Tiga

140 11 0
                                    

Malam tiba. Daniara mengurungkan niatnya untuk mencari makanan sebab gerimis turun dan itu adalah pertanda jika hujan sebentar lagi akan tiba.

Daniara menghela napas. Padahal ia sangat ingin sekali makan odeng. Makanan yang berasal dari korea itu adalah makanan yang sejak kemarin menjadi incaranya. Namun kenyataannya harus di pendam kembali ketika ia keluar rumah hujan kecil mulai turun.

Kini ia duduk di kursi makan yang ada di dapur. Memegang segelas jus jambu biji yang baru saja ia ambil. Kecewa lagi. Dua kali gagal memakan makanan yang ia inginkan.

Daniara mengambil ponsel, menerima panggilan masuk.

"Kenapa?" tanyanya langsung ketika menerima panggilan.

Daniara diam mendengarkan lawannya berbicara di balik sana. Kepalanya mengangguk-angguk.

"Yaudah. Besok gue bawain."

Setelah kalimat itu, panggilan di putus. Di letakkan ponsel di atas meja lalu kembali menyeruput jus instan di tangannya.

Daniara

Seorang laki-laki dengan pakaian kesualnya berjalan keluar rumah sambil memainkan kunci mobil yang ada di tangannya. Ia memasuki mobil berwarna hitam yang terparkir di luar halaman rumah.

Senyumnya tercetak. Di balik kemeja hitam yang ia kenakan, ada kaos berwarna serupa yang menjadi pondasi awal tubuhnya. Ia terlihat begitu gagah dengan pakaian berwarna hitam.

"Ganteng juga gue." katanya memuji dirinya sendiri. Kedua tangannya menyisir rambut. Selesai dengan itu ia mulai menyalahkan mobilnya dan fokus kedepan menatap jalan.

Tujuannya adalah cafe Darawitering yang ada di dekat persimpangan jalan sana. Cafe ekonomis itu adalah tempat dirinya dan juga teman-temannya biasa bertemu.

Mobilnya berbelok ke minimarket. Ia turun lalu menghampiri bapak parkir yang sedang duduk di pojok.

"Permisi, Pak?" katanya sopan.

Bapak dengan kaos merah serta peluit yang ia kalungkan itu beranjak dari duduknya. "Iya, ada apa, Mas?"

"Saya nitip mobil, gapapa, kan, Pak?"

"Oh, ga apa-apa. Masnya mau sampai jam berapa? Soalnya saya cuma sampai jam setengah satu aja, nanti di lanjut sama anak saya."

Putra tersenyum. "Saya jam dua belasan juga sudah pulang, Pak." jedanya mengambil sesuatu di saku celananya. "Ini, saya titip ya, Pak. Sebelumnya terima kasih."

Bapak itu ikut tersenyum, melirik berapa nominal uang yang di berikan oleh Putra. Senyumnya melebar ketika tau jumlahnya cukup banyak. "Iya, Mas."

Putra pamit. Ia berjalan kembali menyembrangi jalanan yang cukup ramai. Sengaja menitipkan mobil hitamnya di minimarket sebab di cafe yang akan ia kunjungi tidak ada lahan untuk parkir mobil.

Dari minimarket ke cafe memiliki jarak kurang lebih sepuluh meter. Tidak terlalu jauh karena letaknya ada di gang depan minimarket. Tempatnya tidak terlalu luas, tapi cukup nyaman dan pastinya selalu ramai di isi dengan pengunjung.

Wisnu mengangkat tangan memberi kode jika dirinya ada di sini. Putra mengangguk. Ia berjalan masuk ke dalam cafe, mendekati Wisnu dan memilih duduk di depan Wisnu.

Cafe ini mengusung tema lesehan atau duduk di lantai. Cafe sederhana yang mengusung tema sederhana juga adalah warkop versi glow-up. Makanannya tidak terlalu jauh dari mie instan dan kopi, tapi di cafe ini juga ada berbagai macam makanan viral seperti contoh stick mozzarella dan makanan viral lainnya.

Segalanya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang