Chapter 02: sejarah dimulai

2K 83 6
                                    

2010

Namaku Fadilla Putri. Anak akuntansi yang tersesat di pabrik garmen ketika lulus SMK. Mengikuti perekrutan karyawan melalui biro sekolah. Merantau ke kota demi sesuap nasi. Aku harus beradaptasi mengubah euforia seorang pelajar menjadi seorang buruh. Pekerjaanku di bidang produksi. Lupakan ilmu debit-kredit yang telah kupelajari selama tiga tahun ini. Semoga tidak sia-sia ilmuku itu. Kuendapkan sejenak biar kugali suatu saat nanti sebagai harta karun. Semoga.

Setelah aku teken kontrak untuk setahun kedepan, aku mulai terjun ke lapangan. Aku menjalani training selama satu minggu. Banyak hal baru yang kukerjakan di sini. Pekerjaan yang lebih banyak menggunakan tenaga daripada pikiran. Tapi karena di dalam sini telah berkumpul manusia dari berbagai etnis dan latar belakang berbeda, tentu saja penyesuaianku plus-plus. Mulai dari tabiat, suasana hati dan emosi, bahasa yang digunakan (banyak yang menggunakan bahasa kasar dan liar) apalagi kalau pas kerjaan dikejar deadline dan banyak sekali permakan pada hasil produksi. Bisa-bisa line kami berubah jadi kebun binatang. Leader kami tak pandang bulu kalau memaki. Sesuka hati dan bikin telinga panas. Yang penting masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Karena kalau diresapi bisa bikin sakit hati.

Setelah teken kontrak itu, aku hunting kos-kosan bareng teman sealmamaterku dulu. Ya, karena kami sama-sama ikut biro pencari kerja, kami bisa kerja di tempat yang sama. Hanya bagiannya yang beda. Akhirnya kami yang berlima dapat kos-kosan yang pas buat kantong kami. Lebih tepatnya kami mengontrak sebuah rumah dengan biaya patungan. Rumah itu memiliki dua kamar tidur yang artinya satu kamar nanti akan ditempati oleh tiga orang. Ada satu kamar mandi, satu dapur dan satu ruangan kosong di tengah. Hanya ada tivi 14 inchi di salah satu sisinya. Nantinya akan kami gunakan buat berkumpul, sholat jamaah atau sekedar nonton tivi.

Ada Fida, yang keibuan. Hobinya bersih-bersih. Perhitungannya minta ampun. Jadi pemasukan sama pengeluarannya selama sebulan itu dicatet di buku yang ada kolom debit-kreditnya. Mungkin dia satu-satunya makhluk kosku yang mengamalkan ilmunya di sekolah. Lalu Ratna yang narsis. Suka foto-foto ngeksis. Orangnya kocak, ceplas-ceplos dan tak tahu malu. Atau lebih tepatnya kadang malu-maluin. Tingkahnya kadang absurd membuat rumah kos kami ramai. Mereka berdua sekamar denganku.

Kemudian Netta yang aslinya super manja. Sebenarnya dia anak orang kaya. Buat kuliahin dia sampai doktor pun keluarganya sanggup. Tapi dia tak mau. Karena dia ngga mau mikir skripsi. Heh? Sekamar dengan Netta, ada Bella. Princess nya kos-kosanku. Dia itu tipe cewek yang ngga bisa buat orang lain sedih. Makanya dia susah nolak cowok. Jadi cowoknya sering ganti-ganti. Hadeeeh... Kami sering mengingatkannya tentang karma. Tapi dia belum sadar juga. Mungkin nanti kalau sudah kena batunya.

Seminggu kami bekerja, kami telah belajar banyak hal. Belajar hidup seatap dengan teman-teman tanpa orangtua. Belajar memenej keuangan biar bisa bertahan sampai akhir bulan karena kami belum gajian. Belajar bangun pagi pulang sore dengan badan remuk redam. Ya, buat kamu yang pernah merasakan kerja di garmen pasti tahu suka dukanya. Awal-awal kerja, kami harus menggantung kaki saat tidur karena bengkak setelah seharian berdiri terus. Atau memoleskan berbagai macam minyak dan balsem agar nyerinya reda. Atau kami saling memijit punggung teman sebelum tidur.

Tidak ada acara begadang bagi kami. Sepulang kerja, kami bersih-bersih badan termasuk mencuci baju agar cucian tidak menumpuk. Kadang mandi kadang tidak, mengingat mandi malam tak bagus buat kesehatan. Setelah itu kadang makan malam kadang tidak kalau sudah dapat makan dari pabrik. Dan selanjutnya, tanpa perlu waktu lama kami telah terlelap di alam mimpi. Kami memang harus istirahat cukup agar besok dapat bangun dalam keadaan fresh.

Karena kami menjalani kehidupan yang berat selama lima hari maka pada wiken kami puas-puasin buat balas dendam. Ya, kami bisa begadang sambil nonton film. Karena kita anak-anak lugu baru keluar dari sangkar, kita cuma kuat nyewa dvd untuk ditonton di kosan. Kami belum kenal bioskop apalagi kondisi keuangan yang memang mengharuskan kami berhemat.

the King of MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang