20. rumit

278 49 0
                                    

"kita gak bisa nyuruh arzey deketin dean lagi, cowok itu udah ada pacar" orang yang memberi lino misi nampak mengetuk meja dengan jarinya "gimana caranya kita adu domba sampai anak loupnoir benci sama geng sampah itu"

bocah yang lebih muda dari orang itu nampak menyeringai "jangan adu domba doang bang, gak seru. chandra nantangin geng sampah itu buat adu jotos, kalau mereka kalah, konsekuensinya dean harus jadi anggota loupnoir selama sebulan"

juyeon ada di sana, bersama dua orang beda usia itu. "lo berdua pernah kepikiran gak ngajakin geng sampah itu buat balapan liar? kalau tawuran antar geng udah bosen, nanti kita harus bikin dean yang jadi perwakilan buat ngelawan anggota kita. berbuat curang bikin kita untung kan?" ia tertawa, justru terdengarnya seperti orang licik segudang rencana.

orang yang lebih dewasa itu mengelus dagunya "oke ide bagus, nanti jangan lupa kabari chandra."

juyeon mengentikan jarinya "biar gue gak ngasih tahu"

"sebentar lagi, kita akan melancarkan rencana inti. dan begitupun dengan dendam papa. kita akan buktikan ke papa kalau kita bisa membalaskan dendamnya ke mantan anggota storm rider angkatan sembilan delapan"

•••

lino menarik napas panjang melihat amplop coklat dan secarik kertas. ia melirik tak minat pada lembaran uang berwarna merah bila dihitung berjumlah empat puluh. secarik kertas disebelah amplop itu menarik matanya. itu surat dari mamanya.

perasaan rindu yang menggebu hinggap dalam benaknya, memori bertahun tahun otomatis berputar pada kepalanya.

harmonis. satu kata yang menggambarkan masa kecilnya. semua kebahagiaan, tawa lepas tanpa beban lenyap begitu saja saat ia menginjak usia sembilan tahun. ia benci kehidupannya setelah dinyatakan naik kelas ke kelas tiga sekolah dasar.

ia baca suratnya, entah harus senang atau sedih. keputusan orang tuanya untuk rujuk sudah matang. namun sialnya, nanti setelah mereka resmi menjadi sepasang suami istri kembali, mereka ingin lino meninggalkan kontrakan yang sudah menjadi tempat ternyaman sejak kelas tujuh.

"kalian rujuk atau enggak, gak akan mengembalikan kehidupan el kayak dulu lagi, ma, pa."

lino menunduk, ia benci menangis. ia tak mau dianggap lemah, sejak dulu ia sudah terbiasa hidup mandiri tanpa kasih sayang kedua orang tuanya. bahkan dulu saking bencinya ia pada mereka, ia pernah ada niatan menganggap orang tuanya sudah meninggal.

berdiam diri di sini dengan pikiran berkecamuk lama lama bikin lino gak betah. ia mengambil kunci motornya lalu bergegas ke rumah chan.

•••

menganggap kamar chan seperti kamarnya sendiri, berbuat apa saja layaknya di rumah sendiri.

"sumpah ya, kalau gak ada yang gagalin tawuran, kemungkinan gue berhasil jadiin dean tawanan" chan kesal setengah mati dengan warga yang menggagalkan kesenangannya.

lino melempar guling ke sang ketua "kayak gak ada waktu aja, besok kan bisa"

lalu lino nampak gusar, ia teringat kembali dengan masalah orang tuanya yang rujuk.

kegusaran lino menarik perhatian chan "kenapa sih lo?"

"orang tua gue bakalan rujuk, chan" karena lino tengkurap, ia harus pasrah ditarik oleh sang ketua menjadi terduduk

"ya bagus dong kalau gitu" detik berikutnya ia tersadar "ah iya gue inget, kenapa lo gak berdamai sama keadaan? takdir yang bikin orang tua lo rujuk kembali. tuhan pengen lo hidup bahagia sama orang tua lo lagi"

lino ingin sekali tertawa kencang "ngomongin takdir, gimana sama takdir hidup lo? orang tua lo kerjanya masih kayak tim sar?"

raut wajah chan jadi kecut "gue udah masa bodo sama mereka, ribuan kemungkinan yang bakalan terjadi termasuk mereka cerai diem diem sepengetahuan gue. dan gue udah hidup bahagia tanpa mereka, sekalipun mereka nyetop uang bulanan buat gue"

gardenia ๑ hyunhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang