Dua Puluh Lima

77 9 0
                                    

"Dari mana aja, lo? Buseh!!"

Baru saja motornya berhenti, suara teriakan tiga temannya membuat Wisnu terkekeh. Setelah melihat mobil Daniara berjalan meninggalkan sekolah, Wisnu dengan pikiran yang berputar mulai menyalahkan motornya dan berhenti di sini.

Di tempat yang seharusnya.

"Kemana aja lo? Jalan duluan nyampe belakangan!" Fikri bertanya dengan kesal.

Pasalnya tadi sebelum ke sini, Wisnu mengomelinya habis-habisan karena terlalu lama di dalam kamar mandi. Hal hasil Wisnu berangkat lebih dulu meninggalkan Fikri.

"Ada urusan sebentar." jawabnya ambil aman.

"Hallah tai!" gas Fikri lagi.

Wisnu yang duduk di samping Putra memilih mengabaikan Fikri dengan cara mengambil sebuah kacang goreng yang sudah di bungkus kecil-kecil oleh Bi Sulis pemilik warung belakang sekolah.

"Bacot ege, lo, Kri." Deon ambil suara.

"Eh!" Fikri menantang. "Asal lo tau, Yon. Nih orang ngebacotin gue gara-gara gue lama di WC. Eh pas gue udah buru-buru manusianya malah ninggalin gue. Sial, kan!"

"Ya lonya lama." Wisnu menjawab membela diri.

"Gue berak anjing!"

Putra tertawa. Ia kembali memakan pisang gorengnya tanpa menatap siapapun.

"Yaudah-"

"Jujur lo! Ngapain di sekolahan? Gue lihat motor lo tadi di depan sekolah." ini bukan pertanyaan melainkan pemaksaan.

Laki-laki yang sedang sibuk dengan kacang gorengnya menoleh kekiri di mana Fikri duduk. Ia menatap Fikri dalam lalu berkata. "Numpang berak sayang." jawaban Wisnu kompak membuat Deon dan Putra terpingkal di tempat sementara Fikri meraung kesal.

"Asu!"

Daniara

Mobil hitam yang ia naikin terparkir di samping mobil putih milik Diandra. Daniara turun, berjalan masuk kedalam rumah besar di depannya. Senyumnya terbit ketika melihat mamanya tengah duduk di sofa ruang tamu.

Daniara menghampiri mamanya, menyaliminya lalu memilih duduk di samping Diandra yang tersenyum.

"Dari mana aja baru pulang?"

Daniara terkekeh. "Osis Ma. Besok juga aku pulang sore lagi." jelasnya sebelum minta.

"Ada apaan?"

"Persiapan pemilihan ketua Osis yang baru." jawabnya jujur.

Diandra mengangguk-angguk kepala. Ia menatap anaknya penuh. Daniara yang di tatap menatap bingung mamanya.

Ada apa?

"Mama mau ngomong masalah Pap-"

"Ma!" Daniara menyela ucapan mamanya. Diandra diam.

"Nia minta maaf masalah kemarin, Nia ga bermaksud buat Mama malu di depan keluarga Papa. Nia cuma mau ngeluarin apa yang selama ini Nia pendam. Nia ga-"

"Daniara..." Diandra menghentikan ocehan anaknya. Jemari anaknya ia genggam dengan kedua tangan yang hangat. "Denger Mama, sayang,"

Daniara diam. Menatap mamanya dengan mulut yang terkunci rapat.

"Mama ga pernah marah sama kamu. Mama cuma sedikit kesal aja sama sikap Papa. Kamu berhak buat ngeluapin segalanya, sayang. Kamu berhak emosi dan wajar kalo kamu bersikap seperti itu. Mama ga marah." menjeda.

"Mama cuma sedikit kaget aja sama semua yang kamu ucapkan. Mama kaget, Mama ga nyangka kalo kamu mikul beban seberat itu," Diandra menunduk. "Mama minta maaf, ya."

Segalanya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang