chapter 08: oh my boss!!!

990 59 2
                                    

Selama seminggu awal aku bekerja di kantor PT. Nusatama Garmindo, Pak Adit selalu saja mengusikku. Ada saja kesalahan yang dilimpahkan padaku. Apapun yang kulakukan, selalu salah di matanya. Seperti pembuatan laporan, Mbak Nia dan Pak Ruslan bilang laporanku sudah benar, rapi dan valid. Tapi bigboss nya masih marah-marah dengan alasan ini itu. Bahkan kesannya mengada-ada. Katanya font nya salah, font size nya kekecilan, ukuran kertasnya salah, margin nya salah dan lainnya. Pokoknya salah. Dan jika kuperbaiki seperti maunya, masih salah lagi karena yang benar yang pertama kubuat tadi. Pengen ditimpuk kursi kan? Ngga profesional banget jadi eksekutif. Kalau hanya menyalahkan sih tidak apa-apa tapi dia selalu tarik urat kalau ngomong. Bikin illfeel tingkat dewa deh.

"Gimana, Dil? Kopi pahitnya enak ngga?" Mbak Rossa sedikit menggoda saat aku kembali dari ruangan si monster itu menyerahkan laporan penjualan minggu ini.

"Pahit dan panas mba." Jawabku sekenanya sembari terkekeh. Sudah kuputuskan untuk selalu tersenyum di hadapan rekan kerja dan kos ku meskipun aku baru saja dimarahi sang direktur. Lagipula kalau aku tampak lemah dan tertekan, makin bahagialah dia. Makanya aku harus tampak kuat biar dia makin lama makin bosan menggangguku.

"Sabar ya, Dil. Mungkin Pak Adit lagi banyak hutang makanya marah melulu."

"Dia lagi PMS mbak. Jadi sensitif banget ngalahin anak gadis." Kami tertawa tertahan. Iyalah, kagak mau kita kena damprat si boss.

Kadang aku sempat mikir, salah apa sih aku? Kok kayanya dia benci banget sama aku. Apa gara-gara kejadian tempo hari itu? Apakah aku harus minta maaf? Tapi bukankah aku adalah korban?
Baru sekitar setengah jam aku mulai bekerja, interkom di mejaku kembali berbunyi.

"Fadilla diminta ke ruangan Pak Adit sekarang!" Suara Pervita, sekretarisnya Pak Adit, melengking memenuhi kubikelku. Selain suara Pak Adit, suara Pervita via interkom juga membuatku paranoid. Pasalnya panggilan Pervita berarti panggilan dari si boss. Dan itu artinya hal mengerikan selalu terjadi padaku.

Aku beranjak dari kursiku dengan setengah hati. Namun aku tidak boleh terlihat lemah di depan siapapun, terutama di depan monster itu.

Sebelum mengetuk pintu, kulihat Pervita mengangkat genggaman tangan kanan memberi semangat dari balik mejanya. Aku mencibir malas, dia tertawa. Ya, sejak ada aku di sini maka deritaku adalah hiburan bagi mereka. Apakah aku sedang dibully? Oh, nooo...

Ternyata di dalam ruangan Pak Adit sudah ada Kakek Wijaya. Kali ini beliau sendirian. Tidak ditemani asistennya. Beliau tersenyum ramah padaku dan mempersilakan aku duduk. Ada apalagi ini? Kepalaku mulai mereka-reka apa yang terjadi.

"Fadilla, saya memanggilmu kemari karena ada yang mau disampaikan Adit padamu." Pandanganku beralih pada Pak Adit yang juga memandangku tajam. Mau bicara apa sampai Kakek yang memulai?

"Kakek ingin aku minta maaf padamu." Ucapnya malas. Aku melongo. Minta maaf buat apa? Dosa dia kan banyak banget. Buat kesalahan yang mana? Lagian minta maaf kok pake disuruh. Tidak tulus kan berarti..

"Harus aku akui kalau pekerjaan yang kamu lakukan itu tidak ada yang salah." Lanjutnya. Nah lo, akhirnya ngaku. " Seandainya ada, harus dimaklumi karena kamu masih bodoh."

Jujur, seandainya bukan tindak kriminal yang akan berakhir di penjara dan di neraka, pengen banget jadiin monster ini sate. Dikecapin dan dipanggang. Kemudian dicelupin sambel pedas. Tapi kok Kakek bisa tahu tentang ketidakadilan ini.

"Pak Ruslan cerita pada saya masalah ini." Sambung Kakek seolah tahu apa yang ingin aku tanyakan.

"Hehe...tidak apa-apa, Pak. Mungkin saya memang kurang teliti. Maklum lah kan masih amatir dan bodoh." Sahutku cengengesan dan memberi tekanan pada kata 'bodoh', "Bukankah sudah biasa kalau bawahan dimarahi atasan. Dengan begitu saya akan lebih keras bekerja dan mampu memperbaiki kesalahan saya."

the King of MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang