Dua Puluh Delapan

75 11 0
                                    

Setelah berbasa-basi yang lumayan basi dan memakan waktu yang cukup lama. Akhir topik utama mereka di kemukakan. Daniara menaruh gelas sirupnya di atas meja yang bersanding dengan berbagai jenis makanan ringan.

Matanya sempat memutari rumah besar ini yang ternyata peninggalan dari orang tua Sintiya yang msih selalu Sintiya kunjungi setiap minggunya.

Sintiya melirik Daniara. Ibu dari dua anak itu ikut melakukan hal yang sama seperti Daniara, tapi yang membedakan hanyalah isi dari gelasnya saja.

Asisten rumah tangan yang tadi membukakannya pintu datang lagi dengan tangan membawa sebuah amplop cokelat. Sintiya menerimanya lalu wanita itu pamit kembali ke dapur.

Daniara memperhatikan Sintiya yang sibuk membuka amplop tadi. Mengeluarkan beberapa benda dari dalam amplop tersebut.

Benda pertama adalah sebuah foto dengan ukuran cetak 3R. Dua lembar foto itu di berikan pada Daniara. Danira menerimanya walau ia bingung.

Foto di pandang. Ada tiga gadis dan satu laki-laki. Satu dari tiga gadis itu memakai pakaian sekolah dan sisanya bebas.

Daniara tau persis siapa gadis dengan seragam sekolah itu.

"Kamu pasti ga asing sama orang-orang di dalam foto itu." Sintiya memandang keponakannya yang masih serius melihat foto pemberiannya. "Di dalam ada Tante, Mama Papamu dan juga Selina. Foto itu di ambil ketika Mama kamu menang olimpiade." jelasnya pembukaan.

Daniara menonggak.

"Dulu kami berteman sebelum akhirnya seperti ini." menjeda. "Singkat cerita. Akhirnya Papa dan Mama kamu menikah setelah melewati berbagai rintangan."

Daniara meletakan foto itu. Menatap Sintiya penuh dengan harapan. "Rintangan?" tanyanya.

Sintiya mengangguk. "Mau Tante ceritakan masalah perjuangan Papa dan Mamamu?"

Anggukan semangat Daniara berikan. Ia amat penasaran dan sangat ingin tau bagaimana awal dari dirinya lahir.

Sintiya tekekeh sebentar lalu mengangguk setuju. "Setelah Om Chiko ngaku kalo selama hampir satu bulan dirinya yang mengambil alih Papa kamu, Diandra mulai tidak perduli dengan keadaan. Mama kamu selalu sibuk dengan pelajaran sampai di mana kita berpisah karena Kuliah."

"Diandra milih kuliah di Belanda sementara Cakra masih ada di Amsterdam buat gantiin posisi Om Chiko. Seperti apa yang Tante bilang di awal. Papa dan Om kamu sempat bertukar peran karena Omah Dan Opah ingin salah satu dari mereka meneruskan perusahaan Opah."

"Bertahun-tahun berlalu mereka akhirnya di pertemukan kembali dengan jembatan sebagai rekan bisnis. Satu tahun pendekatan dan akhirnya mereka menikah."

"Sepuluh tahun berlalu dengan cepat. Perusahaan yang Mamamu bangun sejak kecil akhirnya menjadi perusahaan terpandang. Sementara perusahaan Opah yang Papa kamu kelolah tidak mengalami peningkatan sama sekali. Di situ Omah mulai di ejek oleh teman-teman sosialitanya. Opah mulai di rendahkan rekan bisnisnya dan akhirnya mereka murka."

"Di umur pernikahan Mama dan Papa kamu yang ke-11 Omah dan Opah mulai ikut campur. Opah sekuat tenaga menghancurkan perusahaan Diandra tapi selalu gagal karena Nenek Tante kamu. Abila selalu mendukung dan melindungi Mama kamu sampai saat ini."

"Puncaknya tiba. Akhirnya Opah dan Omah secara terang-terangan minta  Cakra buat menceraikan Mama kamu-"

"Terus, Papa setuju?" potong Daniara.

Sintiya menggeleng. "Enggak. Papa kamu mempertahankan Mama kamu dengan sekuat tenaganya. Merahasiakan tentang niat Omah dan Opah sampai dua tahun berlalu semua masih aman. Mama dan Papa kamu hidup dengan baik hingga cobaan datang lagi." Sintiya mengambil napas.

Segalanya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang