Dua hari setelah Jonathan siuman kondisinya semakin membaik. Kaylin yang tidak bisa berlama-lama meninggalkan pekerjaanya diharuskan kembali lagi untuk menyelamatkan nyawa pasien lainnya. Untung saja rumah sakit tempat dimana Jonathan dirawat adalah tempat Kaylin bekerja.
Seperti saat ini setelah tadi malam melakukan shift malam untuk mengganti shift sewaktu mengurus Jonathan di ICU, pagi harinya Kaylin langsung menuju ruang rawat inap tempat Jonathan berada.
Didalam ruangan ia bertemu dengan Jack yang bertugas menjaga Jonathan pagi ini karena Cecil dan Zack diharuskan terbang ke Italy untuk menggantikan Jonathan.
"Mas Jo gimana Jack? Ada masalah ga selama aku tinggal?" Tanya Kaylin sembari berjalan menuju bed Jonathan.
"Alhamdulilah Tuan dari tadi tertidur pulas Nyonya, kalau begitu saya izin pamit keluar." Tanpa menunggu jawaban dari Kaylin Jack segera keluar dari ruangan Jonathan. Tentu saja Jack tidak mau mengganggu waktu dari Tuan dan Nyonyanya itu.
Kaylin memandang wajah Jonathan yang sudah tidak sepucat kemarin. Kaylin bingung bagaimana ia harus membicarakan hal ini dengan Jonathan tanpa membuatnya tersinggung. Kaylin mengelus dengan lembut rambut Jonathan.
Ia teringat pembicaraanya dengan dr. Broto, dokter spesialis Jantung yang sudah menangani Jonathan selama 5 tahun ini.
"Kay, setelah saya observasi lebih jauh. Jantung Jonathan semakin melemah. Itu juga sebab henti jantung yang kemarin ditambah riwayat Jonathan. Apalagi trauma yang Jonathan alami akan berdampak sangat buruk pada kondisi jantung dan fisiknya. Kamu tahu sendirikan kejadian kemarin itu sudah jelas pemicunya stress dan trauma. Untuk itu selain awasi perkembangan jantungnya kita juga harus obati pemicu lain yang bisa memperburuk keadaannya. Sudah lama Jonathan tidak meneruskan terapinya. Ia tidak pernah mengunjungi psikiater lagi. Apalagi dengan perawatan Jonathan perlu juga kolaborasi dari psikiater untuk pengobatannya. Saya sudah membujuk Jonathan namun, sampai sekarang ia masih belum menerima dirinya. Ia masih denial dengan keadaanya. Saya harap kamu bisa membujuknya, ini juga demi kebaikannya."
Ucapan dr. Broto juga ada benarnya selama ini Kaylin hanya fokus pada pengobatan fisik Jonathan padahal psikis Jonathan juga perlu diobati. Ia tidak tega jika Jonathan terus di bayang-bayangi trauma itu tanpa ada penanganan untuk memulihkan kondisinya.
"Hahh...hahh...hahh..." Jonathan tiba-tiba terlihat tidak tenang ketika tertidur. Titik-titik keringat mulai bermunculan. Jonathan menggenggam dengan erat tangan Kaylin. Hal ini membuat Kaylin merintih akibat cengkraman kuat Jonathan.
"Sshhhh, Mas Jo...Kaylin disini. It's okay...Mas Jo disini aman sama Kaylin.." Kaylin berusaha menenangkan Jonathan dengan menahan rasa sakit akibat cengkraman itu.
Perlahan cengkraman itu mulai melonggar. Jonathan mulai tersadar dari mimpi buruknya dan mulai menyadari kehadiran Kaylin.
"Kay..... kamu sudah disini dari tadi? Kenapa tidak membangunkan saya?" Tanya Jonathan begitu tersadar.
"Kenapa harus dibangunin? Malah Mas Jo harus banyak istirahat," ucap Kaylin seraya mengelapi keringat Jonathan dengan tissue.
Ketika tangan kanan Kaylin terangkat untuk mengelapi sisi lain dari wajah Jonathan, tanpa sadar fokus Jonathan berubah pada pergelangan tangan Kaylin menyadari adanya bekas merah, "tangan kamu merah kenapa?"
Kaylin refleks menarik tangannya dari genggaman lemah Jonathan "Ahh gpp kok," Ucap Kaylin sambil berusaha menutupi bekas merah itu dengan lengan panjangnya.
"Kaylin..." Jonathan memicingkan matanya, menatap lekat netra coklat Kaylin.
"Mmmm... tadi itu Mas Jo waktu lagi tidur tiba-tiba mencengkram tangan Kay. Tapi gapapa kok, ini ga sakit. Udah ga usah dipikirin. Sekarang waktunya Mas Jo makan dulu. Obat paginya belum di minum," Kaylin berusaha mengalihkan topik pembicaraan agar tidak membuat Jonathan khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journey of Jo
ChickLit"Kamu satu-satunya alasan aku bisa bertahan dari trauma yang amat menyiksa ini." - Jonathan Zafran Louis ___________________ "Heh kok tiba- tiba ngelamar! Kamu siapa , mengapa, bagaimana, kenapa bisa?" - Kaylin Bestari N. Sidiq