Tujuh

93 9 0
                                    

"Papa mau kemana lagi? Baru sampe, kan?"

Cakra terlihat tergesa. Pria berjas hitam itu menatap Daniara penuh penyesalan. "Maaf, Nia. Papa ada urusan mendadak. Papa pergi dulu, ya."

"Tante itu kecelakaan, kan?" menjeda. Matanya menatap Cakra tanpa ekspresi. "Beliau di rumah sakit, kan, Pa? Kayanya tebakan aku bener, deh. Ya, kan, Pa?"

Cakra diam. Wajah merah paniknya terlihat jelas dan begitu ketara. Daniara tersenyum tipis. "Yaudah, kalo Papa mau pergi, ya, pergi aja."

"Kamu gapapa, kan?"

Daniara mengangguk. "Aku udah biasa di tinggal."

Tidak begitu perduli dengan kalimat yang di gunakan Daniara. Cakra mengangguk, mendekat pada putrinya untuk mengusap kepala anak satu-satunya itu lalu berbalik badan dan mobil melesat begitu saja.

Daniara tersenyum pahit. Membuka pintu gerbang sedikit lebar untuk motornya masuk. Ia kembali menghampiri motor birunya yang terpakir sembarang di depan tadi. Saat motor baru saja memasuki garasi, mobil putih milik mamanya terpakir.

Daniara menoleh sebentar, lalu sibuk mengambili beberapa jajanan yang ia beli tadi.

"Papa kamu kesini?" tanya Diandra setelah menutup pintu mobil.

"Iya." jawab Daniara singkat. Mereka berjalan beriringan masuk ke dalam rumah melalui pintu belakang.

Diandra duduk di kursi makan, menuangkan segelas air untuk dirinya minun. Wanita berusia kurang lebih empat puluh tahunan itu memperhatikan anaknya yang sedang menatap berbagai makanan dan minuman yang ia beli di atas meja.

"Kenapa mukanya di tekuk, gitu?" tanya Diandra sebagai seorang ibu.

"Gapapa."

"Berantem sama Hilda atau sama Susi?" kembali bertanya, tapi respon Daniara hanya menggeleng.

"Mama, mau?" tawanya menyodorkan roti bakar isi cokelat keju itu.

Diandra menyobek roti itu sedikit, memakannya untuk menghargai anaknya.

"Selisih paham sama Papa?"

Tatapan Daniara terpaku sebentar oleh segelas minuman yang ingin ia sentuh. Pandangan matanya beralih pada Diandra yang tengah menatap anaknya dengan serius.

Daniara kembali menggeleng pelan.

"Tadi Papa kesini?" tanya ulang Diandra.

"Iya." jawab Daniara pelan.

"Kamu dari mana?"

"Beli jajan."

"Papa kesini kan, tadi?"

"Iya."

"Masuk ke rumah, ga?"

"Enggak. Ketemu di pager doang tadi." tanpa sadar Daniara menjawab dengan jujur. Gadis itu terlihat belum sadar akan pertanyaan mamanya.

"Kenapa ga di suruh masuk?"

"Tante itu kecelakaan. Tadi Nia liat di jalan dia ketabrak sama motor. Adu kepala gitu. Tapi ga parah, cuma jidatnya aja yang kegores."

"Lalu?"

"Ya itu. Papa panik pas Nia dateng. Udah jelas banget kan dapet kabar dari Tante itu. Yaudah, abis itu Papa pergi lagi."

"Nia marah?"

"Enggak. Nia ga marah, Nia cum-" terjeda. Daniara tersadar. Ia menatap mamanya yang tersenyum tipis padanya.

"Nia marah?" Diandra bertanya kembali untuk memastikan.

Daniara menggeleng kepala. Gadis itu beranjak dari duduknya, membawa dua gelas minuman yang masih belum di buka dan beberapa kantung makanan yang masih utuh.

Segalanya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang