Delapan Belas

74 9 0
                                    

Seperti apa yang sudah di rencanakan dengan teman-temannya. Kini Daniara sudah siap dengan pakaian sederhana yang di suruh oleh Wisnu.

Sebenarnya ini lebih ke cara Daniara berpakaian aja. Setiap ingin keluar Daniara memang selalu berpakaian sesimple mungkin. Jadi, ketika Wisnu menyuruhnya memakai pakaian yang tidak terlalu mahal, Daniara tidak terlalu bingung.

Mbok Dira datang membawakan makan siangnya. Piring di letakan di hadapan Daniara dengan segelas air mineral sebagai teman.

Makan siang kali ini seperti biasa. Ia makan seorang diri tanpa mamanya.

"Ibu belom bisa di hubungin, Neng." ucap mbok Dira tiba-tiba.

Daniara menonggak menatap asisten rumah tangganya yang nampak khawatir. Sesuap nasi ia telan bulat-bulat. Matanya menatap piring dengan nasi dan lauk yang kini terlihat memuakan.

Napasnya terelah kuat. Ia memilih memakan kembali nasinya dari pada membalas ucapan mbok Dira.

Mbok Dira yang melihat sikap anak majikannya hanya terdiam. Ia tidak tau menau tentang kejadian kemarin. Ia hanya bingung mengapa majikannya tiba-tiba menelepon dan mengatakan jika ia akan tidur di apartment miliknya lalu kembali besok harinya.

Namun, sampai saat ini Diandra belum juga kembali. Ketika di telepon olehnya, malah suara operator yang terdengar.

"Neng, Ibu kira-kira kemana, ya? Ga biasanya Ibu seperti ini," mbok Dira kembali lagi bertanya dan lagi-lagi Daniara memilih diam.

Mbok Dira menghela napas pelan. Ia memilih kembali ke dapur untuk merapihkan peralatan yang tadi ia pakai dari pada terus berbicara tapi di abaikan.

Tidak lama. Daniara beranjak dari duduknya. Meninggalkan meja makan dengan keadaan nasi yang masih banyak. Air di gelas saja tidak di sentuh sama sekali oleh gadis itu.

Mbok Dira menggeleng. Kelakuan anak zaman sekarang memang jauh berbeda dengan zamannya dulu yang selalu menjunjung tinggi rasa hormat terhadap seseorang yang lebih tua.

"Zaman makin meningkat tapi kelakuan manusianya semakin menurun." kata mbok Dira pada angin.

Daniara

Gadis dengan pakaian rumahan itu tengah sibuk dengan leptop di hadapannya. Menampilkan suatu acara yang ia suka. Hilda melirik ponselnya, ada pesan masuk dari Susi.

Susi :
|Lo beneran ga masuk, Hil?
|Ga ada otak, lo, beneran.
|Gila! seharusnya lo bikin vidio sama yang lain.

|Kan udah bilang, ngikut.
|Bacot.

|Eh, gubluk!
|Nia juga beneran ga masuk.
|Putra ngiranya kita jalan ber3.

|Lah, kemana tuh bocah?

|Mana gue tau!
|Besok gue masuk. Lo msuk jga!

|Y.

Ponsel di letakan di sampingnya. Hilda terdiam sejenak.

Sebentar.

Jadi Daniara benar-benar tidak masuk? Jadi, kakinya beneran puyeng?

Ah, tidak mungkin.

Daniara

Gadis dengan celana jeans dan kaus lengan pendek itu berdiri di depan semua cafe. Ia memperhatikan cafe yang akan menjadi background tugasnya.

Segalanya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang