Dua Puluh Empat

70 8 0
                                    

Sejak tiga puluh menit yang lalu, pak Robet terus berusaha menghubungi Daniara tapi pemiliknya tidak menjawab. Pak Robet terus mencoba dan berusaha berpikir positif bahwasanya anak dari majikannya sedang ada urusan lain.

Namun tidak bisa.

Ini sudah pukul tiga sore, sekolah dan anak osis yang lainnya sudah keluar sejak tiga puluh menit yang lalu. Namun, kemana Daniara?

Tut... Tut... Tut...

Ponsel tersambung, tapi tanda-tanda untuk di angkat sama sekali tidak ada. Pak Robet sungguh bingung. Kemana anak majikannya pergi? Ponselnya berdering nyaring, ia dengan semangatnya mengangkat tanpa membaca siapa yang meneleponnya.

"Hallo, Neng dimana?"

'Pak? Kenapa?'

Pak Robet kaku. Ini suara Diandra.

"Ha-Halo, Bu?"

'Kamu dimana, Pak? Sudah jam tiga kenapa belum pulang?'

"Maaf, Bu. Neng Nianya belum selesai, Bu."

'Ya sudah, langsung pulang kalo sudah selesai, ya. Saya tunggu.'

"Baik, Bu."

Pak Robet menggaruk telinganya. Ia terpaksa berbohong dengan mengatakan jika Daniara masih belum selesai dengan urusannya. Ia tidak mau membuat suasana semakin kacau dan membuat majikannya jadi gelisah.

Pak Robet kembali menghubungi Daniara. Ia terus menerus berusaha menelepon Daniara dengan kaki yang melangkah ke kiri dan ke kanan. Gelisah.

Pak Robet yang sedang sibuk dengan ponselnya tidak tau jika ada motor seseorang yang berhenti di dekat mobil hitam milik Diandra terparkir.

Ternyata motor itu milik Wisnu.

Wisnu turun, menatap mobil dengan sangat cermat. Ini, bukankah mobil yang biasa Daniara pakai? Mengapa masih ada di depan sekolah? Bukankah sekolah sudah bubar dari pukul dua belas tadi?

Tanpa banyak pertimbangan, Wisnu turun dari motornya tidak lupa untuk mencabut kunci motornya. Ia mendekat pada seseorang berpakaian serba hitam seperti supir. Pak Robet.

"Permisi, Pak..."

Pak Robet menoleh, menurunkan ponselnya menatap Wisnu. "Iya?"

"Maaf, Pak. Mau tanya, ini mobil Daniara bukan, ya?" tanya Wisnu memastikan.

Pak Robet mengangguk semangat. Tiba-tiba ia seperti memiliki harapan.

"Iya. Kamu temennya Neng Nia?"

Wisnu mengangguk. "Ara masih di dalam, Pak? Kok Bapak kelihatan gelisah gitu?"

"Ini, Den. Neng Nia ga bisa di hubungi sejak tadi. Teman-teman osisnya sudah keluar semua sejak tiga puluh menit yang lalu. Saya takut terjadi sesuatu sama Neng Nia."

Wisnu terkaget. Ia mengerjib berusaha mencerna ucapan supir di depannya. Namun bukan ketenangan yang ia dapat, melainkan kegelisahan.

"Bapak udah coba masuk?"

Pak Robet menggeleng.

"Biar saya yang masuk." putus Wisnu cepat.

Wisnu segera berlari meninggalkan pak Robet di depan gerbang. Pak Robet yang tidak sabar ikut berlari masuk mengabaikan teriakan satpam yang baru saja ingin menutup pintu gerbang sekolah.

Wisnu mengeluarkan ponselnya, mencari nama Daniara dalam kontak lalu meneleponnya. Ponsel terus di tempel pada telinga, sementara kakinya terus berlari memutari koridor lantai satu.

Segalanya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang