Ada typo tandai, yagess
Jangan lupa pencet bintang di bawah
happy reading 💙****
"Woy! Pengumuman! Hari ini teman kita, Anindita, ulang tahun yang ke 17. Ucapkan sesuatu buat dia!"
Jaya, bad boy kelas itu berteriak di depan kelas. Semua tatapan tertuju pada Anin, gadis yang duduk dipojokan sambil mengepalkan tangan. Kesal dengan apa yang Jaya lakukan.
"Cepetan! Tunggu apa lagi?"
Satu persatu beranjak, mengucapkan selamat ulangtahun pada Anin. Termasuk Aluna. Yang diberi ucapan hanya tersenyum sambil mengucapkan terima kasih.
Belum sempat kembali ke tempat duduk masih-masing, Jaya kembali bersuara. "Dan, Anin juga bakalan traktir kita semua di kantin! Ya, kan, An?"
Anin ingin menolak keras, tapi tak bisa. "Ya. Ambil sesuka kalian."
Tentu saja semua bersorak. Berbondong-bondong menuju kantin. Jaya tersenyum miring, tak luput dari pandangan Aluna. Gadis itu merasa tidak beres, apalagi hubungan Jaya dan Anin tidak baik.
Saat yang lain sudah ke kantin, Aluna masih di kelas. Berjalan menghampiri Anin yang tampak tidak bersemangat. "Lo nggak ke kantin?"
Anin menoleh saat Aluna duduk di sampingnya. "Nanti aja, nunggu yang lain kelar. Lo sendiri?"
"Nunggu lo."
Anin tersenyum kecil. "Ke kantin, gih! Nanti gue nyusul, tenang aja! Bakalan gue bayarin, kok, sesuai kata Jaya."
"Lo ... sanggup bayarin mereka?" Anin ingin menjawab, tapi Aluna langsung melanjutkan kalimatnya. "Sorry, maksud gue, lo ikhlas? Soalnya, kan, ini Jaya yang minta. Bukan lo yang nyuruh langsung."
"Gue ikhlas, kok, Lun. Tenang aja. Ya udah, kita ke kantin, yuk! Anggap aja ini ucapan terimakasih gue karena kalian udah doain yang terbaik buat gue."
Keduanya lalu menuju kantin. Sudah Anin duga, teman sekelasnya begitu antusias. Ada yang memesan dua mangkuk, ada yang satu mangkuk tapi versi jumbo, ada juga yang memborong. Anin menggigit bibir bawahnya, takut uangnya tidak cukup.
Aluna menggeleng melihat kelakuan Teresa yang sedang mengantri soto. Padahal di tangannya sudah ada batagor. Aluna menghampiri temannya itu, menarik dan mengajak duduk.
"Ish, Lun! Apaan, sih? Gue lagi ngantri soto. Yah, kan? Udah diserobot orang lain!" Teresa memanyunkan bibirnya.
"Lo udah beli batagor, masih mau beli soto? Kebanyakan, Res!"
"Ya elah, dibayarin Anin juga. Kapan lagi coba, ditraktir sepuasnya sama temen?"
"Bayangin kalau satu kelas kayak lo! Dan bayangin kalau lo di posisi Anin?" Aluna menunjuk Anin yang duduk sambil memperhatikan teman-temannya. Teresa ikut menoleh. "Lo sanggup bayar?" Teresa kembali menatap Aluna. "Oke, lo pasti sanggup. Tapi, pasti pakai uang simpanan lo. Nggak mungkin cukup cuma pakai uang saku. Ya, kan?"
Teresa mengangguk. Benar sekali, uang sakunya saja hanya 30 ribu sehari. Untuk menabung saja susah, apalagi mentraktir satu kelas? Bisa bangkrut. "Terus?"
"Kalau bisa, lo ambil yang paling murah. Seenggaknya itu bisa meringankan Anin."
"Tapi Anin fine aja, tuh?"
"Itu kan keliatannya. Kita nggak tahu apa yang ada di hati orang. Bisa jadi dia keberatan, kan? Lo mau makanan lo nggak berkah?"
"Tapi-"

KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Untuk Bulan
Tienerfictie"Bintang emang keren, bisa memancarkan cahaya sendiri, tapi gue suka Bulan. Lo tau? Meski Bulan punya kekurangan, dia tetap berusaha buat menerangi bumi dengan bantuan Matahari. Gue bakalan jadi Matahari buat lo, Aluna." . . . . Cover by pinterest.