Sembilan

71 8 0
                                    

Jam istirahat tiba. Daniara dan dua temannya kini sedang berjalan menuju kantin yang ada di lantai satu. Ketiga gadis itu berjalan sambil bergerutu mengomelin bu Surti.

Susi yang sedikit tidak suka dengan keputusan bu Surti memasukan Daniara di kelompok yang berbeda dengannya itu, sejak tadi terus menyumpah serapahi guru bahasa indonesia itu.

"Dasar bantet. Seharusnya lo tuh masuk kelompok kita, Ni. Tuh guru punya masalah apasih? Kok bisa-bisanya misahin lo dari kita berdua?"

"Iya. Gue juga kesel. Kenapa lo harus beda sendiri sih? Harusnya Susi aja yang ada di posisi lo, Ni." lanjut Hilda menyambung omongan Susi.

Susi di samping Hilda memberikan gadis berambut sedikit panjang itu toyoran. "Kurang ajar lo, Hil!" kesalnya.

Hilda dan Daniara kompak tertawa.

"Beruntung ada doinya Fikri. Jadi gue ga gitu canggung lah." ucap Daniara.

"Sih Naina tumben amat pisah dari Cinta? Biasanya nempel mulu tuh dia berdua." Susi mengeluarkan pertanyaannya.

"Di kata Bu Surti lagi ada dendam. Yang se-circle di pisahin semua sama dia." balas Daniara lagi.

Ketiganya terus menerus membahas masalah tadi sampai tidak sadar jika mereka sudah sampai di kantin. Ketiganya terdiam. Kantin penuh sekali.

"Gue ke kelas aja deh, rame banget. Males."

Baru saja kakinya memutar, Hilda sudah menarik rambutnya dan Susi memegang tangannya. Kedua temannya adalah jelmaan setan.

"Enak amat lo! Jalan!" titah Hilda. Daniara nurut. Ia baru saja melangkah sudah di berikan pukulan yang cukup kencang oleh Susi.

"Jalan kekantin bego! Lo mah, ish!" kesal Susi. Daniara memang jalan, namun kearah sebaliknya karena posisinya pun memang berlawanan dengan kedua temannya.

Dengan helaan napas pasrah Daniara memutar tubuhnya. Menatap keadaan kantin yang membuatnya sesak.

"Jajan apa? Makan di kelas aja, ya?"

"Ga ah. Di sini aja. Ribet kalo harus bawa makanan naik ke lantai tiga." tolak Susi mentah-mentah.

"Ish." desis Daniara.

"Lo cari meja. Gue sama Susi antri makanan." perintah Hilda.

Daniara menurut. Ia berjalan mencari meja yang kosong. Tapi ternyata meja kantin sudah benar-benar penuh sama sekali tidak ada yang kosong.

Di tengah celingak-celinguknya. Namanya di panggil dengan kencang oleh seseorang di tengah sana.

Daniara mencari sumber suara dan ternyata itu adalah Naina-kekasih Fikri.

Daniara tersenyum. Berjalan kearah Naina berada.

"Sini aja, Dan. Gabung." tawar Naina.

Daniara berdehem. "Tapi gue sama Hilda dan Susi."

"Gapapa. Cukup kok. Gue juga cuma bertiga-" ucapannya terhenti menunjuk dua laki-laki yang sedang berjalan dengan membawa makanan di masing-masing tangan mereka. "Tuh sama dia berdua."

Dengan perasaan tidak enak, akhirnya Daniara menyetujui permintaan Naina untuk bergabung.

"Gue gabung gapapa, kan?" tanyanya pada Fikri dan Wisnu yang baru saja tiba.

"Join aja. Kek ama siapa aja, lo, Dan." jawab Fikri. Laki-laki itu duduk di samping Naina lalu di susul oleh Wisnu.

"Santai aja, Ra." sambung Wisnu.

Daniara terkekeh canggung. "Thanks." ucapnya kemudian duduk di depan Naina. Gadis berkuncir asal itu mengambil beberapa tissu, membersihkan meja yang akan ia pakai makan dengan teman-temannya nanti.

Segalanya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang