Segudang omelan dilimpahkan kepadaku hanya karena kekhilafan melamun hingga mengetikkan sederet bahasa alien. Ya salah ketik sih memang bisa berakibat fatal apalagi kalau soal angka. Salah satu digit saja berarti banyak. Tapi salahku kan bukan yang seperti itu. Aku juga bisa dengan cepat memperbaikinya.
Tapi aku sedikit beruntung hari ini karena disuruh membantu Pak Doni mengangkut buku-buku dari kantor menuju kediaman Pak Boss. Tak apa bekerja seperti kuli tapi nanti pas di sana aku mirip pustakawan. Hihihi, padahal aku mana ngerti soal perpustakaan. Aku kan dulu jurusannya akuntansi bukan administrasi perkantoran. Tak apa, yang penting terbebas dari pengawasan si Boss.
"Fadilla, kamu bawa apa?" Tanya seseorang di koridor. Aku menoleh, ternyata Revan!
"Ini buku milik Pak Adit." Jawabku tanpa menghentikan langkah karena kardus yang kubawa cukup berat. Tiba-tiba ia meraih kardus yang kubawa.
"Biar kubantu."
"Eh, tak usah Van." Cegahku dan bermaksud mengambil kembali kardus itu tapi Revan menolak dan malah berjalan mendahuluiku.
"Ini mau dibawa kemana?" Tanyanya. Aku berjalan bersisihan dengannya namun dengan jarak yang amat sangat terjaga.
"Ke kediamannya si Boss." Jawabku singkat.
"Kenapa kamu yang bawa?" Tanyanya lagi. Dalam hati aku bersungut. Haruskah kukatakan kalau aku memiliki pekerjaan sampingan sebagai pesuruh pribadinya si Boss?
"Dia minta bantuanku." Jawabku. Lagi-lagi singkat.
"Masa dia nyuruh perempuan ngangkut kaya gini? Ini kan berat? Ini hanya satu ini atau masih ada lagi?" Tanyanya. Manusia ini, kepo banget sih. Kami memasukki lift. Sial, hanya ada kami berdua yang naik. Kami terpaksa berduaan di ruang sempit ini.
"Ada yang lain. Tapi sudah dibawa sopir pribadi Pak Adit dan OB." Kami memasuki lantai 2 dan tak ada yang masuk. Kapan sampainya di lantai satu. Lagian makhluk ini apa tidak punya kerjaan?
"Lebaran kemarin kamu tidak sowan ke tempat simbah? Kok kita ngga ketemu?"
"Datang kok. Tapi malam hari." Sahutku tanpa menunjukkan ketamahan. Dalam hati aku menambahkan, '...karena aku sengaja tidak menemuimu.'
"Kamu bagaimana bisa sampai sini?" Tanyaku dan segera kumaki diriku sendiri karena buang-buang energi untuk bertanya.
"Doni yang merekomendasikan. Katanya perusahaan ini bonafit." Doni? Pak Doni sopirnya si boss atau Doni pacarnya Ratna? Tapi aku tak bertanya lagi meskipun sepertinya Revan ingin aku bertanya lebih banyak.
Pintu lift terbuka. Aku bisa bernapas lega. Apa di dalam lift tidak ada oksigen yang masuk ya, kenapa rasanya pengap banget tadi.
"Sudah sampai sini, biar aku saja yang bawa." Ucapku. Tapi dia masih menolak.
"Aku bawakan sampai depan sekalian. Tanggung. Ini berat." Preeeeetttttt!!! Makiku dalam hati. Dulu dia tak seperhatian ini. Ibarat aku jalan kaki dari halte sampai rumah membawa karung beras pun dia belum tentu menolong. Dia hanya bertanya apakah berat?
"Aku ngga nyangka kita bisa bertemu di sini. Kita bahkan bekerja di atap yang sama." Ucapnya lagi saat kami sudah melewati lobbi kantor. Di luar, Pak Doni sudah menunggu di belakang bagasi mobil.
Aku tak menyahut. Kenapa sulit sekali bersikap ramah padanya padahal hatiku sudah mulai mencoba berdamai dengannya. Kenapa raut wajahku mengkhianati hatiku.
"Mungkin ini bagian dari takdir." Ucapnya lagi setelah menyerahkan kardus yang dibawanya pada Pak Doni. Kami saling pandang. Mengabaikan keberadaan Pak Doni. Namun aku cepat-cepat memutus kontak mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
the King of Monster
Narrativa generaleGenre: fiksi umum, comedy Punya bos menyebalkan? Bukan impian setiap orang. Namun terjebak di dalam sebuah perusahaan dengan bos menyebalkan, bukanlah sebuah pilihan di saat era banyak phk seperti ini. Apalagi kondisi ekonomi memaksa hati untuk mena...