14. Janji

143 31 1
                                        

Ada typo tandai, ygy

****

Dunia Aluna runtuh kala mendengar kabar buruk dari Stella. Seperti mimpi, Aluna tidak percaya awalnya. Tapi, setelah Stella menjelaskan semua, akhirnya Aluna sadar jika ini memang nyata. Kepalanya tiba-tiba pusing, tak bisa berpikir positif.

Meninggalkan Elio yang masih sibuk memarkirkan motor, Aluna segera masuk usai turun. Ada Stella di depan rumah sakit.

“Lun—”

“Bayu mana?!” Tanpa suara, air matanya terus mengalir. Tak bisa menahan sesak di dada. Ini lebih sakit daripada saat dibentak mamanya.

“Masih ditangani dokter.”

Sama seperti Aluna, Stella juga tak mampu menahan air mata. Bahkan sudah sembab karena menangis sejak tadi.

“Gue mau lihat Bayu!”

Stella mengantarkan ke ruang dimana Bayu dirawat. Ada Anjani dan Keyla juga di luar. Aluna berlari menuju pintu, menatap lewat kaca bagaimana Bayu sedang ditangani. Air matanya kembali mengalir deras, tak sanggup melihat orang yang dia sayang terbaring tak berdaya. Tubuh Aluna melemas, perlahan merosot hingga terduduk di lantai.

Melihat kakaknya begitu terpukul, Stella mendekat. Mencoba menenangkan dengan berjongkok dan mengusap bahu Aluna.

Tanpa diduga, Aluna malah menepis kasar tangan Stella.

“Lun—”

Aluna berdiri, yang membuat Stella ikut berdiri. “Ini semua gara-gara lo!” ujarnya penuh penekanan. Menatap nyalang sosok di depannya. “Kalau lo nggak minta Bayu buat pulang, dia nggak bakalan kayak gini!” Suaranya meninggi, mencoba menahan sesak di dada.

Stella menggeleng. “Ini kecelakaan, Lun.”

Melihat Stella ingin menyentuhnya, segera Aluna menepis. “Gue udah bilang, nggak usah minta Bayu buat pulang. Tapi lo maksa. Lihat sekarang!” Aluna menunjuk pintu ruangan. “BAYU SEKARAT! DAN ITU GARA-GARA LO!”

PLAK!

Tamparan mendarat di pipi kanan Aluna. Anjani tiba-tiba datang dan menamparnya begitu saja. Kini, rasa sakitnya bertambah dua kali lipat.

“Maksud kamu apa nyalahin Stella, hah? Ini semua salah kamu!”

“Ma, udah! Ini di rumah sakit. Jangan ribut.” Stella memegang tangan Anjani, mencoba menenangkan.

“Luna nggak salah, Ma,” ucapnya sambil memegang pipi.

“Bayu pulang gara-gara pengen liburan sama kamu. Memang kamu pembawa sial!”

“LUNA NGGAK PERNAH MAKSA BAYU BUAT PULANG. INI SALAH STELLA, BUKAN SALAH LUNA!”

PLAK!

Giliran pipi kiri yang menjadi sasaran. Aluna tidak tahu sudah sekacau apa wajahnya sekarang.

“INI SALAH KAMU! KAMU JANGAN NYALAIN STELLA!”

Dengan kasar Anjani menarik Aluna pergi. Meski sudah memohon untuk dilepaskan, tetap saja Anjani tak berhenti. Aluna hanya bisa memejamkan mata, merasakan satu persatu sakit yang diberikan.

Kenapa selalu dia yang salah? Apakah Aluna tidak ditakdirkan terlihat benar di mata Mamanya?

“Lebih baik kamu pergi dari sini! Kedatangan kamu cuma bikin tambah kacau.”

“Enggak! Luna m-mau sama Bayu.”

Aluna berusaha masuk, tapi Anjani malah mendorong hingga terjatuh. Tak ada niat sedikitpun untuk membantu berdiri. Justru malah kembali masuk, meninggalkan Aluna yang tak ada niat untuk bangkit. Hatinya benar-benar hancur.

Matahari Untuk BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang