4. Tak Harus Memiliki

187 36 2
                                    

"Gue kepilih ikut olimpiade lagi."

Topik pembicaraan mereka hari ini tentang Stella yang kembali ikut olimpiade. Bukan hal yang mengejutkan bagi Aluna. Justru akan lebih mengejutkan jika Stella tidak dipilih. Tandanya ada yang tidak beres dengan kembarannya. Iya, memang sepintar itu Stella. Cita-citanya juga ingin kuliah di luar negeri. Berbeda dengan Aluna yang sama sekali tidak ingin lanjut kuliah. Andai saja Bayu dan Samudera tidak memaksa. Katanya, demi masa depan Aluna sendiri. Sebagai adik sekaligus anak yang baik, Aluna menuruti permintaan dua lelaki yang amat dia sayangi itu.

"Bagus, dong! Lo harus juara lagi!"

Stella mengangguk.

Mereka sedang berada diramainya jalanan ibukota. Sedang lampu merah, sehingga memudahkan mereka untuk mengobrol. Hari ini, seperti biasa, Stella akan mengantar Aluna ke sekolah. Memang, mereka beda sekolah sejak dulu. Tak pernah satu sekolah sejak SD. Sekarang, Aluna di SMA Himawari, sedangkan Stella di SMA Sakura. Jangan tanyakan siapa yang memutuskan seperti itu, sudah pasti wanita yang sudah melahirkan mereka. Sengaja Stella dimasukkan ke SMA yang lebih favorit, dengan alasan lebih pintar.

Meski begitu, Aluna tetap bersyukur. Mau dimana pun dia bersekolah, yang penting bisa menuntut ilmu dengan baik.

"Iya, biar Mama senang dan bangga."

Ucapan yang tanpa sadar membuat Aluna menghembuskan nafas panjang. Lagi dan lagi, Stella mampu membuat Anjani bangga. Sedangkan dirinya? Mau sekuat apapun berusaha, jika dia tidak bisa mendapatkan peringkat 1 di kelas, maka tidak akan pernah Anjani hargai.

Detik berlalu, lampu berganti hijau. Kembali Stella melajukan motor dengan kecepatan rata-rata.

Jika kalian bertanya, kenapa Aluna tidak mengendarai motor sendiri?

Jawabannya; karena Aluna tidak bisa mengendarai motor.

Semua karena saat si kembar masih kelas 3 SD. Stella yang terlebih dahulu bisa naik sepeda, mengajari Aluna yang masih belum bisa. Awalnya, semua berjalan lancar. Sampai tak sengaja Aluna nyungsep ke selokan gara-gara menabrak pohon. Lukanya cukup parah, sampai tangan kirinya patah. Sejak saat itu, Aluna trauma untuk naik sepeda. Apalagi naik motor. Takut hal sama terulang lagi, meski kemungkinannya sangat kecil.

"Nanti mau gue jemput?" tanya Stella begitu mereka tiba di depan SMA Himawari. Menyadari Aluna hanya diam, Stella menoleh. Ternyata kakaknya sedang melamun. "Ck, kenapa? Mikirin si onoh? Cowok kayak dia nggak usah dipikirin. Nyari lagi yang lain! Kayak cowok cuma dia aja."

Gadis itu menghela nafas. "Gue masih kaget aja. Satu tahun, Stell. Gue kira, dia mau nunggu waktu yang tepat. Ternyata, dia udah ada yang lain." Aluna tersenyum perih.

Lucu sekali, harus melepaskan seseorang yang bahkan belum pernah bersama. Move on sebelum jadian? Bodoh sekali. Aluna menertawakan dirinya dalam hati.

"Lo harus bisa lupain dia, Lun! Cari yang jauuhhh lebih baik! Buat cowok itu nyesel, senyesel-nyeselnya."

Melihat kembarannya yang begitu antusias, Aluna terkekeh. "Iya, bakalan gue lupain dia. Tenang aja."

"Bagus. Itu baru kakak gue." Aluna langsung turun dan melepas helm. "Awas aja kalau lo galau-galau nggak jelas. Apalagi sampai nggak makan. Gue samperin lo ke sini."

Matahari Untuk BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang