chapter 16:kontrak kerja

865 36 2
                                    

Awawawawawawwawaaaaawwwwww....blup...blupppp...bluuupppp....

Awawawwwwwwaaaaawwaww.....uhuk...uhhhuuukkkk....

Itu bukan suara tarzan keselek biji salak. Itu suara teriakan frustasiku di bak mandi. Aku sengaja mencelupkan mukaku untuk meredamnya agar tidak meledak. Aku harap bisa amnesia setelah ini. Tapi setelah dipikir lagi...jangan deh. Naudzubillah.

"Kenapa kamu, Dil?" Tanya Bella saat melihatku keluar dari kamar mandi dengan kepala basah kuyup. Aku segera meraih handuk untuk mengeringkannya dan duduk di dekat Bella yang sedang nonton sinetron. "Kamu dicampakkan lagi sama Revan?"

"Heh? Aku sudah tak ada urusan dengan laki-laki itu." Jawabku sinis. Lagipula aku tak frustasi waktu dicampakkan oleh Revan.

"Lalu?"

"Aku ingin pergi ke luar angkasa... Main congklak sama alien." Jawabku ngelantur.

"Fadilla sejak pulang dari kantor udah uring-uringan. Lagi PMS ya?" Ratna ikut nimbrung. Disusul yang lain.

"Si monster tahu nomor hape bapakku. Darimana coba dia tahu? Atau jangan-jangan di antara kalian ada yang memberi tahu?" Tanyaku dengan mata nyalang memindai ekspresi teman-temanku. Aku curiga di antara mereka yang bersekongkol dengan si monster. Tapi tak kulihat gelagat aneh dari tingkah mereka.

"Kagak lah, Dil. Lagian darimana si boss tahu nomor hape kita? Dia juga ngga hafal wajah kita. Bahkan mungkin ngga tahu. Kan kita belum pernah ketemu langsung sama dia." Jawaban Ratna masuk akal.

"Maaf. Habisnya aku frustasi banget." Sesalku.

"Sebenarnya ada apa sih, Dil?" Dengan bijak Bella bertanya.

"Pak monster tadi telepon bapakku. Di depanku. Buat apa coba? Buat menjatuhkanku karena aku telah bohong sama dia soal ijin ke Bali. Dan kini aku harus mendapatkan hukuman berlipat. Ikut ke Bali dan jadi asisten pribadinya."

Teman-temanku memandang iri sekaligus kasihan. Iri karena kami datang bersama tapi secara jabatan dan penghasilan, aku berkembang pesat. Dalam waktu setahun aku sudah naik jabatan dan gaji. Juga kasihan karena tahu pekerjaan ini sama dengan praktek perbudakan manusia terhadapku. Aku akan terikat oleh kontrak kediktatorannya. Asisten pribadi hanyalah istilah keren untuk menyamarkan kata pembantu. Atau budak itu tadi .

"Selamat sekaligus sabar ya, Dil." Ucap Netta. "Selamat juga bisa jalan-jalan ke Bali."

"Ini bukan jalan-jalan Nettaaaa.... Kalian jangan salah paham..." Ratapku merana. Demi apapun, hanya aku yang tahu neraka di dalam sana. Hanya aku yang tahu jiwa monster yang terpendam dalam wajah malaikatnya. "Ayo suatu saat kita jalan-jalan sendiri ke Bali.!"

"Tapi ngomong-ngomong canggih juga si Boss. Bisa tahu nomor hape bapakmu." Puji Ratna sambil menepuk-nepuk punggungku memberi dukungan.

"Dan tentunya niat banget memerasmu. Buktinya sampai telpon bapakmu. Itu berarti dia sangat perhatian." Tambah Netta. "Tapi kenapa sih, Dil. Kamu enggan gitu jadi asisten si boss? Kan enak, dapat gaji gede. Kemana-mana diajak. Dapat bonus jalan sama wong ganteng."

"Itulah yang disebut fatamorgana. Orang-orang akan mengira, bekerja bersama Aditya Gunadharma akan terasa di surga. Wajahnya yang rupawan menjadi nilai plus sebagai boss impian. Faktanya? BIG NO! Dia itu bertampang malaikat tapi berhati iblis. Otoriter ngalahin Daendels yang nyuruh bangun jalan dari Anyer sampai Panarukan. Mungkin kalau dia jadi presiden, akan nyuruh rakyatnya kerja rodi bangun tol dari Sabang sampai Merauke. Belum lagi soal temperamennya yang buruk. Tak ada yang tahu kalau aku bekerja seperti babu. Nilai plus nya? Dapat tatapan sinis dari pacar dan ibunya."

Teman-temanku tercengang mendengar fakta yang baru saja kusampaikan. Sepertinya mereka sempat terlena oleh wajah rupawannya. Kini wajah mereka menunjukkan raut kasihan atas kemalangan nasibku.

the King of MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang