Aluna pulang dengan perasaan bahagia. Akhirnya dia bisa melihat idolanya secara langsung, foto bareng, dan meminta tanda tangan. Hari ini tidak akan Aluna lupakan, akan dia kenang selama hidupnya.
Sambil memeluk jersey tadi Aluna masuk ke rumah. Senyumnya tak kunjung pudar. Baru saat ingin menaiki tangga, suara Bayu yang duduk di sofa menghentikannya.
“Bagus banget cewek malam-malam baru pulang. Mana keluar pagi nggak izin.”
“Gue udah bilang Stella, kok. Lagian, percuma juga izin ke Mama atau lo. Nggak peduli juga, kan?”
Bayu tersenyum sinis, lalu berdiri dan menghampiri adiknya. “Gue juga nggak peduli lo mau pulang apa nggak. Gue cuma khawatir, lagi-lagi Stella sakit gara-gara mikirin lo.”
Aluna terkejut. “Stella sakit?! Sekarang gimana keadaanya?” Kini mulai panik, takut hal tak diinginkan terjadi pada kembarannya.
“Nggak usah sok peduli. Sekarang Stella udah aman walaupun tadi sempat pingsan. Sekarang lagi istirahat di kamar.”
“H-hah?! Pingsan?”
Tanpa pikir panjang Aluna berlari ke atas mengampiri Stella. Memastikan jika adiknya tidak kenapa-kenapa. Belum sempat membuka pintu, Bayu sudah menghentikan.
“Mau ngapain lo?”
“Mau liat Stella.”
“Nggak usah!” Bayu menarik Aluna menjauh, cowok itu berdiri di pintu kamar Stella. Seakan tak membiarkan Aluna untuk masuk. “Kedatangan lo cuma bikin Stella tambah parah nanti.”
“Ngomong apa, sih? Lo pikir gue bakalan celakain Stella?”
“Kalau iya?”
Aluna menggeleng tak percaya. Bisa-bisanya Bayu berpikiran buruk seperti itu. Tak ada niatan sedikitpun untuk melukai kembarannya. Apa perlu Aluna katakan seribu kali jika dia menyayangi Stella agar Bayu percaya? Sepetinya hal itu juga sia-sia jika dilakukan. Hati Bayu seperti tertutup untuk Aluna.
“Gue nggak tahu kenapa lo bisa berubah kayak gitu, Bay. Kalau karena hilang ingatan, semoga lo cepat sembuh.”
“Gue udah sembuh, dan memang kenyatannya seperti ini, kan? Apa yang harus gue rubah?”
Dengan enteng perkataan itu keluar dari mulut Bayu. Harus bagaimana lagi agar Bayu kembali seperti dulu? Aluna capek menghadapi sifat Bayu yang tak seperti keinginannya. Aluna ingin Bayu yang dulu.
“Bayu yang selama ini gue kenal nggak kayak gini. Dia selalu bikin gue seneng. Nggak pernah bentak gue, ngomong keras aja jarang. Beda banget, ya, sama Bayu yang sekarang.” Meski sakit, Aluna mencoba tetap tersenyum.
Bayu terdiam, menatap dalam mata Aluna yang menyimpan banyak luka.
“Bayu yang dulu juga sering maksa buat cerita masalah yang gue alami. Walaupun ujung-ujungnya gue nggak mau cerita.”
“Mending lo tidur!”
Lihatlah, Bayu malah mengalihkan pembicaraan. Namun, kali ini Aluna tak akan menurut begitu saja seperti sebelumnya. “Oh, iya. Bayu yang dulu juga sering banget ngajak gue jalan-jalan kalau gue lagi bosen. Nggak bisa kayaknya biarin gue sedih sedikit aja. Bawaannya pengen hibur terus.”
“Lun, tidur!” Suaranya agak meninggi sekarang. Perasaan Bayu tidak jelas, ada sesuatu yang mengganggu hatinya.
Aluna masih tak mau menurut. “Bayu yang dulu kalau nyuruh tidur nggak kayak gini. Ngomongnya baik-baik. Bahkan kalau gue nggak bisa tidur, pasti nemenin sambil bacain cerita random.”
Bayu memejamkan mata, mencoba menahan amarahnya. “Luna, udah! Mending sekarang lo—”
“Gue kangen lo yang dulu, Bay. Gue harus bagaimana lagi biar lo ingat? Apa gue harus nunjukin semua moment yang gue abadikan biar lo bisa ingat? Apa gue harus nyuruh teman-teman lo buat bantu cerita? Atau gue harus—”

KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Untuk Bulan
Novela Juvenil"Bintang emang keren, bisa memancarkan cahaya sendiri, tapi gue suka Bulan. Lo tau? Meski Bulan punya kekurangan, dia tetap berusaha buat menerangi bumi dengan bantuan Matahari. Gue bakalan jadi Matahari buat lo, Aluna." . . . . Cover by pinterest.