Chapter 44: resign (2)

427 39 5
                                    

Kejadian di halte sore tadi menjadi perbincangan hangat di kos. Doaku semoga orang kantor tak ada yang lihat dan jadi viral. Malu-maluin kan kalau sampai terkenal gara-gara pertengkaran. Emang aku artis yang kagak laku, yang mesti buat sensasi biar dilirik publik?

Siapa yang menceritakan kejadian itu? Tentu saja sejoli Ratna dan Doni. Mereka tidak jadi dating ke Simpang Lima karena tak enak denganku. Aku sih tak apa-apa sebenarnya. Tapi tetap saja mereka tak nyaman.

Berbagai komentar meluncur dari mulut manusia-manusia kos. Tentunya kehebohan muncul saat Ratna dan Doni menceritakan kemunculan Mas Fandy dan adegan dimana ia memukul hidung Revan. Doni sampai mempraktekkan apa yang tadi dilihatnya. Terlepas dari itu, mereka menghujat apa yang dilakukan Revan. Bahkan Fida sempat mengutuk. Aku tepuk jidat dibuatnya. Inilah alasanku kenapa ada beberapa hal yang seharusnya kurahasiakan dari mereka.

"Kamu tadi cuma diam aja gitu, Don? Kamu ngga bertindak seperti Mas Fandy?" Netta mencibir tindakan Doni yang lebih banyak cerita tentang kisah heroik Mas Fandy sementara dirinya tak melakukan apapun.

"Aku masih syok lah, Ta. Aku kan kenal baik sama Revan jadi ya, ngga tega lah aku nonjok dia." Kilah Doni. Alasan! Dengus Netta.

"Aku aja gregetan. Kamu tadi kenapa sih ngga nampar mukanya yang sok kecakepan itu?" Geram Bella. "Aku aja yang cuma dengar dari kalian, pengin jambak rambutnya. Menyesal aku, tidak pulang bareng kalian tadi."

"Aku sebenarnya juga sudah kesel banget pengen ngelakuin itu, tapi aku masih menjaga imej dia." Sahut Ratna membuat pembelaan.

"Lagian siapa sih yang merekomendasikan Revan magang di tempat kita?" Omel Fida. Aku melirik Doni, dia juga menatapku dengan pandangan memelas.

"Sepertinya aku tahu siapa yang merekomendasikan dia." Itu bukan suaraku, melainkan suara Bella. Semua publik menatap Doni. Yang ditatap cuma meringis.

"Hehehe...aku kan dulu cuma ditanya sama dia, apa tahu perusahaan yang cukup bonafit dan menerima karyawan magang. Lalu aku ingat kalau perusahaan tempat kalian bekerja itu bagus. Aku suruh nyoba aja." Doni menjelaskan dengan rasa bersalah, "Aku kan ngga tau kalau dia jadi seperti itu. Kalian jangan marah sama aku dong, kan udah aku beliin martabak spesial telur bebek 4 butir."

"Oh, jadi ini tujuanmu membelikan kami martabak telur. Buat nyuap kami?" Tanya Bella pura-pura marah. Jadi kami sekarang ngobrol sambil makan martabak telur oleh-oleh Doni.

"Ngga...ngga kok. Ikhlas itu, ikhlas. Kalian kan habis kerja pastilah sangat kelaparan." Doni mengelak dengan cepat.

"Jadi Revan itu sudah tahu kalau Fadilla kerja di sana sebelum melamar magang?" Ratna berbicara seperti detektif yang sedang mencoba memecahkan masalah, "Berarti dia memang niat masuk sana karena ada kamu, Dil. Dia sengaja biar ketemu kamu. Selama ini kan kamu sering menghindari bertemu dengannya."

Audiens anggut-anggut sambil menggeratak habis seporsi martabak di hadapan mereka. Bahkan tinggal remah-remahnya pun terlalu sayang untuk dilewatkan. Aku termenung sesaat. Buat apa dia melakukan itu? Selama ini kami sudah nyaman dengan jalan hidup masing-masing. Aku tak pernah mempermasalahkan lagi tentang hubungannya dengan Stella atau wanita manapun.

"Eh, Don. Kamu tahu alamat kos Revan kan?" Tiba-tiba Netta bertanya sesuatu yang belum pernah kami ketahui sebelumnya. Atensi beralih ke Netta. Aku menatapnya horor dan khawatir. Dia mau apa? Nah,nah... Ini yang tidak kumau kalau menceritakan sesuatu yang tak baik pada mereka. Mereka itu partner in crime paling sableng.

Doni mengangguk dengan wajah khawatir.

"Kamu mau ngapain, Ta? Jangan macam-macam deh. Kita di rantau." Tanya Doni mencoba menyadarkan Netta dari niat jahatnya, "Jangan sampai kita berurusan dengn hukum atau sejenisnya. Jaga nama baik dirimu sendiri, orangtua, juga kampung halamanmu."

the King of MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang