33. Pelarian

152 22 5
                                        

Pengen banget cepet-cepet namatin cerita ini, tapi otak nggak bisa diajak bekerja sama :"

Jangan lupa vote, yagesyaa.
Ada typo tandai.
Happy reading 💙

****

Aluna suka ketinggian. Maka dari itu, dulu ikut ekskul Pecinta Alam agar bisa ikut naik gunung. Sayangnya, Anjani tak pernah mengizinkannya dengan alasan buang-buang waktu.

Ketinggian memang membuatnya candu. Seperti saat ini, Aluna berdiri di tepi roof top gedung sekolah. Menatap murid yang sibuk dengan urusan masing-masing seperti biasa. Yang paling menarik adalah para cowok bermain basket di lapangan tengah.

Seketika sebuah ide muncul.

Bagaimana jika Aluna membuat semua murid berhenti melakukan kegiatan dan mengalihkan perhatian padanya?

Aluna butuh teman untuk bercerita. Namun, seakan tak ada yang mau mendekati. Bahkan Rahma saja sibuk dengan urusannya. Tak ada lagi tempat untuk Aluna berbagi cerita. Seakan dia sendirian di dunia.

Kepalanya menunduk, menatap lantai yang terpaut lebih dari 15 meter dari tempatnya berpijak sekarang. Apa jadinya jika Aluna jatuh sampai ke dasar? Apa orang-orang akan datang dan peduli padanya?

Sepertinya menarik.

Kaki Aluna melangkah ke depan, mengikis jarak dengan tepi roof top. Satu langkah lagi dia benar-benar jatuh. Ada sedikit keraguan dalam hati. Takut menyesal dengan tindakannya. Namun, satu sisi menyuruhnya untuk melakukan hal bodoh itu.

Kedua tangan direntangkan, mata perlahan terpejam, merasakan angin yang menerpa rambutnya.

"Semoga gue nggak nyesel."

Detik berikutnya, Aluna benar-benar menjatuhkan diri. Menimbulkan suara yang menarik perhatian para murid seperti tujuannya.

"LUNAAAA!!!"

"AAAAAAA!!!"

Aluna bangkit dengan nafas memburu. Keringat mengalir di pelipis, padahal udara masih dingin. Tangannya bergetar, jantungnya berdetak kencang. Beberapa saat kemudian dia bernafas lega saat menyadari itu hanya mimpi.

"Gila! Mimpinya serem banget." Aluna bergidik ngeri membayangkan jika mimpinya barusan jadi kenyataan.

Bunyi alarm mengalihkan perhatian gadis yang memakai piyama warna biru itu. Matanya melotot lebar melihat waktu yang tertera.

Pukul 06.45!

Artinya lima belas menit lagi bel sekolah berbunyi. Tanpa membuang waktu Aluna bersiap-siap tanpa mandi. Tak ingin terlambat dan berakhir dihukum. Hanya cuci muka dan memakai seragam tak sampai 10 menit.

"Luna, makan dulu!"

Suara Stella membuatnya menoleh saat melewati dapur. Ada Stella, Bayu, dan Keyla yang sedang sarapan. Sebenarnya dia juga ingin bergabung, tapi sorot mata Bayu membuat Aluna berpikir dua kali.

"Gue udah telat."

Alasan yang membuat Stella tak bisa memaksa kembarannya.

Matahari Untuk BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang