Chapter 32: Percakapan Sore

427 36 3
                                    

Khusus untuk chapter ini saya menggunakan sudut pandang orang ketiga (sudut pandang penulis). Alasannya karena ada beberapa hal yang terjadi tanpa sepengetahuan Fadilla (tokoh sentral cerita ini). Iyalah, Fadilla kan cuma manusia biasa. Saya harap perubahan sudut pandang ini tidak mengurangi daya tari cerita.

°°°°°°′

Kakek dan Bu Merliana menikmati sore di teras samping rumah. Ditemani secangkir teh hangat dan beberapa makanan ringan. Suasana sore yang nyaman, tidak terlalu panas dan tidak banyak berangin memang cocok untuk berkumpul bersama keluarga.

Pandangan mereka tertuju pada tiga anak muda yang bercengkerama di halaman samping. Entah apa yang mereka perbincangkan tapi tampak keakraban di antara mereka. Hanya bertiga karena Carrolina sudah pulang beberapa menit yang lalu.

Sungguh sulit bagi Adit untuk mengusir Carrolina tanpa dia sadar kalau itu sebuah pengusiran. Saat Fadilla dan Fandy asyik mencuci piring, ia mengajak Carrolina bicara berdua. Carrolina senang. Ia mengira hati Adit sudah melunak seperti yang diucapkan asistennya. Tak tahunya, Adit hanya menumpahkan kekesalan yang selama ini ia pendam.

"Kamu sudah kelewatan. Jaga ucapanmu Carrolina! Ingat, aku paling tidak suka dengan orang yang terlalu melewati batasnya."

"Tapi Adiiit..." Carrolina mulai merayu manja. Adit bukannya tersentuh malah makin eneg."Aku tuh ngga suka kalau kamu dekat-dekat dengan wanita itu..."

"Dia datangnya sama Fandy tidak denganku." Sahut Adit kesal. Ia makin kesal harus mengungkapkan fakta itu, "Dia adalah asisten pribadiku jadi setiap saat dia akan selalu berada di sampingku. Lagipula dia salah apa sih sama kamu?"

Carrolina tak bisa menjawab. Fadilla memang tak salah apa-apa dengannya. Justru dia yang selalu mengusik gadis itu. Alasannya, tentu saja cemburu. Ia cemburu Fadilla bisa berada di dekat Adit sementara dengannya, Adit selalu jaga jarak. Adit bersikap ketus padanya. Tak pernah senyum padanya. Tapi bukankah Adit juga ketus sama Fadilla? Di mata Carrolina sikap ketusnya beda.

"Sebaiknya kamu pulang."

"Lho? Kok...?"

"Nanti malam aku akan ada meeting dengan Pak Bernadi di rumahmu." Ucap Adit. Ogah sebenarnya. Cuma terpaksa. Ia hanya ingin mengusir Carrolina dari sini, saat ini. Wanita ini benar-benar merusak suasana.

"Beneran?" Carrolina memastikan dengan mata berbinar.

"Iya. Makanya kamu segera pulang!" Meskipun tak tahu apa hubungan kepulangannya dengan acara nanti malam, Carrolina tetap menuruti perintah Adit. Dalam hati Adit berdoa semoga nanti malam ada sesuatu yang membuatnya batal mengunjungi rumah Carrolina.

Kakek Wijaya kembali menyesap teh nya. Lebaran tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun sebelumnya, mereka nyaris tidak bisa berkumpul dan ngobrol santai seperti hari ini. Meskipun serumah tapi masing-masing anggota keluarga sibuk dengan urusan masing-masing. Kedua cucunya terutama. Mereka akan pergi dengan teman mereka sendiri. Mereka bahkan nyaris tidak bertegur sapa. Mereka hanya berkomunikasi kalau perlu saja. Tahun ini, meskipun Adit sudah punya hunian sendiri nyatanya dia datang.

Sebuah senyum terbit di wajah sang kakek. Sepertinya keputusannya membawa gadis itu ke sini ada benarnya. Ia bersyukur telah mengalami insiden di pabrik beberapa bulan lalu. Sehingga ia bertemu dengan gadis muda itu. Ataukah ini memang takdir. Bukanlah sebelumnya dia pernah bertemu dengannya di taman?

"Apa yang membuat ayah tertarik pada gadis itu?" Tanya bu Merliana. Matanya tertuju pada objek yang sama dengan sang ayah.

"Tidakkah kamu melihat mereka? Adit dan Fandy nyaris tak pernah berbincang-bincang sejak kematian ayahnya. Jika satu datang, satu pergi. Lalu kini mereka tampak sebagai saudara seutuhnya. Gadis itu memang dari kalangan biasa. Namun karena kesederhanaannya yang tidak ditutup-tutupi mampu menarik kedua cucuku. Apakah kamu tidak merasakan perubahan sikap Adit?"

the King of MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang