Dua belas

77 7 0
                                    

"Papa di sini? Lalu Tante itu dimana?"

Diandra, Lio dan Alga menoleh pada sumber suara. Daniara terdiam seribu bahasa saat tau jika yang ada di samping mamanya bukanlah Cakra.

"Tante itu?" Lio bertanya. "Apa maksud kamu, Nia?"

Daniara menggeleng. Ia menampilkan senyum palsunya lalu mendekat pada seseorang yang sangat-sangat mirip dengan papanya. Chiko. Omnya.

"Apa kabar, Om?" tanyanya mendekat. Tangannya menyalimi Chiko yang masih bingung dengan gelagat keponakannya yang sedikit aneh.

"Baik. Nia gimana, sehat?" balasnya balik bertanya.

Daniara mengangguk. Ia duduk di samping Chiko tempat yang semula di duduki oleh Abila. Sedangkan Abila menduduki bangku yang semula tidak di isi.

"Papa kamu berulah lagi?" Chiko bertanya. Kembaran papanya ini sangat baik terhadapnya. Begitu perhatian tapi beberapa minggu ini Chiko seakan hilang di telan bumi. Tidak ada kabar yang biasa dirinya terima dari Chiko.

"Enggak kok, Om. Aku kaget aja tadi pas liat Om. Eh reflex bilang gitu, deh." jawabnya.

"Om kemana aja? Hilang seminggu kaya ayang?" tanyanya sedikit meledek.

Chiko terkekeh kencang. Kepalanya menggeleng-geleng tidak jelas. "Om ganti kartu, Nia. Eh Om lupa simpan nomor kamu. Tapi tenang, Om udah minta lagi kok sama Mama kamu."

"Oh." mulutnya membentuk huruf O.

"Kamu lagi jalan-jalan aja apa ada ketemu sama client, Ko?" Diandra bertanya pada Chiko yang menebar senyum pada Daniara.

Chiko menoleh pada Diandra. "Sintya ngajak makan di sini, tapi dia lagi nyalon. Aku kira dia udah selesai, taunya pas sampe katanya masih setengah jam lagi." jawabnya jujur.

Diandra terkekeh. Biasa, cewe.

Daniara berdehem. "Ma, Nia pulang duluan aja, ya. Nia lupa belum bikin tugas." izinnya.

Diandra sempat diam namun pada akhirnya mengizinkan. Toh dia masih ingin berkeliling sambil menghilangkan penat.

"Mau bawa mobil Mama?" tawanya.

Daniara menggeleng. "Naik taksi aja." putusnya. "Niat duluan ya, semua. Assalamualikum!" pamitnya.

Setelah mengatakan itu, Daniara langsung pergi keluar restouran seorang diri. Kakinya melangkah perlahan hingga pada akhirnya ia sampai di depan lobby.

Daniara celingukan mencari taksi. Namun tidak ada yang muncul. Sekalinya muncul sudah terisi.

Ponselnya bergetar. Ia membukanya kemudian membaca pesan dari orang yang tadi sore mengiriminya pesan. Alfa.

Alfa :
|Lagi sibuk apa, Dan?

|Banyak.

Ponsel kembali di masukan ke dalam tasnya. Ia menoleh saat merasakan pundaknya di tepuk. Ketika ia menoleh rupanya ada Wisnu dan seorang gadis seumuran dengannya.

Daniara tersenyum. "Eh, Nu. Kaget gue." katanya untuk Wisnu. "Malam, Mbak." sapanya sopan dengan senyum pada gadis yang bersama Wisnu.

"Malam. Panggil Bilqis aja. Kita beda setahun doang, kok." sopan Bilqis membalas ucapan Daniara tadi.

Daniara tersenyum kikuk. Ia salah menyapa.

"Hehe. Iya, Kak."

"Bilqis aja. Ga usah pake, Kak. Kesenengan nanti dia." tiba-tiba Wisnu menimpali membuat toyoran kencang di terima oleh laki-laki berpakaian serba hitam itu.

Segalanya [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang