27. Bulan dan Bintang

158 24 2
                                    

Spesial part Luna dan Stella.

Jangan lupa pencet bintang di bawah
Ada typo tandai, yagesyaa..

Happy reading 💙

****

Lima puluh dua detik.

Lima puluh tiga detik.

Lima puluh empat-

-Selesai.

Kurang dari satu menit Aluna bisa menyelesaikan rubik yang dia acak tadi. Ini rekor terbaru, dan harus diapresiasi. "Anjir, gue keren banget." Aluna menggeleng pelan, bangga dengan dirinya. "Minta Stella buat acakin, ah!"

Sejak pulang dari pantai, hubungan si kembar semakin hari semakin membaik. Meski belum sepenuhnya Aluna melupakan semua, masih ada sedikit rasa benci. Sebisanya Aluna mencoba menyingkirkan. Tidak ingin menjadi sosok yang egois.

Lagipula, dia sadar. Semua sudah ditakdirkan, bukan salah Stella.

Aluna berdiri, keluar kamar dan berniat menghampiri Stella. Baru sampai tangga, terdengar suara Stella yang berteriak. Juga ada suara Anjani.

Langkah Aluna memelan, penasaran dengan apa yang terjadi. Terlebih Stella tergesa-gesa menaiki tangga, mengabaikan panggilan Anjani dari bawah.

"Lo kenapa, dah?"

Saking kesalnya, Stella sampai tidak sadar ada Aluna. "Gue sebel!" jawabnya lalu menuju kamar.

Aluna mengernyit, tidak mengerti. Mungkin ada cekcok lagi dengan Mamanya. Akhir-akhir ini Stella sering marah-marah pada Anjani. Meski begitu, Mamanya tidak pernah membentak seperti yang dilakukan pada Aluna. Sebuah perbedaan yang terlihat jelas.

Tak mau terlalu peduli, Aluna kembali ke kamar. Belum sempat masuk, tangannya ditarik Stella yang baru saja keluar kamar. "Ikut gue!"

"Kemana?"

"Ikut aja!"

Aluna lupa jika kembarannya itu tukang memaksa. "Gue ambil hoodie dulu." Dengan gerakan cepat, Aluna masuk ke kamar dan mengambil hoodie yang tergeletak di ranjang.

Stella menggandeng tangan kembarannya. Meski heran, Aluna memilih diam. Bukan saatnya bertanya. Biarlah Stella menceritakan sendiri.

"Kamu mau kemana, Stella?"

Bahkan, nadanya sangat lembut meski tadi sudah dibentak. Se-sayang itu Anjani pada si bungsu.

Bukannya menjawab, Stella malah terus berjalan. Aluna sudah meminta untuk berhenti, agar Stella menjawab pertanyaan Mamanya. Tapi, seakan menulikan pendengaran, Stella tak mau berhenti.

"Lo kenapa, sih? Mama nanya, loh! Kenapa diem aja?"

"Sssttt. Gue lagi puasa ngomong sama Mama."

"Karena hal yang lo ceritain waktu itu?"

Stella naik ke motor, memakai helm dan menyalakan mesin. "Bukan, yang lain."

"Oke, gue nggak bakalan kepo."

Tak mau terlalu mengurusi masalah kembarannya, Aluna langsung naik ke motor. Membiarkan Stella membawanya entah ke mana.

****

Matahari Untuk BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang