7. "Sorry."

180 37 2
                                    

“Yah, sayang banget lo nggak bisa ikut. Padahal gue berharap lo ikut, Lun. Dari dulu lo jarang banget, loh, ikut camp kita.”

Aluna menggaruk pelipisnya. “Ya gimana ya, Kak. Susah banget buat dapat izin dari Mama. Ya kali tetep ikut. Nggak mau kualat.”

Panji menghela nafas, mengangguk paham. Selalu seperti itu alasan Aluna. “Lo nggak diizinin camp sana sini, tapi kok ikut PA, sih?”

“Karena dari PA, gue mengerti arti persahabatan yang sebenarnya. Ya udah, Kak. Gue ke kantin dulu, udah ditungguin. Oh, iya. Bilangin maaf juga ke Kak Fardan, ya, Kak Panji.”

Setelah mengucapkan maaf, Aluna menuju kantin. Bukan hanya Panji, diapun sangat ingin ikut camp. Mau bagaimana lagi? Aluna tak mau menjadi anak durhaka. Nanti dikutuk jadi batu.

Usai memesan makan, Aluna menghampiri Teresa yang duduk sendiri sambil mengaduk bakso dengan tak minat. Membuat Aluna mengernyit heran.

“Kenapa muka lo ditekuk gitu?”

Gadis itu mendongak, lalu menghembuskan nafas panjang. Tanpa berkata dia menggelengkan kepala sebagai jawaban bahwa dia tidak apa-apa.

“Makan kali baksonya, kasian dianggurin.”

“Gue … pengen diet.”

Pernyataan yang membuat Aluna melotot kaget. “Ngapain diet, anjir?”

“Gue gendut sekarang.”

“Lo nggak gendut, anjir. Siapa yang bilang lo gendut? Sini, suruh ngadep gue!"

Aluna menggulung lengan seragamnya. Bukan tanpa alasan dia berkata seperti itu. Teresa tak pernah mempunyai keinginan untuk diet. Meski dulu Aluna iseng nyuruh diet, Teresa tidak mau. Tapi kenapa tiba-tiba ingin diet? Ada yang tidak beres sepertinya.

“Gue kemarin lihat Rifki jalan sama cewek cantik plus langsing. Kayaknya dia nggak suka gue karena gue gendut. Iya, kan?”

Dengan cepat Aluna menggeleng. “Lo salah besar, Res! Lo nggak gendut, berhenti bilang kayak gitu! Nggak usah segala diet cuma buat narik perhatian Rifki. Sekalipun lo langsing, kalau Rifki nggak suka, nggak bakalan ngelirik lo.”

“Tapi gue nggak suka sama gue yang kayak gini.”

Padahal, badan Teresa berisi. Bukan gendut akibat lemak. Tapi, gadis itu tetap saja tidak percaya diri dengan penampilannya.

“Nggak suka gimana, sih? Lo cuma perlu jadi diri lo sendiri. Dengan begitu lo bisa dapat yang bener-bener tulus sama lo. Bukan cuma karena fisik. Lagian lo udah cantik, anjir! Nggak usah ngiri sama cewek lain!”

Teresa memanyunkan bibir, Aluna selalu membuatnya sadar dengan kata-kata yang dilontarkan. “Tapi gue tetep mau diet! Seenggaknya biar tubuh gue sehat.”

Tak lama pesanan Aluna datang. Dia mengucapkan terima kasih dan langsung menyantap rice bowl dengan lauk ayam suwir tersebut.

“Iya, iya. Tapi barengi sama olahraga! Nggak cuma ubah pola makan. Istirahat juga yang cukup, nggak usah keseringan begadang cuma buat maraton drakor!” sarkas Aluna lalu menyuapkan nasi.

Enggeh, Ndoro.”

“Lebih baik jadi diri sendiri, daripada harus menjadi orang lain buat menarik perhatian seseorang. Capek kayak gitu, nyiksa batin doang.”

Matahari Untuk BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang