37. Pesan

160 21 0
                                    

"Lo yakin mau latihan sepeda?"

Pertanyaan Elio dijawab dengan penuh semangat oleh Aluna. "Yakin, El! Gue pengen bisa naik motor. Biar nggak nyusahin orang lain terus. Juga nanti kan, gue bakalan jauh dari lo. Siapa yang mau gue repotin?" Aluna terkekeh.

Sepagi ini Elio sudah berada di depan rumah Aluna lantaran gadis itu tiba-tiba meminta diajari naik sepeda. Bukannya tidak mau, tapi dulu Aluna menolak keras tawaran Elio. Jelas saja cowok itu kaget sekarang. Meski merasa senang juga. "Harusnya nggak usah beli, minjem punya ponakan gue 'kan, bisa."

"Gue ngerasa nggak enak, kasihan juga nanti ponakan lo jadi nggak main sepeda."

"Ya udah, mau kapan?"

"Sekarang!"

"Semangat bener. Dulu aja nolak banget."

Aluna memanyunkan bibir. "Jangan bikin gue nggak mood, deh, El."

Melihatnya, Elio terkekeh. Menaiki sepeda baru yang Aluna beli kemarin dan dikirim tadi. "Si paling biru."

Aluna ikut naik di jok belakang. "Biarin! Lagian, warna biru bagus, loh! Seger gitu lihatnya."

"Iya, sih."

Lalu keduanya menuju jalan yang jarang dilalui kendaraan. Aluna sudah tidak sabar. Jika sudah bisa, dia akan kemana-kemana sendiri tanpa naik bis atau angkot.

Tak butuh waktu lama untuk mereka sampai. Aluna turun dan melihat ke sekitar. Hanya ada beberapa orang yang lewat, itupun jalan kaki.

“Cepet ajarin!”

Padahal Elio masih duduk, tapi Aluna sudah memaksa. “Sabar, Na.”

Cowok itu turun, segera Aluna naik. Rasanya deg-degan, padahal hanya latihan sepeda.

“Gue pegangin dulu, nanti kalau udah bisa baru gue lepas.”

“Tapi nanti kalau jatuh kayak dulu, gimana?” Belum mulai sudah berpikir buruk. Dasar Aluna.

“Jatuh itu hal biasa. Kalau orang bilang, belum jatuh belum bisa.”

Mengangguk paham, Aluna memantapkan niatnya. Berharap latihan hari ini berjalan lancar.

Elio menyuruh Aluna mulai mengayuh pedal. Dengan sabar cowok itu membantu memegang agar bisa berjalan. Tak henti-hentinya Aluna tertawa lantaran begitu bahagia. Meski masih tremor, susah untuk menyeimbangkan.

“Gue lepas, ya! Masih gue dampingin, tenang aja.”

Aluna mengangguk, mulai mengayuh tanpa bantuan Elio. Masih sedikit kesusahan, apalagi kadang stangnya belok sendiri. Dengan sigap Elio menahan saat Aluna akan roboh.

“Ih, susah!”

“Baru segitu, masa mau nyerah?”

“Ini stangnya nyebelin banget. Padahal gue nggak mau belok, masa belok sendiri.”

Elio tertawa kecil. “Karena lo belum bisa menyeimbangkan. Coba lagi! Pasti bisa, kok.”

Meski sedikit frustasi, Aluna tetap mencoba lagi. Berkat semangat dan usahanya, kali ini sudah lebih baik dari sebelumnya. Bahkan Elio sampai tidak mendampingi seperti tadi.

“Lo bisa, Lun!” ucapnya penuh semangat.

Semua kemampuannya sudah dikerahkan. Memang, usaha tak pernah mengkhianati. Akhirnya Aluna bisa naik sepeda sekarang.

“El! Gue bisa!” teriak Aluna saat dia melajukan sepeda menghampiri Elio.

Cowok itu tersenyum senang. “Nice!” Tak lupa mengacungkan dua jempol.

Matahari Untuk BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang