan kakeknya terlebih dahulu adalah pilihan jitu. Mendapat dukungan dari kakek adalah hal yang sangat menguntungkan baginya karena ia tahu ibunya tak akan berkata banyak jika kakek mendukungnya.
"Kek..." Sapa Adit. Kakek Wijaya menoleh. Senyum bulan sabit muncul di wajahnya.
"Tumben sekali kamu ke sini. Ada apa?"
"Ah, Kakek. Cucunya datang malah ditumben-tumbenin." Jawab Adit seraya duduk di kursi kayu. Kakeknya terkekeh kemudian beliau bangkit dan duduk di kursi yang bersebelahan dengan cucunya.
"Karena tak biasanya kamu datang tanpa undangan dari kami semenjak kamu memutuskan pindah. Jadi Kakek merasa ada yang ingin kamu bicarakan jika tiba-tiba ke sini."
"Kakek benar." Sahut Aldrian setelah menghela napas. Kakeknya sama efisien dengannya. Lebih suka to the point daripada berbelit-belit toh ujungnya sama. "Ada yang ingin Adit sampaikan. Adit ingin menikah."
Kakek mematung. Beliau bahkan tak berkedip hingga beberapa saat. Kemudian gurat di wajahnya mengendur, beliau tersenyum bahkan tertawa lepas. Perasaan Adit mendadak campur aduk. Rasa optimisnya berkurang beberapa derajat. Bagaimana kalau kakeknya tak setuju? Akan mustahil ibunya untuk menyetujui pula. Tapi bukankah selama ini kakek selalu welcome pada Fadilla?
"Kenapa Kakek tertawa? Adit serius Kek." Protes Adit.
"Maaf...maaf... Kakek hanya tak menyangka. Wanita mana yang berhasil menaklukkan hati dingin cucuku?" Syukurlah. Setidaknya ada harapan.
"Kakek sudah mengenalnya."
"Oh, ya? Carrolina?"
"Bukanlah Kek. Adit yang memutuskan hubungan dengannya, tak mungkin aku menikahinya. Lagipula Carrolina sudah akan menikah dengan putra Pak Hadi Santoso."
"Syukurlah kalau bukan dia. Memang dengan siapa kamu akan menikah adalah pilihanmu. Namun kakek akan memintamu mempertimbangkan lagi jika kamu akan menikahi Carrolina atau wanita sejenisnya. Lalu siapa gadis yang berhasil membuatmu ingin menikah?" Mendengar pertanyaan kakeknya membuat wajah Adit merona. "Nah, sekarang wajahmu merona. Sepertinya gunung es cucuku sudah sangat mencair. Kakek benar-benar penasaran siapa dia."
"Dia Fadilla, Kek." Ucap Adit mantap. Ia harus meyakinkan kakek bahwa ia serius. Lagi-lagi Kakek Wijaya tertegun. Sedikit lebih lama daripada tadi, membuat Adit merasa khawatir. Namun perlahan senyum kembali terbit hingga berakhir dengan tawa lepas. Kakek bahkan memegangi perutnya yang terasa kaku karena tertawa. Dalam hati sang kakek berkata, aku sudah tahu!!
"Sejak awal kakek tahu gadis itu akan membawa perubahan pada cucuku. Luar biasa! Kakek harus memberinya hadiah untuk ini."
"Kakek...?!"
"Maaf...maaf.... Kakek hanya tak menyangka kalian akan sejauh ini. Selama ini kulihat kalian sering bertengkar dan suka meributkan berbagai hal. Kamu serius, Dit?"
"Serius, Kek. Sangat serius. Adit belum pernah seserius ini soal wanita. Lagipula masak Adit main-main sama perasaan orang sih."
"Kalian sudah lama?"
KAMU SEDANG MEMBACA
the King of Monster
General FictionGenre: fiksi umum, comedy Punya bos menyebalkan? Bukan impian setiap orang. Namun terjebak di dalam sebuah perusahaan dengan bos menyebalkan, bukanlah sebuah pilihan di saat era banyak phk seperti ini. Apalagi kondisi ekonomi memaksa hati untuk mena...