2. Ikut Campur

14K 1.3K 21
                                        

Setelah menangis cukup lama di dalam toilet, Ibel pun akhirnya keluar dari sana. Matanya sembab dengan ekspresi suram yang berusaha ia kendalikan. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan, dan yang nampak adalah kondisi koridor yang sudah sepi. Itu artinya jam istirahat sudah selesai.

Dengan langkah gontai Ibel menuju kelas XI IPA 1, kelasnya Rafa yang juga kelasnya. Di novel, Ibel memang dideskripsikan sangat pintar sampai bisa loncat kelas. Makanya ia bisa duduk di bangku yang sama dengan sang kakak. Padahal usia mereka terpaut 2 tahun.

Sepanjang perjalanan, otak Ibel penuh dengan berbagai kemungkinan atas kedatangannya ke dunia ini. Mungkin saja ini murni kesempatan kedua yang diberikan Tuhan, tapi bisa jadi ada tugas yang harus ia selesaikan.

Entahlah, sekarang Ibel terlalu lelah untuk berfikir.

Tak lama kemudian ia sudah sampai di depan pintu ruang kelasnya. Sebelum mengetuk pintu, Ibel menarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan.

Tok! Tok! Tok!

Kemudian ia masuk ke dalam kelas. Kedatangannya tentu saja menarik perhatian seluruh temannya juga guru yang saat ini nampak menuliskan sesuatu di papan tulis.

"Maaf, Bu, saya terlambat. Tadi saya ke toilet lebih dulu," ujar Ibel sopan.

Guru yang diketahui bernama Mita itu mengangguk. Kemudian mengizinkan Ibel untuk duduk di bangkunya.

Gadis itu tidak langsung menuju bangkunya, ia lebih dulu memindai kondisi kelas untuk mencari bangku yang kosong. Sebab ia tidak tahu di mana bangku asli Ibel, jadi dapat disimpulkan jika bangku yang kosong adalah miliknya. Dan ternyata satu-satunya bangku kosong ada di depan bangku Rafa.

Perlahan Ibel menuju ke sana. Selama perjalanan ia berusaha untuk tidak menatap Rafa, meski ia tahu sang protagonis pria a.k.a kakak kandung Ibel sedari tadi menatapnya intens.

Pliss, gue belum siap ngobrol sama para karakter!

Namun, baru saja ia mendudukkan diri ucapan Rafa membuat keinginannya pupus.

"Kita perlu bicara nanti."

Shit!

•••••

Bel pulang sekolah berbunyi 5 menit lalu, tapi saat ini posisi Ibel sedang ditahan oleh Rafa beserta 3 sahabatnya di bangkunya. Ibel yang pasrah pun hanya bisa menunggu sang kakak mengucapkan sesuatu. Yah, bagaimana caranya menanggapi tergantung pada topik pembahasan Rafa nanti.

Tadi, setelah Bu Mita keluar kelas, Rafa langsung memeluknya, mungkin laki-laki itu terlalu khawatir akan keadaannya setelah melihat matanya sembab. Mau memeluknya dari tadi, tapi terhalang keberadaan guru.

"Lo sebenarnya kenapa, Dek?" tanya Rafa memulai.

Ibel tidak langsung menjawab, ia diam sebentar untuk meyakinkan diri barulah berani menatap Rafa, "Kenapa apanya?" Ibel berusaha setenang mungkin, agar tidak dicurigai.

Rafa menghembuskan nafas, mencoba sabar menghadapi adiknya. "Mata lo sembab, lo diapain sama Nara?" tanyanya to the point. Memang sejak Ibel memasuki kelas, Rafa dibuat terkejut dengan mata sembab Ibel. Padahal seingatnya sampai sebelum Ibel keluar kantin keadaannya baik-baik saja.

Dan alasan ia menyangkut pautkannya dengan Nara, karena terakhir kali adiknya pergi bersama Nara. Sehingga, pikiran negatif tentu saja tertuju pada Nara.

"Lo juga kenapa tadi belain Nara, Bel? Tuh cewek pantes digituin karena attitude-nya minus." Bukan, bukan Rafa yang bersuara, tapi Jev. Jevian Elvern Acheron, salah satu sahabat Rafa.

Purple ThreadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang