Sebelas

73 7 0
                                    

Mobil berwarna hitam berhenti di depan rumah mewah milik Diandra. Daniara turun setelah mengucapkan terima kasih pada Sonia yang dengan senang hati mengantarkannya pulang.

Pak Trisna yang sedang berjaga membukakan pintu, membiarkan Daniara masuk tidak lupa dengan sapaan kecilnya.

"Sore sekali pulangnya, Neng?" tanya pak Trisna.

Daniara tersenyum. "Biasa, Pak. Osis." jawabnya sopan. Daniara izin masuk setelah sedikit berbicara dengan satpam rumahnya.

Di jarak kurang lebih satu meter dari pintu rumah, Daniara terbeku sebentar. Ada dua mobil yang sudah tidak asing lagi di matanya. Kakinya dengan cepat berlari memasuki rumah melupakan rasa lelah yang sedang ia rasa.

"Assalamualikum. Wahh... Rame banget!" serunya dengan keras membuat orang di dalam menoleh kepadanya.

Daniara berlari kecil menghampiri kakek, kakek om dan nenek tante yang sangat ia sayangi. Tangannya menyelimi semua yang ada di ruang keluarga dengan sopan.

"Kakek! Kangen banget! Kenapa jarang main ke rumah aku?" tanya Daniara heboh. Gadis itu meletakan tasnya di lantai sedangkan dirinya memilih duduk di samping Diandra.

Lio tersenyum melihat cucuk pertamanya yang begitu bersemangat. Lio akui jika Daniara adalah gadis yang ceria sekaligus cucuk yang paling nurut padanya. "Kakek sibuk, Nia. Pekerjaan Kakek numpuk sekali."

Daniara cemberut. "Bohong. Kemarin Robby chat aku, pamer sama aku katanya Kakek keaana terus Robby di beliin motor gede sama kakek. Hayoo, bohong kan..." ucap Daniara mengintimidasi.

Baik Diandra, Abila dan Alga tertawa melihat interaksi antar kakek dan cucuk di hadapannya.

"Oh... Robby. Masa kamu iri sama Robby. Kan Mama sama Papa kamu kaya, mintalah sama mereka. Masa masih minta sama kakek."

"Ish." kesal Daniara. "Ada aja jawabannya."

"Emang kamu mau apa sih? Bilang aja sama Mama." Diandra mengusap rambut anaknya. Matanya menatap Daniara penuh sayang.

Daniara dengan senyum penuh menggeleng. "Ga kok, Ma. Nia cuma ngeledek Kakek aja." balasnya tertawa.

"Wahh.. Durhaka kamu, Nia. Ga dapet warisan kamu!" Alga menyambung dengan penuh semangat.

Daniara terkekeh pelan. "Gapapa, Kakek om. Kan Mama sama Papa anaknya cuma aku, jadi otomatis harta mereka yang segunung pasti jatuhnya ke aku." jawabnya penuh bangga.

Abila geleng kepala. "Pintar sekali kamu."

"Iya dong, Netan. Nia gitu lho." matanya manatap Diandra. "Ya, ga, Ma?"

Diandra mengangguk membuat Daniara semakin senang.

"Ganti baju sana. Nanti kita makan di luar." perintah Diandra di iyakan oleh Daniara.

Daniara izin masuk kedalam kamar untuk mengganti pakaiannya. Di dalam kamar ternyata ia ingin lebih dari hanya sekedar mengganti pakaiannya. Mandi.

Daniara memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Seharian ini ia banyak melakukan kegitan yang cukup berkeringat. Selain merevisi laporan dari sekertaris dan bendahara osis, Daniara juga sempat melalukan pengecekan lokasi bersama dengan Dirga.

Selama ia mandi, Daniara membiarkan ponselnya di sambungkan oleh penambah daya agar ponselnya bisa ia bawa keluar rumah nanti.

Tidak lama Daniara masuk, suara gemericik air yang terpantul dengan lantai toilet membuat Daniara tidak bisa mendengar apapun tanpa terkecuali getar ponselnya yang menyala menampilkan nama Alfa sebagai pengirim pesan.

Sepuluh menit berlalu, Daniara sudah selesai dengan pakaian lengkapnya. Kali ini ia memakai celana kulot berwarna hitam yang di padukan dengan cardingan berwarna cokelat muda. Di dalam gardigan ada kaus hitam polos yang menjadi dalemannya.

Segalanya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang