Chapter 09: pertemuan tak terduga

745 51 0
                                    

Sunday free!!! Yipeeee!!! Akhirnya ada juga hari Minggu. Aku bersorak di dalam kamar. Yups, saatnya meregangkan otot-otot dan otak. Bisa tidur sepuasnya. Pokoknya i like it. Very like it.

Kenapa aku begitu bahagia pada hari ini? Karena kemarin, hari Sabtu yang seharusnya aku libur, aku harus masuk. Karena ada tugas mendadak dari Pak Boss. Dan tentu saja, itu artinya ada monster yang darah tingginya kumat.

Sehabis shubuh, aku berjibaku dengan dengan cucian agar nanti siang aku bisa santai. Bisa tidur sepuasnya tanpa harus memikirkan cucian numpuk. Saat teman-temanku kembali lagi tidur setelah sholat, aku keluar kos buat jalan-jalan. Sendirian karena aku tak berhasil menyeret satupun di antara cewek-cewek itu.

Matahari belum tampak seutuhnya, baru sirat-sirat jingga yang terpancar di ufuk timur. Udara juga masih bersih, belum terkontaminasi asap knalpot. Rasanya lega sekali aku hari ini. Bayangkan, dua minggu ini aku kerja gila-gilaan. Selalu lembur dan hampir tak pernah lihat matahari.

Sampai di taman tengah perumahan, aku berhenti dan duduk di salah satu bangku taman. Mengamati setiap orang yang wira-wiri di sekitarku. Pagi ini ramai. Sayang aku tak pernah bisa mengajak teman sekosku itu untuk ke sini. Padahal di sini banyak yang datang beramai-ramai. Kayaknya cuma aku yang datang sendirian.

"Kalau ke sini, paling enak beramai-ramai. Jangan sendirian." Ucap seseorang dan langsung duduk di dekatku. Aku menoleh karena terkejut.

"Kakek Wijaya? Anda juga ke sini?"

"Setiap pagi aku ke sini sekarang sejak jarang ngantor. Biar tubuh dan pikiran fresh di masa pensiun."

"Tapi Kakek cuma sendirian?"

"Ya, begitulah. Kamu nanyain Adit?" Kakek Wijaya balik tanya membuatku tertunduk malu, ngga mungkin Kek! Ngapain? "Tadi dia belum bangun."

Hah? Ternyata si boss demen molor juga. Kirain orang kaya dia selalu rajin. Bangun tepat waktu dan segalanya terjadwal rapi.

"Pak Adit bisa bangun siang juga ternyata ya, Kek. Saya kira selalu bangun pagi."

"Makanya dia butuh asisten pribadi. Jadwalnya berantakan apalagi kalau pas libur."

Itu artinya asisten pribadinya akan tetap bekerja melayani raja monster itu meskipun hari libur. Artinya tidak ada hari libur bagi asisten pribadi itu. Dan artinya lagi, setiap waktu melihat muka raja monster. Syukurlah, aku menolaknya dulu waktu ditawari posisi mengerikan itu.

"Hhh...habis olahraga begini paling nikmat kalau minum teh hangat." Ucap Kakek mengalihkan pembicaraan.

"Benar Kek." Aku menimpali ucapannya.

"Kalau begitu ayo mampir dulu ke rumahku! Rumahku cuma di dekat sini. Kita minum teh di sana. Aku yakin Adit akan senang melihatmu datang."

Hah? Ke rumah Kakek Wijaya sepagi ini? Yang ada Pak Adit makin eneg, pagi-pagi melihat bawahannya keluyuran di rumahnya. Aku cengar-cengir menolak ajakan Kakek. Namun beliau membujukku hingga akhirnya aku mau. Tak apalah sekali-kali ke rumah boss. Ini kan undangan tak resmi. Meskipun aku berani jamin, aku bakalan ngibrit begitu sampai rumahnya.

Aku berusaha menyembunyikan kekagumanku ketika memasuki pekarangan rumah Kakek Wijaya. Kami disambut oleh seorang satpam di pintu gerbang. Halaman rumahnya luas seperti lapangan bola. Di bagian tepinya ditata rapi puluhan bunga mahal. Kulirik sekilas jejeran kendaraan di garasi yang pintunya terbuka. Yang jelas kelihatan lebih dari lima. Wow!! Emejing buat orang kampung sepertiku. Tapi sekampung-kampungnya aku, aku ngga kampungan kok. Kagum sih iya, tapi aku berusaha menjaga diri untuk bersikap biasa meski agak canggung. Jadi buang tuh jauh-jauh imajinasimu tentang gadis kampung yang begitu kampungannya dan menunjukkan kekagumannya secara berlebihan seperti di sinetron itu. Ngga selamanya orang kampung selebay itu. Ada juga orang kampung yang highclass. Aku contohnya. Hihihi.

the King of MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang