Dua puluh

78 6 0
                                    

Sepuluh menit sebelum kedatangan Daniara. Sintiya dan Dewa datang berkunjung kerumah milik adik iparnya yang ternyata kosong. Pemiliknya tidak ada di rumah sejak kemarin.

Akhirnya Sintiya memutuskan untuk menunggu kepulangan Daniara karena mbok Dira mengatakan jika Daniara sudah dalam perjalanan pulang.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Daniara tiba.

"Ada keperluan apa Tante kesini?"

Pertanyaan itu langsung di lontarkan olehnya ketika keponakannya melihat dirinya ada di rumah ini. Sintiya tersenyum, ia tidak bersuara sampai Daniara bertanya lagi.

"Ada apa, Tan? Mama lagi ga di rumah." katanya memberi penjelasan.

Sintiya berdehem panjang. Ia menunduk lalu kembali menonggak memandang keponakannya. "Kamu marah sama Tante?"

Pertanyaan konyol itu tiba-tiba terucap. Daniara bingung. Ia menautkan alisnya kemudian bertanya. "Gimana, Tan?"

"Bunda gue tanya, lo marah ga sama dia. Masa gitu aja ga paham, Ni." Dewa bersuara membela bundanya.

Daniara mengangguk. "Nia ga tau mau jawab apa. Nia ga tau masalah kalian apa. Nia ga bisa bilang marah dan ga bisa bilang ga marah juga sama Tante. Nia cuma bingung aja sama keluarga kita." jabarnya.

Sintiya mengulum bibirnya. Ia merasa kasihan dengan keponakannya. Ia memang tidak terlibat tapi Sintiya juga berperan dalam semua ini.

Lalu ia harus bagaimana?

"Mama ga cerita soal Tante?"

Daniara menggeleng.

"Sehabis pulang dari rumah Opah, Mama langsung pergi ke apartment dan sampai sekarang belum pulang."

"Lo di rumah sendiri?"

Daniara menggeleng. "Ada beberapa ART kok." balasnya untuk pertanyaan Dewa.

"Papa ga pulang?" tanya Sintiya hati-hati.

"Ga. Emang sejak kapan Papa pulang?" menjeda. "Tadi Nia lihat Papa di cafe, kayanya mau makan sore bareng sama istri sirinya."

Sintiya dan Dewa terdiam. Daniara mengubah nama panggilan Alya. Semua tau jika Daniara memanggil Alya dengan panggilan 'Tante itu' tapi entah sejak kapan panggilan itu berubah menjadi 'Istri siri'.

"Apa kamu marah sama Papamu?"

Lagi dan lagi Sintiya menanyakan pertanyaan konyol. Anak mana yang tidak marah jika melihat ayahnya memiliki istri lain? Anak mana yang tidak kesal jika ayahnya selalu mementingkan istri sirinya dari pada istri sahnya? Anak mana yang menerima jika ayahnya melakukan hal seperti Cakra?

Daniara adalah gadis paling pengertian yang pernah ada. Ia tidak pernah ikut campur urusan orang tuanya. Daniara selalu berusaha baik kepada papanya sampai pada akhirnya emosinya meluap di hari mereka makan bersama siang lalu.

"Coba Tante tanya sama Dewa, marah ga kalo ada di posisi Nia?"

Katanya tidak sopan. Namun Daniara berusaha mencari pembelaan agar dirinya tidak terjebak dalam pertanyaan-pertanyaan yang mudah di ucap tapi sulit untuk di jawab.

Dewa diam.

Sintiya diam.

Ibu dan anak itu tidak lagi bersuara.

Daniara terkekeh pelan. Ia tersenyum tanpa sebab kemudian berkata. "Maaf, Nia tinggal naik ya, Tan. Masih ada yang harus Nia kerjain buat osis lusa." katanya. "Permisi." pamitnya langsung berjalan meninggalkan tante dan juga sepupunya.

Segalanya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang