"Kamu pernah berangan-angan jadi istriku?"
Pertanyaan singkat dari Pak Adit membuatku tertegun sejenak. Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah aku pernah melakukannya? Tidak! Aku tidak pernah. Bahkan berkhayal pun rasanya enggan. Aku menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaannya.
"Kenapa?"
"Karena tidak semua hal itu perlu alasan, Pak. Saya hanya tak pernah sampai berkhayal demikian. Saya hanya merasa tak perlu bermimpi muluk-muluk. Bukankah kita tidak boleh panjang angan-angan?"
Pak Adit mengelap tangannya kemudian melangkah keluar dapur. Ia melewatiku yang ada di depannya. Namun saat sampai di ambang pintu, ia berhenti. Ia menolehkan wajah namun tak berniat membalikkan badan.
"Lain kali jangan takut untuk bermimpi. Yang penting mimpimu baik. Meskipun tampak impossible. Karena kita tidak pernah tahu, mimpi mana yang akan dikabulkan Tuhan." Ucapnya datar, kemudian ia benar-benar pergi.
Aku merasa ada perubahan pada nada suaranya. Tak seramah dan sesantai tadi. Pelan-pelan jantungku terasa seperti tercubit. Tidak nyaman. Perasaan ini, perasaan macam apa ini?
"Jadinya kamu milih siapa nih, Dil? Kakaknya apa adiknya?" Tanya Ratna malam harinya. Kami rebahan di depan tivi 14 inchi di kos. Nonton sinetron stripping yang episodenya sudah hampir ribuan namun tidak tamat-tamat.
"Milih apa?" Aku balik bertanya dengan acuh.
"Ya milih antara Pak Adit apa Mas Fandy." Jawab Ratna.
"Kenapa harus milih? Buat apa?"
"Dasar manusia ini." Omel Ratna. Ia bahkan sampai bangkit dari tidurnya hanya demi mengomeliku, "Kamu itu ngga peka sama sekali."
"Iya. Udah dikasih kode gitu. Jelas banget malah." Imbuh Fida, "Kamu ngga merasa ada niat lain pada kebaikan Pak Adit maupun Mas Fandy? Mana ada laki-laki memperlakukan seorang gadis dengan sangat baik tanpa perasaan apapun darinya. Tidak ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan kecuali ada salah satu di antaranya mengharapkan hal lebih."
"Dia belum berpengalaman." Tambah Bella, sok berpengalaman.
"Kalian ini ngomong apa." Dengusku singkat. Lalu menutup mata.
Bukan tidak peka. Aku peka. Aku sadar ada yang salah. Aku pernah pacaran. Sekali dan gagal. Haduuuhh, kenapa kuungkap lagi. Aku menyadari adalah suatu keanehan jika seorang pemuda tak dikenal tiba-tiba memberiku setumpuk buku dengan harga yang tak murah. Hanya karena sempat akan mengambil buku yang sama sebelumnya. Kemudian setelah kami saling tahu identitas masing-masing, keanehan itu semakin terasa. Dia mengetahui strata sosial kami. Dan sangat tidak wajar bagiku jika dia berteman denganku dan teman-temanku. Bahkan selalu berlaku baik pada kami. Tak jarang dia datang membawa makanan, menraktir kami, mengajak kami nonton. Akan sangat aneh jika dia tak punya maksud apa-apa. Aku juga bukan orang sebodoh dan sepolos itu.
Keanehan selanjutnya adalah seorang direktur muda yang awalnya sangat diktator dan membenciku, pelan-pelan berlaku manis. Terkadang ucapan, gestur dan tingkahnya jujur membuatku tersipu. Aku juga tidak bodoh dalam mengartikan sikap Pak Adit. Namun apakah mungkin jika ada wanita sempurna di sampingnya dan dia lebih memilih wanita biasa saja?
Mereka kakak beradik. Mereka nyaris sempurna. Berteman mereka ibarat Cinderella bertemu pangeran. Aku bukan tidak peka, namun aku berusaha untuk mengabaikannya. Manusia diberkati perasaan namun kita juga diberi akal untuk berpikir. Untuk menyeimbangkan perasaan.
Bagiku, perasaan itu ibarat bola basket. Jika dia dipantulkan di dalam ruangan secara sembarangan, ia bisa menghancurkan isi ruangan itu. Namun jika ia dipantulkan oleh orang yang bisa bermain basket di lapangan, maka ia akan menjadi alat permainan yang hebat. Begitu juga hati. Jika kita tidak bisa mengendalikannya dan meletakkan di tempat yang tepat, maka ia akan menghancurkan segalanya. Itu sebabnya aku mengabaikan apa yang aku rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
the King of Monster
Ficción GeneralGenre: fiksi umum, comedy Punya bos menyebalkan? Bukan impian setiap orang. Namun terjebak di dalam sebuah perusahaan dengan bos menyebalkan, bukanlah sebuah pilihan di saat era banyak phk seperti ini. Apalagi kondisi ekonomi memaksa hati untuk mena...