9. Rubik

166 29 1
                                        

Jangan lupa vote komen bestiieee

Happy reading 💙

****

Hujan sudah reda.

Cukup lama Aluna terdiam di halte sendirian. Mengabaikan beberapa angkot dan bis yang menawarkan. Sudah cukup sore, namun Aluna belum ingin pulang. Sayangnya, Stella mengirimkan pesan ingin bertemu Aluna. Terpaksa dia menurut.

Kali ini dia memutuskan untuk jalan kaki dengan tangan masuk ke saku hoodie. Sesekali dia menendangi kerikil yang menghalangi.

"Meong."

Langkahnya terhenti, menatap ke bawah. Seekor kucing oren dengan bulu lebat mendekat. Bahkan mengusapkan bulunya yang kotor pada sepatu Aluna.

Berjongkok, Aluna mengelus kucing itu. "Hallo! Kamu kok di sini? Nyasar, ya?" Aluna membopong kucing itu. "Ikut aku pulang, ya! Nanti tak kasih makan yang enak. Terus aku mandiin, deh. Biar kamu cakep lagi."

Seolah setuju, kucing itu mengusapkan kepala pada hoodie Aluna dan mengeong. Rasanya begitu membahagiakan, padahal hanya seekor kucing. Aluna berniat membawa pulang dan memelihara.

"Luna pulang."

Aluna menutup pintu begitu tiba di rumah, segera menuju kamar sambil mengelus kucing dengan gemas.

"Dari man-" Anjani datang dari arah dapur, begitu terkejut saat melihat apa yang Aluna bawa. "-AAA! KUCING!" Dengan cepat Anjani menjauh. "SINGKIRIN BINATANG SIALAN ITU!" Sambil mengacungkan sendok ke kucing. Sepertinya Anjani sedang sibuk membereskan sisa acara tadi.

Aluna langsung mundur. "M-maafin Luna, Ma. Luna lupa kalau mama takut kucing." Aluna menunduk dalam, takut menatap wajah Anjani.

"Ada apa, sih? Kok, Mama teriak-teriak?" Keyla datang dengan wajah panik. Terlebih melihat Mamanya tampak ketakutan.

"Kelakuan adik kamu bikin Mama jantungan."

Keyla menoleh pada Aluna yang masih tak berani menatap wajah Anjani. Beralih pada kucing yang tampak nyaman di pelukan Aluna. "Lo udah tahu kalau Mama takut kucing, ngapain lo bawa kucing ke rumah, hah? Mau bikin Mama jantungan? Iya? Dasar anak durhaka!"

"Luna nggak sengaja, Kak. Luna lupa-"

"Halah, alasan aja lo! Mending lo bawa pergi itu kucing!"

"Tapi-"

"Lo berani ngelawan, hah?!" Suara Keyla meninggi, semakin membuat Aluna ketakutan. "Lo pergi sekarang atau lo nggak usah pulang sekalian?"

Andai Bayu di rumah, sudah pasti mereka tak akan se-marah itu. Dengan tangis yang tertahan, Aluna keluar rumah. Entah kemana lagi dia akan pergi. Yang jelas sejauh mungkin sampai merasa tenang.

Dan pilihannya jatuh pada taman kota. Duduk di ayunan sambil melamun. Tak lupa memeluk kucing yang dia klaim menjadi miliknya sekarang. Tak peduli langit kembali mendung.

Satu persatu pengunjung taman mulai pergi, bahkan ada yang memutuskan pulang padahal belum tentu hujan akan turun lagi.

Pulang? Aluna tertawa dalam hati. Bahkan yang dia anggap tempat untuk pulang, justru yang membuatnya pergi.

"Kalau pengen teriak, teriak aja. Jangan ditahan!"

Suara itu membuat Aluna menoleh, terkejut dengan kedatangan cowok yang entah sejak kapan duduk di ayunan sebelahnya. "Lo? Kenapa disini?"

"Kenapa? Nggak boleh? Ini tempat umum, siapapun bebas buat dateng ke sini."

Aluna berdecak. Dia hanya bertanya. Itupun secara baik-baik. Tapi, cowok itu malah menjawab dengan wajah yang seakan mengajak duel. "Lo mukanya biasa ada, dong! Kayak mau ngajak gelut aja."

Matahari Untuk BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang