Pagi-pagi aku sudah disibukkan dengan setumpuk job deskripsi sebagai asisten pribadi yang disodorkan padaku oleh Pak Adit. Bahkan pantatku belum sempat menempel di kursi, ia sudah memberiku tugas. Job deskripsi itu harus aku pelajari dalam sehari. Kalau perlu sebelum dzuhur. Begitu kata Pak Adit.Beliau memberiku tugas ini karena aku masih amatir dan pasti belum tahu tugasku. Mungkin beliau baru sadar saat berdebat dengan Pak Hans kemarin. Beliau mungkin juga khawatir aku mangkir dari tugas dan pura-pura tak tahu.
Oh, ya. Aku ingin menceritakan tentang ekspresi Pak Adit tadi sewaktu bertemu denganku. Tatapan beliau tidak galak seperti biasanya. Tapi juga tak bisa dikatakan hangat. Justru tampak berbeda. Mungkinkah dia menyesal telah memarahiku kemarin? Apakah itu alasan dia menelponku semalam hanya untuk bertanya apakah aku sedang marah?
"Serius banget, baca apa sih Dil?" Tanya Mbak Nia yang baru datang diikuti Mbak Rossa.
"Mempelajari job deskripsi seorang asisten pribadi Bapak Maharaja Aditya Gunadharma." Jawabku.
"Belajar mau ujian?" Ledek Mbak Rossa.
"Iya, Mbak. Ujian kehidupan." Sahutku membuat mereka terkekeh.
"Sekarang maharaja nih manggilnya, ngga raja monster lagi?"
"Lha kan MAHA DIRAJA MONSTER." Sahutku tanpa pikir panjang.
"EHMM.." Tiba-tiba Pak Adit berdehem keras di dekatku. Sejak kapan dia muncul di situ? Macam hantu saja, suka muncul tiba-tiba. Tapi...WADAAWHHH...dia dengar ucapanku tadi????!!!!
"Pagi Pak..." Sapa Mbak Nia dan Mbak Rossa bersamaan. Mereka susah payah menyembunyikan tawa di balik senyum sok sopan.
"Ya, pagi." Jawab Pak Adit singkat. Pandangannya beralih padaku. Dia menatapku tajam. Haduh,, mati aku!!!
"Pagi Pak." Sapaku sesopan mungkin.
"Pagi." Lah, ngirit banget jawabnya. "Kamu sudah selesai mempelajari job deskripsimu?"
"Be...belum Pak. Baru yang awal-awal." Jawabku kikuk. Baru lima menit yang lalu beliau kasih setumpuk kertas itu. Masa iya sudah selesai. Walaupun dengan membaca skimming, tetap saja belum selesai.
"Pelajari cepat dan pahami benar!" Perintahnya lagi. Aku hanya mengangguk kaku. Beliau kemudian kembali ke ruangannya. Aku menggertakkan gigi menatapnya. Pengen banget menghadiahi bogem ke kepalanya.
"Maha diraja nya lihat lho Dil, dia kan punya spion." Ucap Mbak Rossa seolah membaca pikiranku dari raut wajah.
"Biar dia waspada kalau nyawanya bisa terancam kapanpun kalau masih saja kejam." Sahutku kembali fokus membaca setumpuk kertas di mejaku.
Aku tidak hiperbol. Emang yang diberikan padaku ada setumpuk. Ada sekitar sepuluh lembar. Gila, masa job deskripsi sebanyak ini? Ngalah-ngalahin tugas presiden. Termasuk di dalamnya hal-hal temeh yang perlu kutangani. Seperti hal-hal yang menjadi kesukaan atau yang tidak disukai si boss. Aku tersenyum miring. Sekarang aku tahu kelemahanmu BOSS!! Hati-hati, setumpuk perkamen ini akan menjadi boomerang buatmu.
Delapan puluh persen tugasku adalah hal yang termasuk urusan pribadi si Boss. Lebih tepatnya mengada-ada. Namun sebelum nantinya aku protes, dia sudah memasang portal di poin pertama. Perintah Boss adalah mutlak. Awalnya aku tak begitu paham mengapa dia harus mencantumkan kalimat itu namun setelah membaca poin ke 20 dan seterusnya, aku paham. Akan ada eksploitasi tenaga manusia secara tak manusiawi.
25. Menangani Carrolina 🤨
36. Online dan siaga 24 jam😯
41. Sabtu Minggu bekerja di apartemen: bersih-bersih, memasak, dll (apphhaaaaa???😤😤 Emang aku pembantu?)
57. Dilarang mengabaikan panggilan Boss.
62. Baru boleh pulang setelah Boss pulang.
63. Pulang bersama Boss (Heh? Aturan macam apa ini?)
KAMU SEDANG MEMBACA
the King of Monster
Ficción GeneralGenre: fiksi umum, comedy Punya bos menyebalkan? Bukan impian setiap orang. Namun terjebak di dalam sebuah perusahaan dengan bos menyebalkan, bukanlah sebuah pilihan di saat era banyak phk seperti ini. Apalagi kondisi ekonomi memaksa hati untuk mena...