3. Bulan Yang Redup

201 34 4
                                    

Ada typo tandai, ya.

****

Cukup sore Aluna sampai di rumah. Sengaja dia pulang terlambat, tidak mood untuk melakukan apapun. Jadi, dia habiskan waktu untuk keliling taman. Mencoba mencari hal yang bisa membuat sakit hatinya hilang.

Yang pertama kali Aluna lihat begitu masuk adalah 3 wanita yang sangat dia sayang. Mereka sedang tertawa di ruang tamu. Aluna mengucapkan salam, yang membuat mereka menoleh. Tak lupa menjawab salam yang hukumnya wajib.

"Lun, sini, deh!" Suara Stella menginterupsi. Sebisa mungkin Aluna menunjukkan senyum disaat Anjani dan Keyla menatap sinis.

Berjalan menghampiri, lantas duduk di samping kembarannya. "Kenapa?"

"Lihat! Bagus, nggak?" Ada dua baju dengan motif dan model sama namun beda warna. Yang satu pink, yang satu biru muda. "Mama yang beli, warnanya gue yang request."

Anjani tersenyum kecil.

"Bagus," komentar Aluna. Meski hatinya perih. Bahkan, Anjani hanya membelikan untuk Stella. Untuk Aluna? Jika bukan hari raya, mana mungkin mau membelikan.

"Yang biru buat lo."

Tanpa diduga, Stella memberikan yang satu. Masih dengan rasa tak percaya Aluna menerima. Matanya berkaca-kaca, sangat bahagia.

"Ini buat Stella semua."

Anjani merebut baju di tangan Aluna. Memberikan pada Stella.

"Loh, Ma. Kan-"

"Mama udah susah nyari buat kamu, loh. Masa kamu kasih ke orang lain?"

"Luna bukan orang lain. Luna kakak aku."

"Sama aja."

"Ma-"

"Lo tega sama Mama?" Keyla menyahut.

Aluna sudah paham.

Mau sebaik apapun Stella padanya, Anjani dan Keyla selalu punya cara untuk menggagalkan. Seakan Aluna bukan siapa-siapa bagi mereka. Aluna masih tak mengerti kenapa mereka bisa sebenci itu padanya. Apa karena Aluna tak secerdas Stella dan dua kakaknya?

"Gue ke kamar dulu. Capek habis keliling taman."

Seperginya Aluna, Stella menatap Anjani dan Keyla tak suka. "Mama sama Kakak apa-apaan, sih? Stella sengaja pilih warna biru buat Luna, loh."

"Dia kakak, harus ngalah sama kamu."

"Ngalah, ya?" Aluna tersenyum perih. Menatap mereka dari tangga. "Bukannya dari dulu aku emang selalu ngalah buat Stella?"

****

Mungkin, otak Aluna tak secerdas Stella dan dua kakaknya. Tapi, bukan berarti Aluna tak punya bakat. Meski nilainya selalu tak bisa membuat Anjani bangga, setidaknya Aluna punya bakat yang lain.

Menggambar.

Iya, Aluna jago menggambar. Dari pemandangan, orang, binatang, tumbuhan dan grafiti. Banyak karya terbaiknya yang dipajang di tembok, dengan judul Na-Art yang ditulis sedemikian rupa. Di temani beberapa piala penghargaan yang dia dapatkan sejak SD.

Dengan telaten Aluna mewarnai satu persatu bagian dengan spidol. Menggambar sosok dirinya saat kecil diatas kertas.

Sekelebat bayangan dulu terlintas. Dimana dia masih bisa mendapatkan kasih sayang dari Anjani. Saat belum dibedakan dengan Stella. Aluna rindu masa itu, saat dirinya selalu dicium Anjani begitu sampai rumah.

Matahari Untuk BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang